ROSANNA
Nama itu terlukis di atas sebuah plang kayu bernuansa rustic dengan font bergaya tahun enam puluhan. Menggantung di salah satu bagian pagar dari batu alam dan besi. Terkesan klasik. Seperti bangunan sederhana dengan materi batu alam dan kayu di baliknya.
Sepasang mata berujung naik milik seorang perempuan berambut hitam panjang dan bergelombang mengamati bangunan tersebut. Lalu sekali lagi membaca nama pada plang, Sebelum sebelah tangannya mendorong pintu gerbang yang catnya tampak masih baru.
Setelah pintu terbuka, dia mengangkat sebuah tas perjalanan berwarna cokelat tua serta sebuah tas lain yang tampak berat dan penuh. Kemudian memasuki halaman bangunan yang tidak seberapa luas. Kakinya yang beralas sepatu bot berhak datar warna tanah melangkah di atas jalan setapak berpaving.
Tangannya merogoh saku jaket yang melapisi tubuh langsingnya dan mengeluarkan serenceng kunci saat menaiki undakan teras yang terbuat dari kayu. Diam-diam dia kagum. Di tengah cuaca tempatnya berada sekarang yang cukup sejuk, material kayu bangunan tersebut membuat siapapun yang melihatnya merasa hangat.
Dia baru memasukkan anak kunci ke lubangnya saat terdengar bunyi dari tas bahunya. Perempuan itu urung memutar anak kunci dan merogoh tas. Kemudian mengeluarkan sebuah ponsel pintar warna hitam. Layarnya berkedip seiring bunyi yang masih terdengar dari benda tersebut.
Kalani. Dia membaca nama yang tertera di layar sebelum menggeser ikon tombol hijau.
"Ya, Lan?" sapanya.
"Hai, Reva. Udah nyampe di Rosanna?" jawab Kalani.
"Udah. Baru aja," jawab Reva sambil memutar anak kunci.
"Abang taksi online-nya nggak susah nyari, kan?"
Reva tersenyum tipis saat memutar pegangan pintu dan mendorongnya hingga terbuka lebar. "Nggak, kok. Tempatnya gampang banget ditemukan gini."
"Oh. Syukur, deh." Terdengar Kalani berucap lega. "Soalnya terakhir ke sana, aku sama Mbak Lila kudu muter nyari jalan dulu. Waktu itu jalannya masih jelek. Banyakan kerikil daripada aspalnya."
"Sekarang udah bagus kok, Lan." Reva mengangkat tas-tasnya ke dalam. "Katanya masuk program pemerintah apa gimana gitu. Apalagi deket sini ada kawasan wisata."
"Ah. Nggak dari kemarin-kemarin itu jalan dibenerin! Jadi mobil Mbak Lila nggak harus masuk bengkel tiap habis dari sana." Reva tersenyum simpul mendengar gerutuan Kalani. "Ngomong-ngomong, kamu jadi berapa lama di sana?"
"Nggak tahu. Agak lama mungkin. Kenapa?"
"Nggak apa-apa. Kemarin Mbak Lila telepon aku. Kan sekarang dia tinggal di Ubud. Aku juga lagi sibuk banget sama kerjaan. Jadi bakal jarang banget ke Rosanna. Kamu bisa pake selama yang kamu mau. Satu bulan, dua bulan, terserah. Free of charge."
Reva menegakkan tubuh usai meletakkan tas-tasnya. Dia melipat sebelah tangan dan tersenyum samar. "Makasih banyak ya, Lan. Maaf kalau ngerepotin kamu sama Mbak Lila."
"Ih! Repot apa sih, Rev? Kamu memang butuh me time. Dan Rosanna adalah tempat yang tepat buat itu," sahut Kalani. "Enjoy your time, oke? Nggak usah pikirin apapun yang baru saja terjadi. Have fun di sana. Gaul sama tetangga-tetangga sekitar. Mereka orang-orang baik. Dan kamu bisa kabari aku atau Ambar kalau butuh pasukan hore."
Kali ini Reva tertawa kecil. Meski saat ini sendirian, dia merasakan cinta yang tulus dari teman-temannya. "Sekali lagi terima kasih, Lan. Aku nggak tahu bakal gimana kalau nggak ada kamu, Ambar, dan Mbak Lila."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreak Playlist [TAMAT] (SUDAH TERBIT)
RomanceTrawas adalah sebuah kota kecil di Mojokerto. Tempat Reva melarikan diri dari peristiwa menyakitkan yang baru dia alami. Di sanalah dia menemukan Heartbreak Playlist. Coffee Shop yang memiliki suasana kesendirian serta berkenalan dengan Jazz, lelak...