26

417 68 83
                                    

****

Hari ini sesuai perintah kepala sekolah, Ibu Mia selaku wali kelas Ara dan Misel mengundang orang tua mereka untuk datang kesekolah, membicarakan masalah yang terjadi antar anaknya kemarin.

Dari pagi tadi bunda Ririn sudah menongkrong manja di ruang guru, menyesap secangkir teh yang telah dibuatkan oleh Bu Mia yang seharusnya teh manis tapi jadi terasa pahit. Bunda Ririn hanya bisa memaklumi ini bukan rumahnya yang sudah serba komplit, lagipula kalo dipikir-pikir malah bagus untuk proses diet nya.

"Orang tuanya Misel teh mau kesini apa engga? udah lama banget ini saya nunggu." ucap Bunda Ririn dengan nada sebal pasalnya teks yang semalam penuh ia hapalkan untuk membuat orang tua Misel tidak bisa berkutik sudah mulai remang-remang.

"Mohon ditunggu ya bu, mungkin sebentar lagi." jawab bu Mia lembut, pandangannya pun tidak lepas dari arah pintu.

"Hadeh gatau apa kalo saya ini orang sibuk, kalo dia sampe gak dateng. Saya akan bawa masalah ini ke jalur hukum!"

Tok tok tok

Pintu terbuka memperlihatkan seorang ibu-ibu mungkin sedikit tua dari bunda Ririn dengan gaya menor ala-ala pedangdut, mengibas-ngibaskan rambutnya, tak kalah menarik ia juga memakai topi pantai, dan satu lagi jangan lupakan bajunya yang kekurangan bahan,

Bunda Ririn dibuat terkejut namun tak kalah terkejut dari guru-guru yang berada disana, heran baru pertama kali mereka melihat ada wali murid yang berdandan seperti itu.

"Tunggu, jangan bilang itu orang tuanya Misel?"

"Aduh permisih sayah mauh nanyah ruang administrasih dimanah yah?" tanya ibu-ibu itu dengan nada mendayung-dayung juga kedipan mata yang sudah seperti kelilipan gajah.

Dengan mata yang ditutup rapat pak Deni sang guru agama menjawab "Ya Allah dosa besar ini kalo diliat terus, ruang administrasi nya lurus lalu belok kanan say—eh bu." koreksi nya lalu melenggang pergi keluar.

Ditengah-tengah pertanyaan besar siapa wanita itu, seseorang menyerobot masuk tanpa izin dengan penampilan yang lebih parah dari ibu-ibu tadi,

Rambut acak-acakan, maskara luntur, dres merah mencolok yang memperlihatkan setiap inci lekuk tubuhnya, high heels 45cm senada dengan warna bajunya, dan juga bau alkohol yang semerbak.

Lagi-lagi sukses membuat terkejut orang-orang yang berada disana.

Bunda Ririn membuka mulut lebar-lebar dengan matanya yang melotot seperti akan melompat keluar, lalu tanpa sadar diminum nya teh pahit itu.

"P—pait pisan gusti."

"Aduh ibuh kaloh jalan ituh pelan-pelan dongh, topih sayah jadih terbang kebawa angin."

"M-maaf bu saya gak liat." jawab ibu-ibu yang masuk barusan seraya menundukan kepalanya.

"Sayah maafkan lain kalih hati-hati yah, kaloh gituh sayah pamit."

"Iya bu sekali lagi maaf."

Sepeninggalnya ibu-ibu yang berdandan heboh tadi, semua mata langsung tertuju pada ibu—yang belum diketahui namanya ini.

Menatap lekat wajahnya, Bu Mia seperti tersadar jika ia pernah bertemu dengan wanita ini. Kapan dan dimana nya, ia lupa.

"Maaf, ibu?"

"Saya Erin, orang tuanya Misel Bu."

Bu Mia menutup mulutnya terkejut, pantas saja ia tidak bisa mengenalinya langsung. Toh penampilan wanita ini sudah berubah 360°,  semester kemarin pertama kalinya mereka bertemu Mama Erin terlihat sangat rapih dengan setelan jas mewah yang seolah-olah memberitahu jika dia adalalah seorang wanita karir yang sukses.

"Ah iya, silahkan duduk bu." kata Bu Mia akhirnya setelah tersadar dari keterkejutannya, lalu mempersilahkan Mama Erin duduk— di samping bunda Ririn.

"Ibu habis mabok yah?" celetuk bunda Ririn dengan mengenduskan idungnya, Bu Mia melongo tak habis pikir gak anak gak ibu sama-sama absurd.

"E—eh iya, semalam ada pertemuan dengan klien. Saya gak sengaja ikutan minum." suaranya terdengar bergetar, mendapati tatapan mencemooh dari bunda Ririn.

Halah bilang nya aja gak sengaja taunya emang doyan—batin bunda Ririn.

"Langsung aja Bu guru jangan dilama-lamain lagi, udah siang banget kantor saya belum dibuka kasian karyawan nungguin."

"Jadi begini kemarin anak-anak ibu terlibat perkelahian—"

"Anaknya situ duluan nyerang anak saya, padahal anak saya gak ngapa-ngapain loh. Cari masalah aja." sela bunda Ririn, "Kalo dari pihak saya mah dari awal juga mau bawa masalah ini ke jalur hukum."

Mama Erin langsung bertekuk lutut di kaki Bunda Ririn setelah mendengar kalimat terakhir dari wanita itu "Bu saya mohon ampun, tolong maafkan anak saya yang sudah keterlaluan terhadap anak ibu, saya janji setelah ini akan mendidik dia dengan benar."


◦•●◉✿oOo✿◉●•◦


"Satu suap lagi."

Ara memanyunkan bibir dengan gelengan kepalanya yang kukuh, perutnya sudah tidak kuat lagi menampung. Semakin dipaksakan, rasa mual itu semakin menjadi-jadi. Gak etis kan kalo tiba-tiba ia memuntahkan kembali isi perutnya didepan Albi, harga dirinya mau dikemanakan?

Jika hal nya nasi sudah tak kuat ia tampung, es krim malah mempunyai tempat tersendiri didalam perutnya, kira-kira masih cukup lah sekitar 10 dus.

"Iya iya gue beliin es krim." Mata Ara langsung berbinar setelah mendengar kata es krim, lalu tanpa aba-aba kedua tangannya melingkari leher Albi kontras dengan kepalanya yang ia sandarkan di dada bidang lelaki itu.

Rasa senangnya gak main-main, setelah mengalami situasi mengerikan seperti kemarin Ara selalu saja menginginkan es krim untuk menyejukkan hatinya.

"Albi makasih ya lo baik banget, nanti duit nya gue ganti kalo gak lupa tapi semoga aja lupa."

Ucapan Ara barusan sepertinya tidak didengar oleh lelaki itu, karna nyatanya Albi hanya diam mematung dengan raut wajah seperti.. Ah entah terlalu sulit diartikan.

"Buset Al detak jantung lo— LO SAKIT?"

Karna tak kunjung dijawab Ara semakin merapatkan telinganya ke dada sebelah kiri Albi, mendengarkan dengan seksama suara detak jantung lelaki itu yang terdengar sangat cepat. Ara membatin apa jantung Albi bermasalah?

Mendongakkan kepala, keterdiaman Albi membuat Ara berinisiatif untuk mencubit perut lelaki ini, biar tau rasa orang ngajak ngomong malah di anggurin kan gak sopan.

Albi meringis, otak nya tiba-tiba saja kosong melompong. Tadinya ia akan mendorong tubuh Ara agar tidak terlalu menempelinya, namun sial tubuhnya sendiri malah menghianatinya.

"Apa?" tanya Albi canggung terlihat sangat dari gestur tubuhnya.

Ara melepaskan pelukannya, lalu kembali merebahkan tubuhnya dikasur, Albi itu benar-benar spesies manusia paling menyebalkan dimuka bumi.

Kasian juga yang bakal jadi jodoh nya nanti, pas malam pertama malah disuruh ngomong sama tembok. Ganteng sih iya, tapi kalo cuma bikin ngebatin ya skip lah.

"PUNTEN."

"PAKET."

"ASALAMUALAIKUM"

"ATUK OH ATUK."

"KAK ROS SAYE DATENG."

"KAMI SELAKU GENERASI MUDA BERJIWA MEMBARA MENUNTUT PEMERINTAH UNTUK MENURUNKAN HARGA SUTRA KUALITAS PREMIUM, TOLONG PAK KASIHANILAH KAM—"

"TAMBAHAN JUGA BUAT ROKOK D'JARCOK, WOI JANGAN DITAIKIN TERUS DUIT JAJAN GUE KAGAK NYAMPE."

Baru saja Ara akan menutup matanya, namun sayang seribu sayang teriakan keras dari teman-temannya itu masuk tanpa permisi ke dalam telinganya yang suci.

"WOI RUMAH GUE BUKAN GEDUNG DPR JANGAN PADA DEMO DISINI!!"


****







cuma mau bilang, jangan keenakan jadi sider ya! vote + komen gabakal bikin jari kalian kriting.

AleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang