empat belas

1.1K 120 28
                                    

"berusaha menjadi yang terbaik Dimata papa, tapi sayangnya papa belum menemukan apa itu keberhasilan anaknya." Rajendra Pangestu

Saka duduk di kursi didalam sebuah ruangan megah penuh dengan berkas-berkas yang sudah biasa ia geluti tiap pagi, siang, dan malam. Laki-laki yang sudah berumur tapi aura ketampanannya belum pudar sama sekali tersebut tampaknya tengah menerima sebuah panggilan telefon dari seseorang.

Saka menggeser icon hijau dilayar ponselnya, mengarahkan ponsel itu ditelinga.

"Selamat sore,dengan bapak Saka ?"

Saka mengerutkan keningnya, tumben sekali panggilan dari sekolah tertuju padanya.

"Dengan saya sendiri, ada yang bisa saya bantu Bu?"

"Mohon maaf sebelumnya atas ketidaksopanan saya menganggu waktu pak Saka. Tapi saya selaku guru BK dari putra bapak yang bernama Rajendra Pangestu ingin menyampaikan sesuatu."

Saka semakin penasaran dibuat oleh guru perempuan tersebut. Apa lagi yang di perbuat anaknya kali ini.

Jendra rasanya sudah menguras habis  kesabaran Saka.

"Ada apa ya Bu kalau boleh tau?"

"Baik pak, pada jam siang tadi, anak bapak berkelahi dengan temannya sampai tak sadarkan diri. Dan saya harap bapak bisa datang ke sekolah untuk membicarakan hal ini."

Rahang Saka seketika mengeras  mendengar penjelasan dari guru tersebut. Sungguh demi apapun, Jendra membuat malu dirinya.

"Baik Bu, terimakasih untuk informasinya. Saya mohon maaf jika anak saya memang susah diatur, selebihnya saya akan usahakan datang besok pagi."

"Baik pak, saya tunggu. Selamat sore."

Bu Siska memutus sambungan telefon tersebut, sedangkan Saka sudah menyorot depan dengan tajam. Kedua telapak tangannya saling menggenggam dengan erat sampai terlihat memutih pucat.

Saka bangkit, keluar dari ruangan itu dengan kedua tangan yang masuk kedalam saku celana casualnya.

"Bunda," panggil Saka kepada istrinya.

"Iya pa, ada apa?" Gesa berlari dari dapur menuju Saka yang kini berdiri di ruang tamu.

"Ada apa pa ?" Gesa mengusap kedua tangannya di apron coklat yang tengah ia gunakan.

Tampaknya, ibu muda tersebut tengah bergelut dengan bumbu-bumbu dapur bersama asisten rumah tangganya.

"Jendra belum pulang?"

Gesa mengerutkan kening. "Belum pa, ada apa ?"

Saka hanya mengangguk lalu berjalan dan duduk di sofa dengan santai. Gesa menyusul dan turut duduk disebelah suaminya.

"Pa, ada apa ?"

"Anak mu berulah lagi."

Deg..

Suara suaminya sudah mendasar seperti ini, artinya Saka sudah memiliki amarah yang tertahan. Gesa menelan salivanya, terasa gugup dengan gambaran mengerikan yang akan suaminya lakukan untuk anak laki-lakinya.

JENDRA  (Revisi) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang