Your Feeling

14 8 0
                                    


11. Your Feeling

***

"Kamu bangga banget ya berangkat bareng pacar orang?"

Semuanya diam saat Tari mengatakannya. Termasuk Antara yang saat ini menatap gadisnya itu. Dua gadis itu seolah berubah menjadi orang yang tidak ia kenali. Tari yang selalu tenang, tapi saat ini baru saja mengeluarkan kalimat yang mampu membuat semua orang diam. Dan Gendis, menurutnya sangat kasar.

"Kurang ajar ya lo," ucap Gendis emosi. Ia jelas menggeram di tempatnya. Hatinya memanas saat Tari dengan lantang meloloskan kalimat itu.

Tangan kekar milik Antara menahan pergelangan tangan Gendis, melarang Gendis untuk maju lagi.

"Yang aku bilang memang bener kan? Kenapa kamu seolah bangga banget berangkat bareng pacar orang?" Tari angkat bicara lagi.

"Kamu liat An sifat temen kamu ini yang sebenernya. Beberapa bulan terakhir aku gak pernah lihat lagi senyum ramah dia kalo kita lagi barengan. Ternyata gini sifat asli dia. Serakah banget kamu ya? Udah ada pacar, masih mau ngembat pacar orang."

Abel tersenyum puas. Ini yang ia mau, melihat Tari melawan dua orang bodoh ini.

Dan semua orang jelas membela Tari. Ini pertama kalinya melihat Tari terlibat masalah di sekolah. Tapi Tari bukan orang bodoh yang bisa mereka sepelekan. Ucapan-ucapannya bisa menohok kapan saja.

"Emang Antara anggep lo pacar ya?" Gendis belum berhenti. Gadis itu kembali bertanya dengan nada remeh, seolah memang dia yang paling benar.

"Kenapa kamu harus nanya pertanyaan yang gak perlu kamu tanya? Jangan buang-buang waktu buat nanya hal begitu. Kamu sendiri pasti udah tau jawabannya. Benerin aja hubungan kamu sama pacarmu dulu."

"Udah ya ndis, aku gak mau ini tambah ramai. Aku juga gak marah ke siapa-siapa. Cuma bisa gak, kalo lagi ngomong sama aku gak perlu pakai emosi? Aku gak bakal takut sama kamu, jadi santai aja."

Tari menarik Abel dan menjauh dari kerumunan. Dadanya naik turun, Tari mengatur nafas selama langkahnya.

"Keren. Lo harus gitu Tar!" ucap Abel seraya menepuk bahu Tari.

Gadis itu bingung harus marah atau berterimakasih pada Abel. Tapi jujur saja ia sangat lega bisa bicara seperti itu pada Gendis di depan Antara. Walaupun sempat ragu, tapi Tari bisa mengatakannya dengan lancar.

"Lo liat Antara? Apa dia ngomong? Kan enggak. Lo harus belajar bela diri lo sendiri di depan dia Tar. Kalo lo masih mau pacaran sama dia, seenggaknya lakuin hal kayak tadi."

"Iya-iya," balas Tari seadanya.

***

"Tar tunggu, jangan gitu dong. Aku mau ngomong. Aku bahkan gak tau nanti pulang naik apa, aku susulin kamu sampe rumah karena mau bilang sesuatu."

Tari menghentikan langkahnya. Gadis itu menoleh seraya menghembuskan nafas lelah. Antara mengikutinya sejak dari sekolah, Tari juga kaget saat melihat Antara mengejarnya dari persimpangan jalan.

"Apa?"

"Aku gak bohongin kamu. Gendis minta susul dadakan semalem, aku iyain aja. Aku juga bareng Aman sama Iqbal, aku gak berdua sama dia. Aku tadinya mau bilang ke kamu, tapi maksud aku nanti," ucap Antara panjang lebar.

"Terserah kalau itu An. Kamu liat Gendis tadi? Itu sifat dia ke aku aslinya. Dari awal aku pacaran sama kamu, aku bisa liat dia gak suka. Tapi sifat dia yang manis dan lembut ke aku waktu itu, buat aku buang jauh-jauh fikiran kotor aku sama dia. Akhir-akhir ini dia gitu An, dia gak suka liat kita. Dia suka sama kamu."

Antara menatap manik Tari lebih dalam, kemudian maju beberapa langkah untuk menggapai lengan gadis itu. "Jangan mikir gitu Tar, Gendis udah ada pacar."

"Dia udah ada pacar atau enggak, itu semua gak ada pengaruhnya An. Kayak kamu udah ada aku, tapi Gendis juga selalu jadi nomor satu di kamu."

"Aku gak suka kamu bilang gitu," ucap Antara lembut.

"Terus aku harus bilang apa An? Itu kenyataannya. Kenapa kamu gak fikirin perasaan kamu yang serius sebelum kamu pacaran sama aku? Kamu gak suka sama aku An, aku banyak lihat itu dari kamu."

Antara melonggarkan genggaman tangannya pada Tari. "Aku sayang kamu Tar. Buat apa aku bohong? Kamu tau Gendis sahabat aku dari kecil, aku kebiasa sama dia. Tapi kan aku bilang, aku lagi usaha."

"Tapi kamu gak bisa An. Jangan lakuin apapun kalo kamu emang gak bisa," Tari bicara dengan nada bergetar, ia menahan tangisnya.

"Kenapa kamu jadi gini Tar?"

"Aku jadi gimana An? Apa aku emang gak boleh bilang sesuka hati aku? Harus aku yang ngertiin kamu terus?"

"Ini cuma masalah tadi pagi."

"Kenapa kamu cuma diem? Karena aku sama Gendis yang adu mulut? Kamu bingung mau bela siapa?"

"Tar udahlah. Aku gak mau kita ribut cuma karena gini. Aku gak bohong soal berangkat bareng Gendis tadi, itu juga ada Aman sama Iqbal."

Tari tak menjawab lagi. Gadis itu segera masuk ke dalam rumah tanpa peduli Antara di luar. Entah kenapa hari ini Tari sangat sensitif. Ia bahkan terus mengingat masalah tadi pagi hingga saat ini.

Sejujurnya Tari sangat kesal dengan Gendis. Ingin rasanya bertemu gadis itu lagi lalu mengeluarkan semua uneg-unegnya. Tari selalu marah pada Antara karena Gendis. Gendis seolah terus menjadi akar permasalahan dalam hubungan mereka. Tari sudah banyak diam, berusaha mengerti hubungan Antara dan Gendis. Tapi Gendis sendiri mulai menunjukkan sifat aslinya pada Tari.

Sedangkan Antara diam di depan gerbang rumah Tari. Ia tidak ingin masuk atau menyelesaikan masalah hari ini. Tari sedang marah, Antara tidak mau membuat Tari bertambah marah.

"Bal tolong susul gue di rumah Tari ya, gue kan gak bawa motor tadi ke sekolah," ucapnya lunglai lewat saluran telpon.

Antara takut. Setiap Tari marah atau mengeluarkan isi hatinya, Antara selalu memikirkan banyak hal. Tentang bagaimana membujuk Tari, atau membuat Tari kembali tersenyum lagi. Terkadang, gadis itu tidak perlu bujukan atau sejenisnya. Tari akan kembali setelah seharian marah padanya. Tapi hari ini Antara takut Tari tidak memaafkannya.

Padahal Antara sudah bilang, ia tidak bermaksud membohongi Tari.

Satu dalam benaknya. Dalam skala prioritas, Antara tidak bisa bohong. Gendis tetap yang utama di bandingkan lainnya.

***

HAI GAIS, GAK KERASA BANGET UDAH SAMPAI DI CHAPTER SEGINI. SEMOGA ALURNYA GAK BUAT KALIAN PUSING WKWK.

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN DI SETIAP PART YA.

SEE YOU SOON!

AntariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang