25

440 62 113
                                    

****


"Na.. sumpah gue capek denger lo nangis udah 2jam, pala gue puyeng." keluh Ara temannya itu entah datang untuk menjenguknya atau numpang nangis.

"Hiks andai aja Nana tadi ada disana." ulangi Nana ke 38291 kalinya.

Ara membalikan tubuhnya ke samping, telapak tangannya mulai terasa perih, apalagi rambut nya seperti di cabut satu persatu.

Bekas cakaran juga tercetak jelas dimana-mana, ah sepertinya untuk sementara waktu ia akan mengurung diri dikamar.

"Ara gak marah kan?" tanya Nana lemah.

"Nana sayang.. gue udah berapa kali bilang, gue gak marah sama lo, apalagi dendam." jawab Ara, tersenyum lembut. Jika memakai otot, ia yakin tangisan Nana akan semakin kencang,

Saking kencanganya speaker di masjid pun akan kalah.

"Ko Misel bisa sejahat itu sih Ra?"

"Mungkin saking takutnya kehilangan Geo na, gue juga gatau pasti." ujar Ara seraya mengusap air mata Nana.

"Ara jangan sedih ya, kan masih ada Nana yg gabakalan pernah jahatin Ara."

"Aaa sini dong peluk."


◦•●◉✿oOo✿◉●•◦


"Geo!" panggil seseorang yg baru saja tiba di apartemen nya.

Geo hanya melirik sekilas, kemudian menghisap kembali rokok yg baru saja ia keluarkan dari bungkusnya.

Kepulan asap melambung di udara dengan sigap gadis itu mengibas-ngibaskan tangannya,

Selain takut jadi penyakit ia juga tidak ingin menghirup bekas lelaki ini, jika pun memungkinkan ia ingin membawa sendiri pasokan oksigen nya dari rumah.

"Gue tau lo dalang dari semua ini."

Geo tersenyum simpul, gadis yg kini duduk di sebelahnya sudah tidak diragukan lagi "Good girl."

"Udah cukup Geo, lo mau sampai kapan kaya gini?"

Tampak acuh Geo malah merapatkan dirinya, mendekatkan wajah, menghirup dalam-dalam aroma cerry yang berasal dari gadis itu.

"Gue belum puas."

"Mau sampai kapan? apa dengan hidup kayak gini bikin Bella seneng? engga Geo!" ucap gadis itu seraya menjauhkan dirinya dari jangkauan Geo.

"Terlambat, gue udah mulai. Gak bisa dibiarin gitu aja."

"Gue tau dalam hati kecil lo sebenarnya gak tega liat Ara kayak gini."

"Ck, apa lo pikir gue punya perasaan sama dia?"

"Tanya sendiri sama hati lo." ujar gadis itu, memakai kembali tas kecilnya, kemudian mulai melangkahkan kakinya.

Tidak kalah cepat, Geo terlebih dahulu menarik gadis itu hingga ia terduduk di atas pangkuannya,

"Temenin gue malem ini."



◦•●◉✿oOo✿◉●•◦

Lima belas menit setelah kedatangan Albi, di ruang tengah Bunda Ririn memulai acara dakwah nya,

Dengan emosi yang berapi-api, hati Bunda Ririn seperti terinjak-injak melihat anak semata wayangnya di perlakukan seperti sampah, tak berharga.

"Pokoknya bunda bakal bawa kasus ini ke jalur hukum, titik! yg komen bunda kirim ke neraka sekarang!" ucap Bunda final.

Ara, Albi, dan Nana menelan saliva kuat.

"B—bun Nana pamit ke dapur ya ngambil air ." ucap Nana setengah berbisik.

Ara menginjak pelan kaki Nana memberi sebuah kode yang ah otak Nana kesulitan mencernanya.

"Kenapa Ra?" bisik Nana di telinga Ara.

"Itu air ada di depan lo Na."

Nana mengangguk penuh arti, sebelum akhirnya

"A—air garam m-maksudnya buat ngusir set—."

"Hm?"

Albi mesem-mesem di susul tawa kecil Ara. Sial temannya itu selalu saja tidak tau waktu.

"Bun udah bun kasian tuh Nana udah kayak orang yang lagi nahan berak hahaa." tawa Ara akhirnya pecah, melihat ekspresi idiot  Nana.

Dari samping Albi memandang gadis itu teduh, bibirnya membentuk bulan sabit tat kala melihat gelak tawa Ara yang seperti biasanya,

Sempat takut, setelah kejadian tadi Ara akan menjadi gadis yang murung, namun untunglah kekhawatirannya itu tidak terjadi.

"Ciee." goda Bunda Ririn menangkap basah Albi.

Ara mengernyit bingung, melihat tingkah bundanya yang sudah seperti abg labil, tadi marah-marah sekarang cengengesan,

"Aduh bun apa kita pergi aja ya dari sini?" tanya Nana yang juga menyadari maksud dan tujuan bunda Ririn, kalo soal begini otak Nana lumayan cepat mencernanya.

"Loh kalian kenapa?"

"Yuk Na, bunda kayaknya lupa deh belum ngunci toko."

Gadis itu mulai mengedarkan pandangannya, sebelum akhirnya mata nya dan mata Albi bertemu,

Seolah-olah terperangkap, keduanya malah larut dalam tatapan yang sejenak memberikan ketenangan.

Bunda Ririn dan Nana, mulai melangkahkan kakinya pelan-pelan sebab tidak ingin membuat mereka berdua tersadar, biarkan saja sebagai orang tua ia akan memberikan waktu untuk putrinya,

Sepertinya akan mustahil bagi Ara untuk melakukan hal-hal diluar batas, apalagi Albi lelaki itu sangat menghormati wanita.


Setan be like :

Setan be like :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


****






AleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang