Dinding kamar

235 14 2
                                    

"Gak papa, nangis secapekmu, peluk sepuasmu. Kalau udah, jangan lupa berjuang lagi ya."

#Medina
______________________________

MASIH dengan pelukan hangat yang menenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MASIH dengan pelukan hangat yang menenangkan. Karina terus saja merekatkan pelukannya seakan tak ingin di lepas dan tak mau melepas.

Sesekali ibu Medina mengembangkan senyum, fikirannya mulai menerawang jauh saat Karina masih kecil. Wajah lucu, imut nan menggemaskan yang selalu menjadi sumber kebahagian bagi dirinya.

"Hem, ini ibu mau di peluk muluk, gak mau di lepas nih? Karina gak laper emang?"

Segera kedua tangan Karina melepaskan pelukannya. Perutnya tetiba berbunyi bertanda cacing-cacing yang ada di dalam sana tengah berdemo karena sejak semalam belum juga ia beri makan.

Mengingat semalam ia tengah meratapi hidupnya yang tengah kalut. Sehingga wajar jika kali ini ia benar-benar kelaparan.

"Heheheh, iya bu, Karina laper."
Karina menyunggingkan senyumnya sambil memegangi perut.

Ingin sekali ia mengutuk cacing-cacingnya itu karena berhasil membuat pelukan dengan ibunya terlepas. Padahal Karina masih belum puas untuk memeluk ibunya.

Namun lagi-lagi perutnya berbunyi kembali. Sepertinya kali ini cacing-cacing yang ada di dalam perutnya itu memang tengah dan sudah kelaparan akut.

"Ya sudah ayo masuk." Ibu Medina segera menggandeng tangan anaknya itu menunju ruang makan.

"Ibu cuma ada perkedel sama sayur sop, soalnya ibu juga gak tau kalau kamu pulang sekarang, tau gitu tadi ibu masakin masakan kesukaan kamu."

"Gak papa kok bu, yang penting perut Karina terisi." terang Karina menepuk-nepuk perutnya sebagai tanda bahwa ia memang ingin makan apapun yang ada agar perutnya tidak lagi meraung-raung kelaparan.

Bagi Karina kali ini, makanan apapun sekarang tidak masalah, yang terpenting cacing-cacing yang ada di dalam perutnya itu tidak sampai menggrogoti ginjalnya.

Karina menyantapnya dengan begitu lahap, sedang ibu Medina hanya menatap dengan begitu dalam sesekali ia menyunggingkan senyumnya kembali.

"Ibu gak makan?"

"Ibu sudah makan tadi di yayasan."

"Berarti perkedelnya Karina habisin ya?"

"Lah, makan saja sayang."

Karina pun menyantapnya dengan begitu khusuk sehingga ia sedikit tersendat akibat mengunyah terlalu cepat.

"Khuk-khuk-khuk." Karina menepuk-nepuk dadanya sesekali tangannya meraba gelas yang masig kosong untuk di isi air mineral.

Kapten Spektrum (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang