49.Kebenaran

23 5 4
                                    

Karena sebentar lagi ending, aku akan mulai selesaikan dan jawab konflik-konflik di cerita ini. Pastinya bertahap okee.

Kemungkinan sampai 55 part, atau paling mentok 60.

Happy reading-!❤️

***

Ardhi mengendarai motornya ugal-ugalan dengan pikiran kosong. Ia lelah dengan semuanya. Ia sama sekali tak ingin meninggalkan Shifwa, hidupnya akan tersiksa.

Namun keadaan yang memaksa.

Ardhi terlalu bergelut dengan pikirannya hingga kehilangan fokus dan tak sadar bahwa di depannya ada sebuah mobil yang berjalan searah.

Bruk!

Ardhi baru sadar setelah motornya oleng dan terjatuh ke aspal. Ia meringis, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Luka-luka habis dipukuli Arkana saja belum kering, sekarang sudah ditambah lagi. Ceroboh sekali dirinya, raga berada di motor namun pikiran melayang jauh.

Sang pengendara yang bagian belakang mobilnya lecet segera turun dan menghampiri Ardhi. Bukan untuk marah-marah, pria paruh baya itu justru menampilkan raut khawatir.

“Ardhi,” panggil Rasheed dengan nada bergetar saking paniknya. Mau bagaimana pun ia tetap menyayangi kedua anaknya, Ardhi dan Ardha.

Ardhi menerima uluran tangan Rasheed dan bangkit dari tersungkurnya. Selanjutnya berdecih dan tertawa remeh.

“Ah, ternyata Ayah yang Ardhi tabrak. Sama simpanannya, ya?” Ardhi berkata sarkas sambil sengaja curi-curi pandang ke kursi penumpang mobil Rasheed. Tampak Via yang sibuk berkutat dengan benda elektronik berbentuk persegi panjang gepeng.

Rasheed hanya diam mendengarnya. Sepertinya Ardhi berhak tahu sekarang, pikirnya.

Apa katamu Rasheed? Berhak tahu? Hhh.

Ardhi berjalan pincang ke arah mobil Rasheed yang terparkir sembarangan, kemudian membuka pintu dan menarik Via untuk keluar. Jelas saja Via meronta dengan perlakuan Ardhi yang lancang dan sedikit tidak sopan. Jika tak ada Rasheed, mungkin ia sudah memukul tangan Ardhi.

Melihat pemandangan itu Rasheed langsung mendekat. Tatapan yang semula khawatir itu kini berubah marah.

“Hallo, bitch.” Ardhi melambaikan tangannya ke arah Via dengan senyum lebar yang dipaksakan.

“Jaga bicaramu, Ardhi,” desis Drendra, giginya sudah bergemeletuk kencang melihat kelakuan putra pertamanya.

Kedua alis Ardhi naik ke atas, kini wajahnya terlihat sangat tidak tahu diri. “Ayah kali yang harusnya jaga sikap?”

Rasheed mengayunkan tangannya di udara bersiap menampar wajah tampan Ardhi. Namun tertahan sebab putra sulungnya tersebut lebih cepat mencekal pergelangannya.

“Ayah mau jadiin Ardha bernasib sama kayak Ardhi sebelas tahun yang lalu, ya?”

“Apa maksudmu?”

“Ayah mengulang kesalahan yang sama, kan? Main-main sama wanita lain.” Salah satu sudut bibir Ardhi tertarik membentuk senyuman smirk. “Ardhi saranin jangan, deh. Soalnya masih banyak kesalahan-kesalahan lain yang harus dicoba.”

SHIFWA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang