07. Sebuah Usaha***
Malam harinya setelah makan, Antara bersiap untuk ke rumah Tari. Mama Antara memberikan sebuah paper bag berisi makanan buatannya, menyuruh Antara membawanya saat bertemu Tari.
"Jangan pulang malem-malem. Gak enak juga ke rumah cewek pulang malem-malem," Dinda menasihati putranya itu.
"Iya ma bentar doang."
"Yakin bentar?" tanya Cindy seraya mengangkat satu alisnya.
Antara menatap tajam Cindy. Mamanya belum tau jika ada pertengkaran di antara mereka. Tapi menurut Antara mamanya tidak harus tau, karena ini urusan pribadinya bersama Tari.
"Ada duit gak? Malem Minggu mau ngajak cewek keluar, kalo gak ada duit malu," ucap Dinda lagi.
"Ada ma."
Dinda mengeluarkan selembar uang berwarna merah, kemudian menaruh uangnya di atas meja. "Ajak Tari makan."
"Enak banget ma. Aku aja gak gitu kalo mau keluar," protes Cindy. Gadis itu merasa tidak rela saat mamanya memberikan uang dengan jumlah lumayan besar pada Antara.
"Skincare kamu aja udah buat abis duit mama," ucapan Dinda membuat Antara tertawa, seolah baru saja menang karena dibela mamanya.
"Udah sana jalan. Jangan lupa minta izin sama orang tuanya, jangan asal culik."
"Iya mama bawel," cowok itu segera mencium pipi Dinda dan bergegas keluar rumah dengan senyum yang merekah.
Papa Antara sudah meninggal beberapa tahun lalu. Maka dari itu Dinda berusaha sebaik mungkin membuat kedua anaknya bahagia dengan hal-hal sederhana. Dinda tidak pernah mengekang Antara dan Cindy dalam hal apapun, asal yang mereka lakukan tidak mengarah pada hal-hal negatif.
Ibu dua anak itu terlihat seperti ibu yang asik dan seperti teman. Itu semua Dinda lakukan agar Antara dan Cindy terus merasa bahagia jika hanya memiliki orang tua tunggal.
***
Antara sudah sampai di depan rumah Tari. Ia jadi mengingat kejadian tadi siang. Antara menarik nafas dalam-dalam, kemudian melangkah ke dalam untuk mengetuk pintu.
Ternyata Shara sedang duduk di luar, Antara menangkap sosok itu saat pertama kali masuk.
"Bentar ya," seolah tau apa tujuan Antara. Shara langsung berdiri dan ke dalam, sepertinya memanggil Tari karena ia datang.
Tak berselang lama, Tari yang keluar dari dalam rumah. Keduanya saling tatap beberapa detik, kemudian Tari yang lebih dulu mengalihkan pandangan.
"Mau jalan sama aku gak?"
Tari menatap Antara lagi, memastikan pertanyaan dari pemuda itu. "Mau jalan sama aku? Pulangnya gak bakal malem, makan aja. Sekalian mama juga titip ini buat kamu," Antara menyodorkan paper bag dari mamanya.
Setelah Tari mengambilnya, Antara meraih tangan Tari dan menggenggamnya. "Maafin aku ya Tar," ucapnya sungguh-sungguh.
Tapi entah kenapa, Tari merasa sesak. Permintaan maaf dari Antara seolah mengingatkannya pada semua perlakuan lelaki itu. Setiap ucapan tulus Antara, membuat Tari ingin menangis. Tari juga tidak tau kenapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antari
Teen FictionLebih dari satu tahun berpacaran dengan Antara membuat Gantari terus memfokuskan diri pada lelaki itu. Gantari menjadikan Antara pusat dunianya, terus berusaha menjadi satu-satunya gadis yang mampu membuat Antara tertawa lepas. Hingga titik ini, han...