Sepuluh

1.1K 118 14
                                    

"jika memang sudah menaruh hati, lalu kenapa masih menyimpan rasa untuk orang lain?" Rajendra Pangestu

"Sayang, Jendra," Gesa berlari menuju anak laki-lakinya yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit dengan keadaan yang kurang enak dipandang.

Jendra melirik ke kanan, dimana bundanya sudah bingung dan heboh tak karuan melihatnya. "Hmm," jawabnya malas.

"Je, ya ampun. Mana yang sakit nak, ayo bilang bunda mana yang sakit?" Gesa meneliti setiap inci tubuh anaknya, tapi Jendra hanya mendengus biasa saja.

"Hati Je yang sakit nda," jawab Jendra membuat Gesa seketika terdiam.

Gesa duduk di kursi disamping ranjang Jendra, mengelus telapak anaknya dengan sayang, matanya menyiratkan rasa bersalah kepada laki-laki itu. "Je gak papa ?"

Jendra hanya berkedip, tak menjawab juga tak memberikan gerakan lain lewat kepala.

"Kepalanya sakit nak?" Gesa hendak mengelus kepala Jendra tapi Jendra langsung sedikit bergerak.

"Jangan pegang kepala Je dulu nda, masih nyeri," kata Jendra membuat Gesa sedikit luluh.

Saka duduk di sofa dengan anak perempuannya, kedua tangannya ia letakkan di sandaran sofa dan mata yang menyorot Jendra.

"Mangkanya jangan berantem terus kamu!"

Jendra sedikit tertawa lalu tawanya tertahan oleh rasa nyeri yang masih terasa di kepala belakangnya. "Masak Je suruh belajar terus pa ?"

"Iya lah, kan kamu calon penerus papa. Kamu harus lebih pintar dari papa!"

"Kan ada Zora pa," jawab Jendra tak terima jika hanya dirinya yang menjadi sasaran empuk papanya.

"Zora kan masih kecil bang," balas Zora lalu bermain ponsel kembali.

"Zora kan perempuan. Kamu laki-laki harus punya tanggung jawab Je,"

Jendra berdecih. Bibirnya terangkat keatas menampilkan senyum muak dihadapan bundanya. "Emang papa dulu tanggung jawab? Apa bedanya Jendra sama papa?"

"JENDRA!!"

"PAPA! bisa diem gak? Papa lupa ini dimana ?" Gesa mulai angkat bicara dan menatap suaminya dengan tatapan yang tak suka.

Dimanapun berada, selalu saja Saka membicarakan tentang harta warisan kepada Jendra. Tak adakah obrolan lain selain ini?

"Nda," lirih Saka mulai mereda.

"Diem!"

Saka langsung mengunci bibirnya.

Sedangkan Jio dan Wibi yang menunggu disofa menahan tawanya melihat Saka yang seketika terdiam kala bibir Gesa terbuka.

"Om Saka takut ya sama bunda Gesa ya ,Yo," kata Wara kepada Jio. Jio langsung menutup mulut Wara dan memberi kode agar tidak melanjutkan bicaranya.

Wara mencoba menjauhkan tangan Jio dari bibirnya. "Kok ditutup sih Yo!"

"Diem, atau gue perkosa Lo!"

JENDRA  (Revisi) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang