27 : JATUH (?)

890 133 38
                                    

Ibas Baskara : Reva. Mama udah approved kamu. Nanti kalau udah di Malang, kamu kirim kabar, ya. Kita ketemu di kantor pemasaran Daisies buat langkah-langkah selanjutnya. Sampai ketemu. Dan Rev, wellcome aboard.

Reva mematikan ponsel usai membalas pesan dari Baskara. Kemudian meletakkan benda tersebut di meja ruang tamu, tempatnya sedang menghabiskan waktu saat ini. Seharusnya Reva senang. Dia mendapat pekerjaan baru dengan mudah. Tidak lagi bingung harus bagaimana setelah ini.

Hanya saja, entah mengapa perasaan ragu justru menghantuinya dalam dua hari terakhir. Rasanya, semakin dekat dengan kepulangan Reva ke Malang, dia merasa semakin berat meninggalkan tempat ini.

Tidak. Lebih tepatnya, dia berat meninggalkan Trawas. Tunggu. Trawas atau sesuatu yang berhubungan dengan kota ini? Reva menghela napas seraya membanting punggungnya ke sandaran sofa.

Ingat tujuanmu ke sini, Rev. Untuk menenangkan diri, batinnya memperingatkan.

Dan apakah ketika Tuhan menganggap dirinya sudah tenang, maka Dia mengingatkan juga jika Reva harus kembali pulang?

Pulang. Sejujurnya selama beberapa hari terakhir, Reva telah merasa di rumah. Namun pada akhirnya dia sadar, dia tidak seharusnya di sini. Di tempat ini. Pandangannya menatap sekeliling ruang tamu Rosanna yang lampunya telah benderang.

Malam telah tiba sejak satu jam yang lalu. Namun dengan alasan yang sulit dijelaskan, perempuan itu tidak menonton televisi atau berjalan-jalan ke luar ruangan seperti biasa. Lagi pula, dia memiliki janji setelah ini.

Kemarin, selepas Reva dan Jazz dari air terjun, laki-laki itu ingin mengajaknya ke suatu tempat.

"Ke mana?" tanya Reva.

"Tempat istimewa,"  jawab Jazz penuh misteri. Beberapa waktu mengenal Jazz, Reva jadi terbiasa dengan sikap laki-laki yang gemar memberi kejutan itu.

"Oke. Kalau gitu aku harus pakai baju apa?"

"Terserah kamu. Pakai yang menurut kamu nyaman aja. Nanti aku jemput setelah maghrib," janji Jazz sebelum pamit untuk menyiapkan pembukaan Heartbreak Playlist.

Reva mengamati kemeja wanita berwarna netral dipadu celana katun yang dia kenakan. Berharap semoga cukup pantas untuk tempat yang akan didatanginya bersama Jazz. Sebagai penghangat tubuh, perempuan itu memilih mantel panjang.

Jazz. Reva menyebut nama laki-laki itu. Pandangannya menerawang.

Sejak malam Reva mencurahkan kegelisahannya yang diakhiri dengan tangis kepada Jazz, sosok lelaki itu seolah mendominasi pikirannya. Reva merasa takjub menyadari tak lagi memikirkan Jared.

Sebaliknya, entah bagaimana kini dirinya dengan mudah mengingat setiap peristiwa yang telah dilalui bersama Jazz. Dan anehnya, tak merasa kebosanan mengingat itu semua. Justru Reva merasa aneh jika tidak mengingat setiap detik kebersamaannya dengan Jazz.

Mengapa memikirkanmu begitu menyenangkan akhir-akhir ini? batin Reva.

Bunyi telepon mengalihkan perhatian Reva. Tampak foto profil kedua sahabatnya terpampang di layar ponsel. Tanda bahwa mereka mengundang Reva dalam panggilan video. Reva segera menggeser ikon tombol hijau dan segera bertemu dengan wajah-wajah cerah sahabatnya.

"Reva!" seru Ambar dan Kalani kompak.

"Hai, Mbak-Mbak cantik," balas Reva seraya tersenyum lebar pada mereka.

"Rapi banget, Mbak Reva," puji Ambar.

"Iya, lho. Biasanya kalau kita video call, kalau nggak pas kamu habis bangun tidur, ya lagi masak di dapur," timpal Kalani.

Heartbreak Playlist [TAMAT] (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang