Gantari Alayya

52 38 22
                                    


Sedikit cerita mengenai Gantari dan dunianya

***

"Gantari Alayya."

Bu Agung menyebutkan nama Tari dengan lantang. Wanita paruh baya itu kemudian memberikan hasil ujian Tari minggu lalu.

Tari bersorak dalam hati. Ia lolos dari ceramah Bu Agung hari ini. Teman satu kelasnya yang mendapat nilai di bawah KKM belum di perbolehkan pulang. Dan Tari adalah orang terakhir yang diperbolehkan pulang karena nilainya di atas KKM.

Tari tersenyum puas melihat wajah masam Abel. Padahal saat ujian Abel menyontek padanya, tapi nilai Abel tetap di bawahnya.

"Aku duluan ya," bisiknya pada Abel, kemudian langsung menggendong tas punggungnya.

"Makasih ya bu," Tari mengambil kertas ujiannya dan segera keluar kelas.

Wajah-wajah kesal itu tersisa di kelasnya. Semua orang sudah pulang karena ini sudah lewat jam pulang. Hanya kelas Tari yang tersisa. Tari melambaikan tangan melalui celah jendela yang tidak tertutupi hordeng.

Tari melangkahkan kakinya ke arah parkiran. Pasti Antara sudah lama menunggunya. Hampir sampai di parkiran, manik Tari menangkap sosok lain di dekat Antara.

"Dia lagi," kakinya berhenti dan terasa melemas.

Apakah lagi? Gadis itu akan menghancurkan rencananya dengan Antara lagi?

Mencoba berfikir positif, Tari kembali melangkah dengan cepat ke arah Antara. Tari mengulas senyum saat maniknya bertemu dengan Gendis. "Jadi kan An?" tanyanya penuh harap.

Antara melihat pada Gendis. Cowok itu merasa tidak enak pada Tari, tapi juga kasihan pada Gendis.

"Loh kalian mau kemana? Mama udah nungguin di rumah An, Chiko juga nih ngajakin kamu main."

Tari kalah telak. Kalau hanya makan seblak berdua, pasti Antara lebih memilih main ke rumah Gendis. Tapi Tari masih menaruh harap pada Antara. Mungkin saja hari ini Antara memilih memenuhi janjinya daripada menghabiskan waktu bersama Gendis.

"Tar, kamu gak papa kan?" tanya Antara hati-hati.

Tari melihat dua orang di depannya ini secara bergantian. Pertanyaan Antara tadi secara tidak langsung harus membuat Tari mengalah lagi. Tari menarik nafas dalam-dalam, rasa sesak itu kembali menyerangnya.

"Aku gak enak sama mamanya Gendis,  Chiko juga nelponin terus dari tadi."

Bibirnya terasa kelu, Tari diam tidak berekspresi apapun. "Ayo An udah mau sore," Gendis berucap seperti merengek.

"Aku nanti bisa di susul ayah. Kalian duluan aja," dusta Tari.

Tari mundur beberapa langkah, membiarkan Antara dan Gendis pergi lebih dulu. Air matanya luruh juga saat motor milik Antara keluar dari gerbang sekolah dan mulai menjauh dari jangkauannya. Hari ini Tari lagi-lagi yang mengalah.

Yang ada dalam benaknya. Apa perasaan Antara saat melakukan semua itu padanya?

***

Dapur rumahnya terlihat seperti kapal pecah. Tari menggelengkan kepalanya saat melihat kakaknya frustasi sendiri. "Kenapa sih teh? Kuenya gagal lagi?"

"Gak gagal, cuma kurang ngembang. Tapi rasanya enak kok, coba deh coba," Shara memotong sedikit kue buatannya, berniat menyuapi sang adik.

Tari mencobanya. Rasanya tidak buruk, enak juga. "Enak ini. Bentuknya aja kurang enak di lihat ya teh. Mana sebelah sini agak item," Tari menunjuk bagian yang sedikit hitam.

AntariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang