DUA PULUH DUA

1K 130 47
                                    

Selamat membaca anak-anak mamak

°°°°°°°°°

Rajendra Pangestu, si laki-laki berwajah tengil yang selalu saja membuat emosi guru di SMA Suka Maju.  Jendra yang saat ini tengah menikmati mimpinya, tidur di kursi yang saling ia satukan dengan kaki kiri terangkat satu dan tangan kanan ia gunakan sebagai penutup mata. Jendra tampak menikmati tidurnya dengan pulas, bahkan lengkingan suara Jio dan Wibi yang merebutkan botol minum tak Jendra hiraukan.

Bayu menoleh, menatap temannya yang tak bergerak sama sekali, matanya mengerjab berkali-kali dengan sorot yang memandang dada Jendra. Bayu khawatir jika Jendra sudah tak bernafas lagi.

"Yu, ngapain?" Tanya Wara dengan tangan yang mencengkram satu plastik bakso tanpa kuah dan bibir menyembul agar bakso itu tak terlalu panas untuk dimakan.

Bayu yang merasa namanya di panggil pun menoleh ke arah Wara. "Gak papa," jawabnya membuat Wara semakin penasaran.

Wara mengikuti arah pandang Bayu, dan laki-laki itu juga melakukan hal sama seperti temannya--memperhatikan dada Jendra apakah masih bergerak. Bibir Wara seketika terangkat melihat Jendra yang ternyata masih bernafas.

"Ngapain Lo senyum?" Jio merangkul pundak Wara dan juga ikut memperhatikan Jendra. Matanya mengerjab dua kali dengan bibir yang tertutup. "Je masih hidup kan?"

Bayu menoleh dengan tatapan tak bisa di artikan lagi. "Menurut Lo!"

Jio mendekati Jendra dan mendekatkan telinganya tepat di wajah Jendra agar ia bisa merasakan tiupan nafas Jendra. Jio mengangguk lalu tersenyum dan mengelus dada. "Alhamdulillah, Je masih hidup," katanya lalu menegakkan tubuhnya lagi.

"Lo pikir temen Lo udah sama Tuhan?!" Damprat Bayu merasa jika Jio sangat keterlaluan, padahal dirinya juga tak berbeda.

Jio menoleh menatap Bayu. "Ya kan siapa tau Yu."

"Ada apa para bajingan?" Wibi datang lalu merangkul pundak Bayu dan Wara. Keduanya menoleh, mendapati Wibi yang tersenyum menggelikan di antara jarak keduanya.

"Ih Wibi, lepasin. Gue geli," kata Wara yang mencoba menjauhkan pundaknya dari Wibi. Wibi mencibir, sok sekali Wara tak mau di rangkul seperti ini.

Seperti biasa, Sena tak menghiraukan teman-temannya. Laki-laki itu sibuk membaca buku dan hanya melirik keributan kecil disampingnya.

Jendra yang merasa sudah puas dengan mimpinya kini menggeliat kecil dan bangkit, tangannya mengucek mata dengan rambut yang terlihat acak-acakan. Jendra memandang teman-temannya yang kini juga memandangnya. "Ngapain kalian lihatin gue?"

Bayu berdeham lalu menoleh ke arah Jio. "Ya gak papa. Iya kan Yo?"

"Je, gue kira Lo udah meninggal."

Sial, kenapa Jio bersikap bodoh seperti ini. Bayu yang mencoba menutupi kenyataan, tetapi temannya malah mengatakan hal bodoh. Percuma saja Bayu merahasiakannya.

Jendra mengerutkan keningnya lalu berdiri mengundang tatap tanya dari semuanya termasuk Sena juga ikut menyorot Jendra.

"Mau kemana ?" Tanya Wibi mulai penasaran.

"Kedepan," jawab Jendra lalu berjalan kedepan dan tak memperdulikan teman-temannya

Jendra duduk di kursi tepat didepan kelas dengan pandangan yang mengarah ke lapangan yang cukup luas, kaki kanananya terangkat satu dengan tangan yang ia tompangkan diatas lututnya. Laki-laki itu tampak menarik nafas berkali-kali, memikirkan satu hal yang selama ini mengganggu hidupnya.

JENDRA  (Revisi) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang