20 : MALAM PATAH HATI YANG SESUNGGUHNYA

944 161 41
                                    

Reva merasa, dia tidak seharusnya di sini. Beberapa hari di Trawas, memang membuat perempuan itu masuk dalam lingkar pertemanan Jazz. Dia cukup akrab dengan Dastan dan Sisca. Namun sepertinya tidak tepat jika Reva juga ikut mengetahui apa yang sedang terjadi dengan Dastan.

Hanya saja, dia bisa apa jika Jazz mencegahnya pulang ke Rosanna sendiri? Laki-laki itu berjanji akan mengantar Reva. Hanya setelah memastikan jika Dastan lebih baik. Entah lebih baik seperti apa yang Jazz maksud. Sejak ketibaannya saja, hanya satu kata yang bisa menggambarkan kondisi Dastan secara keseluruhan : berantakan.

"Gue ngerasa sia-sia," ucap Dastan muram. "Rasanya semua serba salah."

Dastan menceritakannya dengan susah payah. Bagaiamana dia bermaksud memberi kejutan pada Inge dengan berangkat ke Surabaya tanpa pemberi tahuan. Dastan membeli bunga dan bahan-bahan makan malam. Pergi langsung ke apartemen perempuan itu karena memiliki kunci cadangan.

Dia berencana memasak makan malam dan menunggu Inge tiba dari rumah sakit tempatnya bekerja. Dastan bahkan dapat membayangkan wajah terkejut dan bahagia Inge ketika melihat kedatangannya. Kemudian berlanjut dengan makan malam romantis, maraton film, dan mungkin akan diakhiri dengan apa yang disebut Dastan sebagai kencan di ujung malam–yang mana Reva tidak mengerti maksudnya.

Namun semua rencana Dastan harus hancur, ketika tiba di apartemen Inge dan mendapati bahwa tunangannya itu tidak sedang bekerja. Dia di unitnya bersama seorang laki-laki yang Dastan tidak kenal. Dastan juga sangat yakin bahwa laki-laki tersebut bukan teman biasa bagi Inge.

"Bagi gue sudah jelas laki-laki itu siapa." Dastan menyimpulkan. "Apa mungkin, perempuan berani pakai pakaian minim yang cuma dia pakai waktu tidur, di depan laki-laki yang dia klaim sebagai teman?"

Dastan menggeleng putus asa. Sementara ketiga orang di sekitarnya setia mendengarkan. Dastan memutar-mutar cangkir espresso­-nya yang dingin. Menatap benda tersebut seolah menunggunya berubah menjadi sesuatu.

"Inge kejar gue. Berusaha jelasin kesalah pahaman yang gue lihat." Dastan mendengkus sinis. "Apanya yang kesalah pahaman? Jelas-jelas dia bermesraan sama laki-laki-entah-siapa itu. Dan dia berharap gue percaya?"

Ruangan kafe kembali hening. Dastan mengambil cangkir espresso dan menandaskan isinya dalam sekali teguk. Sisca membelalakkan mata melihat kejadian tersebut. Kemudian menepuk-nepuk punggung Dastan saat laki-laki itu terbatuk setelah menghabiskan espresso sekaligus. Wajahnya terlihat berkerut karena pahit kopi yang dia rasakan. Namun, mungkin tidak lebih pahit daripada apa yang baru saja Dastan alami.

Malam sudah semakin larut, dan kendaraan yang melintas di depan Heartbreak Playlist mulai sepi. Coffee shop dan tempat nongkrong di sekitar mereka mulai tutup meski ada beberapa warung tenda yang tetap buka hingga menjelang subuh.

Dastan belum ingin pulang. Dia meminta izin kepada Jazz untuk menyendiri di kafe dan berjanji akan membereskan tempat tersebut sebelum pulang.

"Gue juga pulang nanti, Jazz," sahut Sisca. "Cuma mastiin kalau besok nggak ada mayat orang yang lagi patah hati ditemuin di sini."

Ucapan Sisca yang lagi-lagi pedas, entah mengapa justru mencairkan suasana. Jazz hanya tersenyum tipis ketika mendengarnya. Namun dia bersyukur. Bagaimanapun, itu menandakan bahwa Sisca peduli.

Jazz mengizinkan kedua sahabatnya berlama-lama di Heartbreak Playlist. Dia menitipkan kunci pada Sisca dan meminta perempuan itu datang lebih awal untuk membuka kafe pada keesokan hari.

Setelahnya Jazz mengantar Reva kembali ke Rosanna. Perempuan itu mungkin sudah ingin merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Saat ini, waktu telah menunjukkan lewat tengah malam. Jalanan sepi saat Jazz mengantar Reva hingga ke depan pintu villanya.

Heartbreak Playlist [TAMAT] (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang