pecah~

36 5 2
                                    

Terkadang Tuhan masih menguji diri kita, untuk mengetahui seberapa sabarkah kita menungggu dalam menerima hadiah darinya.

#Madina

Ide gila yang tiba-tiba saja muncul semoga tidak menjadi Boomerang bagi dirinya, meski Karina sendiri masih belum yakin, ah lebih tepatnya ia masih begitu khawatir, takut-takut jika usaha yang di buatnya kali ini hancur berantakan kembali.

Namun tetep saja Karina akan mencobanya, karena bagaimanapun ia harus mencari jalan keluar atas hidupnya yang tak karuan.

Walau resiko besar pastinya akan tetep menghadang, namun kali ini Karina berusaha untuk tidak menyerah.

"Ibu Karina sudah siap." Terangnya menuju sang ibu yang tengah menunggunya di ruang tamu.

"Baik lah ayo." Segera ibu Medina menggandeng tangan anaknya, lama juga rupanya ia tak bergandengan tangan Dengan anak semata wayangnya itu.

Hingga setelah menghabiskan waktu di perjalanan sekitar 20 menit, kini sampailah Karina dan juga ibu Medina di tempat yayasan.

Karina tersenyum tipis sembari menatap sang ibu sekilas. Meski perasaannya sedikit khawatir, takut jikalau si Irfan menolaknya dengan mentah-mentah.

"Yuk masuk." Kali ini ibu Medina menawarkan Karina untuk segera masuk ke tempat tersebut.

Terlihat beberapa anak dan juga para psikiater yang begitu sabar mengajari mereka. Karina sedikit menyunggingkan senyum sambil menganggukkan kepalanya sedikit untuk menyapa mereka.

Meski dari mereka kurang merespon atas sapaan Karina, namun bagi Karina tak mempermasalahkan. Wajar saja, mungkin mereka belum akrab dan belum mengenal Karina.

Hingga sang ibu mengantarkan Karina ke dapur. Awalnya, ibu Medina ingin membantu karina untuk berbicara pada Irfan, hanya saja setelah mendengar kegaduhan di ruang kreasi, segera ibu Medina meninggalkan Karina sendiri.

"Karina ibu tinggal dulu, sepertinya ada anak yang butuh penanganan ibu, jadi gak papakan ibu tinggal?"

"Ah gak papa kok bu, Karina bisa bicara sendiri dengan si Irfan."

"Tapi kamu tidak boleh memaksa ya."

"Iya Bu, sudah ibu ke sana saja, sepertinya mereka sedang membutuhkan ibu, tenang saja, Karina baik-baik saja kok " ucap Karina dengan yakin.

Dengan sedikit khawatir meninggalkan Karina, namun tetep saja ibu Medina meninggalkannya, karena ada yang lebih penting dan ada yang lebih membutuhkan dirinya.

Sedang Karina segera melangkah menuju koki itu berada. Terlihat si Irfan yang tengah sibuk membuat adonan. Entah adonan apa yang kali ini dia buat. Yang pasti dia tengah sibuk.

"Hai." Karina melambaikan tangan kanannya dengan wajah sumringah menuju posisi Irfan berada.

Sedang si Irfan malah memilih fokus kembali setelah sepersekian detik terhenti karena mendengar suara Karina.
Namun setelah itu ia mulai fokus kembali mengolah adonan.

Tanpa sedikitpun merasa penasaran dan berniat menatap wajah Karina.

Sehingga Karina sedikit melangkahkan kakinya maju menuju posisi Irfan berada.

"Hai." Karina mencoba melambai-lambaikan tangannya kembali, Karina berusaha untuk menyapa Irfan, siapa tau dia tidak melihat Karina yang baru datang. Namun lagi-lagi Karina tidak mendapat respon apapun dari nya, sehingga karina mencoba melangkahkan kakinya kembali tepat di sampingnya.

Awalnya Karina ingin menyapanya lebih dekat dengannya , namun naas, ketika Karina mencoba melambaikan tangan kanannya, tiba-tiba ia menyenggol gelas berwana biru yang ada di depannya, sehingga jatuh bekeping-keping.

Sontak saja, Karina berteriak dan sedikit mundur ke belakang. Sedang Irfan yang sedari tadi tak menggubris Karina dan sibuk mengolah adonan, kini malah terfokus pada kelas yang terjatuh itu. Dengan penuh histeris ia mengambil pecahan gelas itu.

Sontak Karina terkejut karena reaksi dari si Irfan yang di berikan.

Dengan nada bicara yang kurang jelas, bahkan kosa kata yang di pakai kurang bagus, ia terus melafalkan kata-kata "tidak, pecah, jahat." Dengan ritme yang cukup cepat sehingga Karina merasa sedikit kebingungan dan khawatir akan terjadi sesuatu hal.

Sambil mengambil pecahan-pecahan itu untuk di satukan kembali. Tak peduli tangannya sudah berlumuran darah akibat menggenggam pecahkan gelas tersebut. Bahkan ia juga memukuli kepalanya sendiri Dengan posisi berdiri berputar-mutar.

"Irfan saya minta maaf, jangan memukuli kepalamu terus." Terang Karina sedikit berteriak karena suara Irfan lebih dominan keras.

Namun permintaan maaf Karina tak dapat respon apapun. Irfan malah terus menyakiti dirinya sendiri dengan memukuli kepalanya menggunakan tangan kanan sedangkan tangan kirinya masih terus saja berbicara dan memegang erat pecahan gelas tersebut. Ah lebih tepatnya pecahan gelas itu ia peluk.

Sehingga untuk mengantisipasi hal-hal yang tak terduga, Karina bergegas untuk meminta pertolongan dalam menangani irfan.

"Tolong-golong," Teriak Karina bergegas mencari seseorang.

Hingga ibu Medina yang secara tidak sengaja mendengar teriakan Karina segera bergegas menghampirinya.

"Ibu, itu, itu disana..." Ucap Karina terbata-bata, sambil menunjuk-nunjuk arah dapur.

Spontan ibu Medina bergegas menuju ke ruang dapur yang di ikuti oleh karina dari belakang dengan sedikit berlari.

Setelah melihat Irfan yang tengah memeluk pecahan gelas tersebut dengan tangan kirinya sedang tangan kananya memukul-mukul kepalanya, dengan posisi berdiri berputar-putar, sontak ibu Medina segera menangani.

Sedang Karina, ia sungguh merasa begitu khawatir takut jikalau terjadi sesuatu yang tidak terduga, karena bagaimanapun baru kali ini ia melihat seseorang bereaksi seperti itu. Detak jantung Karina terus saja bekerja lebih kencang dari dugaannya.
Perasaannya kini sudah tak menentu, takut jikalau Irfan mencoba melukai dirinya sendiri lebih dalam lagi.

Hallo kapten spektrum sudah hadir kembali, kuy jangan lupa kasih bintang dan komentarnya ya kak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hallo kapten spektrum sudah hadir kembali, kuy jangan lupa kasih bintang dan komentarnya ya kak...

Maaf banyak typo 🤣


Kapten Spektrum (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang