Reva pikir, ucapan Jazz mengenai Heartbreak Playlist yang ramai hanya sebuah candaan. Namun ketika dia tiba di tempat tersebut selepas maghrib, tempat parkirnya sudah tidak muat. Jazz terpaksa menitipkan motornya ke tempat parkir sebuah mini market tak jauh dari coffee shop-nya.
"Setiap malam minggu selalu seramai ini?" tanya Reva saat Jazz kembali.
"Nggak juga. Tapi seringnya seperti ini," jawab Jazz.
"Apa semua orang mau merayakan kesedihan berjamaah pas malam minggu?"
Jazz tertawa kecil. "Semacam itu. Malam ini bisa dibilang selalu ditunggu pelanggan Heartbreak Playlist."
Jazz tidak melanjutkan pembicaraan. Dia mengajak Reva segera memasuki Heartbreak Playlist. Reva menyapa Sisca yang sibuk di balik konter pemesanan. Kemudian menyebutkan soy latte dan lava cake sebagai pesanannya malam ini.
"Masih sisa satu bangku tuh, Rev. Sebelum diambil sama yang lain." Sisca menunjuk bangku bar tak jauh dari konter saat menyerahkan kembalian Reva.
Perempuan itu mengucapkan terima kasih sebelum beranjak menuju bangkunya. Tampak pengunjung masih akan terus memasuki Heartbreak Playlist. Rio, si waiter, menyambar sebuah papan berpenyangga logam dan meletakkannya di depan pintu masuk. Sekilas Reva membaca tulisan pada papannya,
Maaf. Sudah penuh.
"Hai, Mbak Reva." Sebuah sapaan membuat Reva menoleh.
"Hai, Mirza. Kok kamu di sini? Nggak sama Rio?" heran Reva saat melihat Mirza sibuk dengan cangkir kopi dan pencetak latte art.
"Kalau malam minggu aku bantu Mas Jazz sama Mbak Sisca di bar, Mbak," jelas Mirza. "Rio bisa handle pesanan, kok. Mbak Reva tadi pesen apa?"
"Soy latte."
"Habis ini aku bikinin ya, Mbak."
"Udah aku handle, Mir," sahut Jazz dari balik mesin espresso.
"Tapi Mas Jazz kan lagi bikin pesenan meja 18."
"Bisa sekalian, kok," ujar Jazz sambil lalu. Dia mengambil bahan-bahan lain dari bawah konter.
"Emang beda sih kalau udah pro," ujar Mirza sebelum meletakkan latte buatannya di atas nampan. Rio segera menyambarnya setelah menyapa singkat pada Reva.
"Udah nggak ada lagi yang datang, kan?" tanya Sisca seraya melepas apron. "Gue mulai, ya?"
"Mangga, Mbak. Langsung aja kayak biasanya." Mirza mengangguk pada Sisca. Perempuan berkacamata itu merapikan pakaian dan rambutnya, lalu melangkah menuju panggung mini. Di sana sudah disiapkan mikrofon yang dipasang pada penyangga serta tiga bangku berkaki tinggi.
"Mulai apaan?" tanya Reva pada Mirza.
"Malam Patah Hati," jawab Mirza sebelum berlalu untuk mengambil cangkir.
"Malam Patah Hati?" ulang Reva.
"Malam yang ditunggu para Heartbreakers. Itu sebutan buat para pelanggan tempat ini," sahut Jazz saat meletakkan frappe dan sepiring banana fritters di nampan baru yang segera disambar Rio. "Kamu lihat, deh. Sambil tunggu. Soy latte-nya sebentar lagi jadi."
"Cek. Cek. Selamat malam, Heartbreakers," sapa Sisca yang segera dijawab riuh oleh para pelanggan. Di saat yang sama, pintu kafe kembali terbuka. Sosok Dastan memasuki tempat tersebut dan segera menuju konter pemesanan. Sekilas, dia sempat menyapa Reva.
"Seperti biasanya. Selamat datang di Heartbreak Playlist. Dan selamat bergabung di Malam Patah Hati." Tepuk tangan singkat dan siulan sejenak memenuhi ruangan. "Gue mau ngenalin diri, buat yang belum kenal. Nama gue Fransisca Caroline Adinata. Lo bisa panggil Sisca. Gue merantau jauh dari Bandung ikut orang tua ke sini.
![](https://img.wattpad.com/cover/279552897-288-k641636.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreak Playlist [TAMAT] (SUDAH TERBIT)
RomanceTrawas adalah sebuah kota kecil di Mojokerto. Tempat Reva melarikan diri dari peristiwa menyakitkan yang baru dia alami. Di sanalah dia menemukan Heartbreak Playlist. Coffee Shop yang memiliki suasana kesendirian serta berkenalan dengan Jazz, lelak...