Makan malam nyatanya berlalu penuh canda dan obrolan hangat. Reva berkali-kali memuji masakan Jazz yang menurutnya setara dengan restoran bintang lima. Dia bahkan memprovokasi laki-laki itu membuka usaha kuliner berbasis makanan utama.
Setelah beberapa porsi menu utama yang dengan semangat dilahap Reva, makan malam diakhiri dengan hidangan penutup istimewa. Double choco brownies yang biasa dipesan Reva di Heartbreak Playlist.
"Jadi yang di coffee shop itu bikinan kamu juga?" tanya Reva tak percaya.
"Yup. Resep dari ibuku. Dan banyak yang suka. Masih jadi kue terlaris, sih," ujar Jazz seraya meletakkan sepotong besar brownies di hadapan Reva.
"Terima kasih," ucap Reva sebelum memulai menyantap kue tersebut. Sementara Jazz membuatkan dua cangkir kopi hitam sebagai teman makan brownies. Menurutnya, minuman tersebut sangat cocok disandingkan dengan kue rasa cokelat apapun.
Sambil menyantap hidangan penutup, mata Reva kembali menjelajah ruangan tempatnya berada. Dia mengamati pajangan antik, lampu gantung dengan kap dari kain yang terlihat kuno, hingga tertumbuk pada satu benda menarik di atas bufet.
"Itu gramofon, ya?" Telunjuk Reva menunjuk sebuah benda kotak dari kayu dengan pemutar berwarna hitam di tengahnya dan penutup dari akrilik di atas buffet.
Jazz mengikuti arah yang ditunjuk Reva. "Oh. Itu turntable. Bisa dibilang versi modern dari gramofon," jelasnya. "Ayah dan ibuku beli waktu aku umur sepuluh tahun. Mereka sama-sama penggemar lagu-lagu lama dan koleksi vinyl. Dulu sering banget muter koleksi vinyl mereka yang di dalam bufet itu."
"Sekarang masih berfungsi nggak?" tanya Reva sebelum menyesap kopi.
"Masih. Mau coba dengar?"
Reva mengangguk pada tawaran Jazz. Laki-laki itu menyeruput kopinya sebelum beranjak ke bufet yang terletak beberapa langkah dari meja makan. Jazz berjongkok dan menggeser pintu bufet yang terbuat dari kayu jati. Reva memerhatikannya yang sedang serius memilih album piringan hitam.
Setelah menemukan lagu yang menurutnya cocok, Jazz berdiri seraya menutup kembali pintu bufet. Dia mengacungkan sampul album vinyl di tangannya pada Reva. "Frankie Valli. Pernah dengar?" tanya Jazz.
"Kayaknya belum. Bagus nggak, lagunya?"
"Kalau nggak bagus, nggak mungkin di-cover banyak penyanyi." Jazz tersenyum kecil sebelum membuka sampul vinyl dan mengeluarkan piringan hitam di dalamnya yang masih terlihat berkilau.
Dia membuka tutup akrilik turntable, meletakkan piringan hitam pada pemutar, menyalakan benda tersebut dan menempatkan tonearm-nya*) sedemikian rupa. Dalam waktu singkat, musik mulai terdengar. Dahi Reva berkerut demi mendengar suara yang muncul dan terkesan sangat lawas.
You're just too good to be true
Can't take my eyes off of you
You'd be like heaven to touch
I wanna hold you so much
[Frankie Valli – Can't Take My Eyes Off You]
Jazz mendekati Reva yang mendengarkan lagu tersebut di meja makan. "Gimana?" tanyanya.
"Aku nggak terlalu ngerti lagu lama. Tapi kayaknya bagus," ujar Reva. Kemudian mendongak pada Jazz. "Emang lagu tahun berapa?"
"1967," jawab Jazz singkat.
Kedua mata Reva membola. "Serius? Se-jadul itu?"
Jazz tertawa melihat wajah terkejut Reva, lalu mengangguk. Kemudian laki-laki itu mengulurkan tangannya pada Reva. "Mau dansa, nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreak Playlist [TAMAT] (SUDAH TERBIT)
RomanceTrawas adalah sebuah kota kecil di Mojokerto. Tempat Reva melarikan diri dari peristiwa menyakitkan yang baru dia alami. Di sanalah dia menemukan Heartbreak Playlist. Coffee Shop yang memiliki suasana kesendirian serta berkenalan dengan Jazz, lelak...