MERHABA!! MEET AGAIN WITH ME natasya03_ !!!
MOHON KOREKSI JIKA MENEMUKAN TYPO‼️
***
Seperti biasa, setiap pulang dengan cowok itu pasti dirinya tak langsung pulang ke rumah. Saat ini Inara sedang kesal— ah ralat! Ia sudah kesal sejak tadi, dan kini Arvin menambah kekesalannya. Cowok itu masih asik memilih menu, sedangkan Inara hanya menatap sekeliling.
"Woi." Arvin memanggil Inara saat waiter itu pergi meninggalkan mereka. Gadis itu masih saja membuang muka, tak ingin menatap Arvin.
"Honey, look at me." Arvin memegang dagu Inara agar gadis itu menatap wajahnya.
Inara mendengus kesal. "Apaan sih. Alay tau nggak."
Arvin memutar matanya malas, kemudian tangannya menggenggam kedua tangan Inara. "Lo masih marah gara-gara kemarin?"
"Kemarin yang mana? Nggak ada," jawab Inara ketus.
"Gue minta maaf, lo jangan salah paham dulu, oke? Waktu itu dia sendirian kehujanan, karena gue orangnya baik hati dan tidak sombong ya gue tolong. Walaupun terpaksa."
Inara memutar matanya jengah. Cih! Selalu saja songong. "Hm, gue tau."
"Ck! Harusnya gue yang marah sama lo," ucap Arvin dengan nada tak suka.
Gadis itu mengerutkan keningnya. "Ngapain lo marah, gue nggak ada salah."
"Lo kenapa lebih milih pulang bareng bajingan itu dari pada gue. Gue kan cowok lo, harusnya lo pulang bareng gue dong," papar Arvin panjang lebar. Karena malas berlama-lama dengan cowok itu, Inara menjawab seadanya.
"Hm, sorry."
"Lo masih inget kan omongan gue waktu itu? Lo itu punya gue, dan gue nggak mau berbagi apapun yang udah jadi milik gue." Arvin berucap dengan nada yang tajam dan tegas. "Apalagi sama si Skala liter itu."
Dahi Inara seketika berkeringat dingin. Oh shit! Kenapa suasananya jadi seperti ini. Bahkan untuk menelan salivanya sendiri pun susahnya minta ampun. "Y-ya."
Arvin tersenyum manis. Kemudian mencubit pelan kedua pipi Inara-nya. "Good bunny."
Suara deheman menghentikan kegiatannya. Ia sedikit menarik tubuhnya dari Inara. "Maaf mengganggu, ini pesanannya."
Di tengah santapannya, ponsel Arvin berdering mendadak. Di lihat dari namanya, Arvin langsung menekan tombol hijau. Kemudian menempelkannya di telinga kanan. Selama berbicara dengan si penelpon, raut wajahnya tiba-tiba menegang. Sorot matanya terpancar kekhawatiran yang besar. Inara yang melihatnya pun sedikit heran, sebenarnya apa yang dibicarakan.
Setelah telepon mati, Arvin menaruh benda pipih itu di saku celananya. Kemudian meletakkan dua lembar uang berwarna merah di atas meja.
"Ra, sebelumnya sorry banget ganggu waktu makan lo. Kita harus ke rumah sakit sekarang," ucap Arvin dengan nada lemas.
Melihat itu Inara ikut khawatir. "Nggak apa-apa, siapa yang di rawat?"
"Acha, tadi bunda yang telfon. Ayo." Arvin menarik tangan Inara keluar restoran. Cowok itu memakai helmnya dengan terburu-buru. Di rasa Inara sudah naik, Arvin langsung mengendarai motornya dengan cepat.
Inara memejamkan matanya, sembari memeluk perut Arvin dengan kuat. Dalam hatinya ia terus meramalkan doa-doa agar selamat.
Butuh waktu 15 menit untuk sampai di Curatio Hospital. Keduanya langsung berjalan cepat melewati koridor. Setelah mondar-mandir, naik lift, akhirnya mereka sampai di depan ruang rawat Acha yang tentunya VVIP. Mana mungkin ayahnya membiarkan anak tersayangnya itu di ruang rawat biasa.
Ceklek
Tepat saat ia membuka pintu, ia melihat Bundanya yang duduk di samping tempat tidur adiknya. Sementara Ayahnya, duduk di sofa sembari menonton laptop.
Arvin menggandeng tangan Inara masuk. Zella langsung menolehkan kepalanya, lalu tersenyum. "Eh ada Inara juga," ucap Zella.
Inara tersenyum— mengangguk, ia langsung mencium punggung tangan Zella.
"Bunda, Acha kenapa bisa gini?" tanya Arvin.
"Biasa, lagi main nggak liat jalan, terus keserempet."
"Kondisinya gimana, tante?" Inara bertanya setelah melihat Acha yang tidur dengan kaki kirinya di perban.
"Katanya ada keretakan sedikit, makanya di perban." Zella kemudian menepuk dahinya. "Astaga— Bunda lupa nyuruh kalian duduk. Arvin kamu sama Inara duduk bareng ayahmu ya."
Arvin mengangguk, mengajak Inara untuk duduk. Gadis itu sedikit kikuk saat ayahnya Arvin melihatnya dengan begitu intens. Dengan sopan, ia tersenyum kemudian mencium punggung tangan Devano.
"Belum pulang ke rumah?" Pertanyaan Devano di tujukan untuk Arvin. Cowok itu menyandarkan punggungnya di sofa.
"Belum, tadi abis makan bareng, terus Bunda telfon, jadi nggak sempet," jawab Arvin menyengir.
"Ayah." Suara anak kecil terdengar memanggil Devano. Pria itu langsung menoleh, kemudian bangkit menghampiri putrinya. Mengusap kepala Acha dengan lembut.
"Kenapa, hm?"
Gadis kecil itu memanyunkan bibirnya. Menatap ayahnya dengan pandangan melas. "Ayah, Acha nggak mau minum obat, nggak enak."
"Acha mau sembuh?" Gadis kecil itu mengangguk.
"Kalo mau sembuh itu harus …" Devano menggantungkan ucapannya, agar Acha sendiri yang meneruskan.
"Makan es krim," jawabnya tersenyum riang.
"Eh? Kok es krim? Kata siapa?" tanya Zella yang heran. Harusnya kan kalau mau sembuh, ya minum obat. Kenapa ini malah minum es krim?
"Bang Arvin."
Remaja yang sedang menyandarkan kepalanya di bahu sang gadis itu langsung tegap. Menatap adiknya tak percaya. "Hah? Apaan kok abang?"
Tubuhnya menjadi tidak enak saat kedua pasutri di depannya menatap dirinya dengan tajam. "Serius Yah, Bun. Bukan Arvin, pasti si Caka atau Awan," ucapnya dengan gugup.
Inara yang melihat itu menahan tawanya. Astaga, coba kalian lihat muka Arvin yang biasanya songong, kini ketakutan seperti du kejar anjing.
***
HAI!! ADA PESAN UNTUK PART INI??
MAKASIH UDAH MAU NUNGGUIN CERITA INI UPDATE ❤️
YUK VOTE, AND KOMEN UNTUK NEXT 🔥🔥
FOLLOW natasya03_ BIAR TAU APA AJA PEMBARUANNYA ✅
SEE YOU 👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
POSESSIVE ARVIN [GS 2]
Teen Fiction[ WARNING!! CERITA INI DAPAT MEMBUAT ANDA INGIN MEMUKUL ORANG LEWAT KARENA BAPER DAN KESAL‼️ ] Sekuel POSESSIVE DEVANO [ FOLLOW SEBELUM BACA!!! AGAR PART TIDAK HILANG-HILANGAN ] *** Arvin Kevlar Gramantha. Seorang pemuda yang mempunyai kepercaya dir...