"Aku Lelah." katamu.

27 0 0
                                    

Kamu lelah? 
Sebelumnya kamu tidak mempermasalahkan saat saya bilang akan rindu setiap hari. Kamu bilang, "Tidak apa-apa, whatever floats your boat."
Saya tidak melakukannya untuk melakukan tes seperti apa yang kamu pikirkan. Karna faktanya, kamu sudah tidak lulus tes dari awal, oleh kata-katamu sendiri.

Kamu lelah? Jujur. Saya juga lelah.
Saya lelah sekali. Kenapa saya memaklumi banyak hal tentang kamu meski itu menguliti diri saya sendiri? Kenapa saya sekuat ini menjaga perasaan orang lain tapi perasaan sendiri berdarah-darah? Kenapa saya hobi sekali berkorban? Mementingkan orang lain, padahal diri sendiri terseok-seok?
Kenapa ya ampun!

Kamu lelah.
Rasanya seperti tenggelam?
Rasanya seperti di bawah air terjun?
Maka saya ingin bertanya, kenapa rasanya hati saya sakit sekali membaca pernyataanmu?
Saya menangis kencang sedetik setelah saya membaca kata-katamu di malam itu.
Saya, tidak tahu sudah membuatmu lelah. Saya sakit melihatmu kelelahan. Saya jahat.
Saya sakit melihatmu sakit. Saya ingin semua hal baik hanya terjadi pada kita berdua. Tapi, saya justru menyakiti kamu, dan diri saya sendiri.
Saya, juga terluka. Oleh kenyataan bahwa ternyata saya yang sudah berusaha ini masih saja tidak berhasil meluluhkanmu. Saya yang sudah memikirkan banyak topik pembicaraan ini justru menarikmu secara paksa untuk meresponnya.
Saya minta maaf. Tapi, saya juga terluka.
Jika seseorang bertanya, "Apa yang dia lakukan padamu?"
Maka saya akan jawab, "Dia tidak bersalah sama sekali. Saya yang kenapa. Kenapa saya harus suka lagi pada orang yang tidak berjuang 100% untuk saya."
Maaf.
Saya izin berkata kasar.
Ini... ̶t̶a̶i̶ ̶b̶a̶n̶g̶e̶t̶.̶ ̶A̶n̶j̶i̶n̶g̶ ̶b̶a̶n̶g̶e̶t̶.̶
Kamu tahu rasanya seperti apa? Seperti, saya tahu saya lelah, tapi saya tidak bisa berhenti karna kamu seindah itu. Padahal rasanya sakit sekali.

Ada di posisi kamu, itu membuatmu bisa mengatakan lelah berkali-kali. Tapi saya? Karena saya sadar di sini sayalah yang berjuang, saya hanya punya dua pilihan. Berhenti atau terus berjuang, walau saya lebih lelah.
Lelah pada tindakan inisiatif dan ekspetasi sendiri.
Ingat tentang foto kamu yang pernah saya post di instagr*m?
Jujur saja, Sayang. Lelah sekali sudah menyusun kalimat seindah itu, saya post tanpa saya bilang ke kamu, saya sangat bahagia selama proses upload-nya, saya pikir kamu akan bahagia juga karna saya menggambarkan sosokmu seindah itu, tapi saya salah. Kamu justru merasa tidak nyaman. Lalu saya hapus, padahal proses saya membuat kalimat dan foto itu berjam-jam. Penuh niat.
Kamu tidak nyaman karna, seperti "Saya itu bukan siapa-siapa tapi mengapa upload foto dan kata-katanya seindah itu?"
Kamu tahu? Saya sedih karna tulisan saya tidak memperoleh feedback yang baik. Tapi, bodohnya saya meminta maaf terus sama kamu, karna saya mementingkan perasaanmu yang tidak nyaman.

Kamu mungkin ingin yang sewajarnya. Dan saya sulit mengatur perasaan sayang saya yang meluap-luap. Karna ekspetasi saya yang mengharapkan respon baik, saya disakiti oleh ekspetasi itu sendiri. Saya merasa tidak dihargai.
Dan yang lebih membuat saya semakin sakit, karna...
KENAPA SAYA MINTA MAAF HINGGA BERKALI-KALI HANYA UNTUK MEMASTIKAN HATIMU SUDAH BAIK-BAIK SAJA DAN PERASAAN TIDAK NYAMANMU HILANG. KENAPA?
KENAPA SAYA SAMPAI SEPERTI ITU PADAHAL SAYA JUGA SAKIT HATI?
Saya kesal pada diri sendiri. Saya marah.
Seperti, I put you first than myself. Seperti, nanti sajalah memikirkan perasaan sendiri, yang penting kamu nyaman dulu sama saya. Haha! Kenapa hati saya segoblok itu?

Kata teman saya, "Orang tulus akan tampak bodoh di mata orang yang tidak tahu rasa tulus itu seperti apa."
Posisi saya itu seperti, saya menomersatukan kamu, tapi di balik itu saya tetep merasa "Kok ini mengenaskan sekali? Bodoh, ini murahan banget!" Seperti itu.
Berat. Ingin saya matikan saja perasaan peduli ini. Mati saja.
Saya lelah mementingkan perasaan orang lain.
Ya. Sudah tahu lelah, namun masih saja saya lakukan.
Sialan.
Allah beri hati yang utuh seperti ini, tapi dihancurkan oleh diri sendiri.

Sayang...
Kamu membuatku ingin menciummu, tapi sekaligus ingin lari menjauh pada saat yang sama.

Mate in YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang