Arabella Part 3

6.3K 399 2
                                    

"Apa maksudmu?" tanya Gibran penasaran pada Vian.

"A-ah tidak kak. Pasti bocah ini hanya mengada-ngada" Bukan Vian yang menyawab tetapi Maya, adik kandung dari Gibran.

"Udah lah, ayah mending duduk. Kita tunggu dokter" kata Rafa menahan kemarahan ayahnya.

Lalu datang orang tua angkat Ara mereka langsung menghampiri Vian dan...

Bugh'

Vian mendapatkan bogeman mentah dari Yenny membuat semua orang melongo termasuk keluarga si kembar yang sedari tadi menatap ke depan dengan pandangan kosong.

"Mana janji kamu yang nggak akan biarin Ara pulang ke keluarga bajingannya hah? Kamu bodoh Vian... Mommy sudah bilang jangan biarkan Ara pulang ke keluarganya" ucap Yenny frustrasi.

"Heh siapa yang kalian sebut keluarga bajingan?" tanya Gibran murka.

"Ayah.." peringat Rafa.

"Tentu saja keluargamu, bodoh. Kalau saja Ara mau tinggal bersama keluarga kami yang benar-benar menyayanginya pasti dia tidak akan tersiksa sampai berakhir begini" sarkas Nando.

"Kau.." Gibran dan Dinsa terdiam, mereka tidak bisa menyangkal itu. Jika saja Gibran tidak melakukan kekerasan, Rena-nya pasti masih ingin tinggal bersamanya.

'Jadi mereka keluarga yang Ara maksud...' batin Gibran yang sekarang mengerti.

Gibran cukup tertegun ketika melihat Yenny memukul Vian karena tidak becus menjaga Ara. Dia bahkan bisa melihat dari tatapan Yenny, Nando, dan Vian, mengisyaratkan kasih sayang yang tulus.

"Maaf Mom Vian salah" ucap Vian yang menatap Yenny dengan mata berkaca-kaca.

"Hmm, jangan sampai lengah lagi. Kalau-kalau itu terjadi, kamu Mommy gantung di kandang singa. Paham!" mereka sedikit bergetar ketika membayangkan dirinya lah yang digantung.

"Vian. Gimana keadaan Ara?" tanya Nando tanpa ekspresi.

"Dokternya belum keluar Dad" ucap Vian dengan menatap Daddy nya. Nando sangat benci dengan laki-laki yang katanya gentle tapi dibentuk sedikit langsung ciut. Maka dari itu, Vian selalu menatap mata Nando ketika bicara.

"Apa perlu Daddy panggilkan Jean, Mom?" tanya Nando melihat istrinya begitu risau.

"Nggak bisa. Jean izin cuti buat balik ke negaranya" jawab Yenny dengan hati yang begitu tidak tenang.

Satu jam kemudian, tiga orang dengan pakaian dokter keluar dari ruangan UGD. Dua menuju keluarga si kembar dan satu menuju rombongan keluarga Ara.

"Gimana keadaan Ara, Adit?" tanya Yenny dengan dada berdegub kencang. Ara juga sudah dikenal karena sering mengontrol rumah sakit bersama dengan Vian, Yenny ataupun Nando.

"Maaf nyonya, nona Ara tidak dapat diselamatkan. Dia kehilangan banyak darah dan kaki sebelah kanannya hancur. Dia berpulang pada yang maha kuasa pukul 15.28" ucap dokter dengan air mata yang mengalir.

Orang yang menangani Ara adalah salah seorang anggota mafia dibawah kepemimpinan Vian yang lulus S3 sarjana kedokteran karena dibiayai oleh Ara sendiri. Ara menolak keluarga angkatnya untuk membantu menyumbangkan uang. Oleh karena itu Dr. Adi langsung menganggap Ara sebagai adiknya.

"NGGAK... NGGAK MUNGKIN!!! ARA ANAKKU MASIH HIDUP ADITT" ucap Yenny membentak

"Tidak nyonya, nona Ara sudah tiada" ucap Dr.Adi dengan bahu bergetar.

"APA YANG KAMU BILANG??? ANAK KAMI KUAT!! DIA PASTI MASIH HIDUP DOKTER" teriak Dinsa sambil menangis. Karena terlalu syok, Dinsa pingsan sedangkan Yenny hanya bisa terduduk lemas di lantai.

"Maaf semuanya, saya pamit untuk mengurus jenazah nona Ara" Dr. Adi meninggalkan keluarga Ara dengan rasa sedih yang mendalam.

"Ini nggak mungkin kan bang.. NGGAK! RENA NGGAK BAKAL NINGGALIN KITA. BANG BILANGIN DOKTERNYA, KALAU ARA MASIH HIDUP BANG!!! Ara kamu jahat banget ninggalin kita.." kata Rafa sambil membentak Reynald diakhiri sebuah gumanan yang masih bisa di dengar.

Reynald langsung memeluk dan menepuk-nepuk punggung Rafa yang masih histeris.

"Ara udah tenang di sana. Dia pasti udah nggak sakit lagi" mendengar perkataan kembarannya, Rafa mendongak dan memperlihatkan wajah bingung sekaligus sedih.

"Maksud abang apa?" Reynald tersentak kaget, dia tidak sadar dengan ucapannya. Mulutnya seolah olah menyuruhnya untuk mengatakan kebenarannya.

"Ap-apa?" tanya Reynald gagap. Reynald tidak bisa untuk tidak gugup.

"Maksud abang apa bilang Rena nggak bakal sakit lagi?" Rafa mengulang pertanyaannya lebih jelas. Melihat Reynald hanya terdiam, Rafa tambah frustrasi.

"BANG REY!!" teriakan Rafa membuat keluarga Ara menoleh. Mereka mendekat karena firasat mereka Reynald dan Rafa sedang mengatakan hal serius tentang Ara. Gibran yang sedang menjaga Dinsa langsung keluar dari ruangan.

"Re-rena, Rena.. Dia... Tumor otak"

Deg

Gibran yang baru akan bertanya langsung mematung. Tubuhnya melemas hingga Juna harus menahannya. Yenny yang sedari tadi ada di gendongan Nando langsung berontak meminta turun.

"Apa? Tapi Ara nggak pernah cerita sama saya. Kamu bohong kan?" kata Yenny yang dilanda perasaan bersalah.

"Nggak tante. Sewaktu itu saya ke kamar Rena, dan saya liat banyak tisu yang berumur darah. Saya juga liat beberapa buku diary yang tebal-tebal di kamar Rena. Nggak lama setelah itu, Rena keluar, dan keadaannya itu pucet banget. Saya tanya kenapa dan dia cuman bilang 'gapapa kok bang' di situ saya curiga. Jadi saya inisiatif buat tidur dikamar Rena. Malamnya saya cari obat yang waktu itu Rena minum, tapi bukan cuman obatnya yang ketemu tapi malah surat keterangan dari rumah sakit. Disana tertulis kalau ternyata Rena terkena kanker otak. Dan itu udah dari 3 tahun yang lalu. Besoknya saya nyuruh Rena buat kemo tapi Rena nggak mau, dan dia bilang di sisa umurnya dia ingin membahagiakan orang-orang terdekatnya" Reynald menjelaskan secara rinci. Dia kembali mengingat dimana dia mengetahui adiknya tumor otak.

"Ya allah Ren, kamu kenapa. Sini duduk dulu" kata Reynald khawatir sambil menuntun Ara yang pucat untuk duduk di ranjang.

"Nggak papa kok bang. Oh iya bunda nyuruh Rena turun kan?" kata Ara sambil mengalihkan pembicaraannya. Mau tidak mau, Reynald mengangguk pelan. Dia bisa mencari tahu sendiri apa yang terjadi pada Ara.

"Iya, yaudah yuk keluar. Mau abang gendong?" kata Reynald menawarkan membuat Ara terkekeh merasa lucu.

"Rena udah besar bang. Nggak usah di gendong-gendong" balas Ara sambil tertawa.

"Nah gitu dong, senyum. Kalo gitu abang duluan yah.." Ara  hanya mengangguk sebagai jawaban. Melihat Reynald keluar, Ara buru-buru mengkonsumsi obat yang ada di meja belajar dekat buku diary nya.

Kejadian itu Reynald rekam dan simpan baik-baik dalam otaknya sampai sekarang.

Kabar tentang anak kembar yang kecelakaan, hanya satu yang selamat yaitu si bungsu yang begitu menginginkan kematiannya.



***
Jangan lupa kasih vote dan komen yang banyak...

Arabella Secon Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang