Permintaan Maaf

11 7 1
                                    


13. Permintaan Maaf

***

Banyak pertimbangan yang membawa Antara kesini. Cowok itu duduk di teras dengan tatapan lurus ke depan, menunggu sang empu keluar. Antara bisa melihat garasi rumah Tari yang penuh. Itu artinya orang tua gadis itu ada di rumah karena ini memang hari libur. Seharusnya Antara tidak mengganggunya, tapi Tari sempat mengganggu pikirannya.

"Mau masuk?" Tari menunjuk ke arah dalam dengan jempolnya, menawarkan Antara untuk masuk.

"Gak usah disini aja, cuma sebentar."

Tari mengangguk. Ia segera duduk di kursi satunya, kemudian menunggu kata selanjutnya dari Antara. Jantungnya berdegup kencang, takut kalau Antara mengatakan hal yang cukup membuatnya tercengang.

"Kamu .. gak papa kan?" tanya Antara pelan, kemudian cowok itu menggaruk bagian lehernya yang sama sekali tidak gatal.

Ia bingung harus bilang apa. Tujuan Antara kesini hanya untuk melihat Tari. Karena kemarin seharian bersama Gendis. Malamnya, Antara malah merindukan Tari.

"Aku gak papa, emang kenapa?" Tari bertanya balik.

Rasa canggung itu jelas menyelimuti keduanya.

"Maaf gak ngabarin kamu lewat hp. Aku nunggu chat dari kamu juga, tapi gak ada," ucap Antara jujur.

"Aku lagi gak mau chat kamu An."

Antara mengangkat kepalanya untuk menatap Tari. Akui saja Antara egois, ia bahkan ingin Tari yang selalu mencarinya walaupun sebatas chat saja.

"Kamu males hubungin aku ya Tar?"

"Iya," balas Tari pelan, kemudian menggigit bibirnya kuat.

Bukan hanya Antara. Tari juga menunggu cowok itu menghubunginya atau mungkin meminta maaf padanya.

"Kamu kemarin sama Gendis?" Tari memberanikan diri untuk bertanya.

Padahal ia sendiri sudah tau, pertanyaan itu hanya menyakiti dirinya sendiri. Kemana lagi Antara pergi di hari libur selain ke rumah Gendis? Bahkan Tari juga sudah hafal. Tari coba bertanya karena beberapa hari lalu Antara bilang untuk sedikit menjaga jarak dengan Gendis.

"Iya sama dia."

Tari tersenyum getir, hatinya terasa tercabik-cabik.

"Kamu udah selesai? Kalo udah aku mau masuk, kamu bisa pulang," ucap Tari. Gadis itu seolah mengusir Antara dengan halus.

"Kamu benci sama aku ya Tar?" Antara menatap matanya dalam, menyelami banyak luka disana.

"Aku gak pernah benci kamu Antara," Tari menegaskan.

"Gimana aku bisa benci dan cinta sama kamu?" air mata gadis itu luruh juga. Tari menahan isak tangisnya, ia cepat cepat menutup wajah dengan kedua tangan.

"Aku pulang dulu. Maaf cuma bisa buat kamu nangis."

Kalimat itu menjadi yang terakhir sebelum Antara melangkahkan kaki ke arah motornya. Sebelum mencapai pagar rumah, Tari lari mengejarnya dengan cepat. Gadis itu memeluk tubuh Antara dari belakang, mendekap pinggang Antara dengan kuat.

AntariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang