Aku mengerti, akhir cerita kita memang tak begitu indah. Masih saja pahit hingga aku belum menerimanya.
Kami bertemu, dan sungguh jujur saja aku mengenalinya. Sayangnya, sepertinya dia tidak demikian.
Kami memang tak pernah sedekat itu dulu, tapi kami pernah bertengkar hingga aku terlampau takut hanya dengan menyapamu. Rasanya tak adil bukan, aku mengenalimu sedangkan kamu tidak.
Hingga kini aku masih saja berusaha tidak mengenali mu. Biarkan saja, aku masih ingin punya waktu sendiri yang lebih banyak. Mungkin tidak sebermutu dulu, tapi mungkin saja aku butuh. Atau mungkin ini hanya alasanku untuk menjauh dari hal yang ku anggap buruk.
Aku sudah muak dengan kisah kita yang terdahulu, terlalu sakit rasanya hingga ingin lepas saja dari bumi ini. Masalah yang bahkan sampai sekarang masih saja sempat menyakiti batin. Tak ada yang lebih sempurna menyakiti dari ketakutan ku sendiri. Ketakutan itu datang bersama kamu.
Dia mungkin akan menjadi sehebat itu, aku tak menjamin. Aku akui dia memang sepintar itu. Mengalahkan ku yang jauh berbeda dari dirinya. Dia tampak begitu ideal untuk sukses dimasa depan. Aku mungkin tidak demikian.
Sudahlah, biar saja aku tak mengenalnya. Biar saja aku tak menyapanya lagi. Biar saja ku acuhkan dia. Agar luka itu tak muncul kembali. Agar luka itu tak menyakiti batin lagi. Agar luka itu tak sanggup untuk menangis lagi.
Biar, kita tak usah saling mengenal kembali saja. Biar kita jadi asing. Biar, aku sudah muak dengan luka ini.
Terimakasih telah hadir, aku pamit tanpa temu padamu.
Selasa, 3 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Dengan Kata |End|
Thơ caAku membuat karya ini sebagai bentuk rasa sayangku kepada diriku sendiri. Karena disini tempat aku menceritakan apa yang aku dapatkan dari kejamnya dunia. -Arani-