16

473 146 186
                                    

****

Setelah acara makan selesai, Albi memutuskan untuk segera pulang. Bukan karena apa, tentu saja karena ia tidak bisa berlama-lama dengan Ara.

Albi terlalu takut jika harus terus berhubungan baik dengan orang lain, selain itu hidup menyendiri adalah satu hal yg membuat dirinya merasa aman.

"Albi woi." panggil Ara dengan mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Albi.

"Hm"

"Ngelamun aja lu kerasukan ya? apa lupa gak bawa dompet?" cerocos Ara.

"Kenapa?"

"Pesen minum lagi boleh ya?"

"Gak."

"Ih pelit banget."

"Pulang."

"Baru juga jam 9, lemah banget." sinisnya.

"Kantongin."

"Gila, lo kira ini kantin sekolah."

"Terus?"

"Mau upload di ig ih, gak estetik banget masa di kantongin!!" ucap Ara dengan cemberut.

"3 menit."

"GAUSAH GAJADI!" teriak Ara yg langsung jadi bahan tontonan pengunjung lain "Aduh maaf udah bkin gaduh hehe, ini nih kaka saya masa mau ikut nganter ke toilet." lanjutnya kemudian.

"..."

🎃

Di perjalanan pulang, tak henti-hentinya Ara menyindir Albi karena dirasa terlalu pelit bahkan hanya sekedar menambah satu minuman saja.

Memaki dalam hati pun sudah tak terlewatkan lagi. Gagal sudah rencana nya untuk membuat feed instagram nya aestetik. Lagi pula, kapan lagi dia akan merasakan makan di tempat mewah seperti tadi. Sekalipun diajak jalan oleh bundanya sudah pasti ia hanya di bawa ke warteg.

Meskipun merasa kesal, Ara juga sedikit berterima kasih padanya. Jangan jadi manusia gatau diri, tapi kalo keadaan memaksa ya bisa di bicarakan lagi.

"Lo ngerasa gak si?" tanya Ara.

"Gak denger."

"Budeg lo."

"..."

"Eh eh Al stop." perintah Ara tiba-tiba.

"Hotel?" tanya Albi bingung, untuk apa Ara menyuruhnya berhenti disini?

"Sssttt diem." cowo itu hanya berdehem sebagai jawaban "EH ANYING ITUKAN GEO?" teriak Ara.

"Mana?"

"ITU IH MASA GA KELIATAN?"

"Gak."

"Goblok, buka mata lo!"

"..."

"ASTAGHFIRULLAH MALAH PELUKAN" jeritnya lagi.

"Kuping gue sakit."

"ALBI!"

"Hm."

"Itu cewek nya kaya gak asing ya?" otaknya langsung berpikir keras, Ara yakin ia mengenal sosok gadis itu.

"Apa gue coba telpon aja? siapa tau gue salah liat." tanyanya ragu-ragu "Tapi gak mungkin deh, gue udah hapal banget sama tu jaket." lanjutnya.

"Atau vc? tapi pasti gak di angkat."

"Atau—"

"Halo ra, kenapa?" tanya lelaki diseberang sana.

"L—LOH KO BISA."

"Hah?"

"Kamu masih sibuk?" ucap Ara berusaha tenang.

"Iya nih, maaf ya."

"Tapi ko berisik kaya yg lagi diluar?"

"O-oh ini aku di suruh mami beli makan dulu."

"Loh k—"

"Nanti aku kabarin lagi ya ra, bye!"

Tutt

"HEHE."

Ara tersenyum miris, entah keberapa kalinya ia dibuat kecewa. Lagi pula kenapa jatuh cinta harus serumit ini?

"Al turunin gue disini aja." perintah Ara dengan nada lemah, jelas bukan Ara yg seperti biasa.

"Gak."

"Gue lagi gamau debat, jadi tolong."

"..."

"LO DENGER GAK SIH?!"

"Nangis aja." ucap Albi yg langsung membuat air mata Ara turun begitu deras.

"Al gue boleh peluk lo?"

Satu detik,

Dua detik,

Tig—

"Hm"

Setelah mendapat izin dari sang empu, Ara langsung memeluk Albi sangat erat, menumpahkan segala perasaan yg tadinya akan ia tahan untuk di simpan seorang diri. Rasanya sudah cukup, ia tidak ingin merepotkan orang lain lagi karena permasalahannya ini.

Ya, sekali brengsek maka selamanya akan seperti itu.

"Hati gue ngilu banget hiksss."




****



hii, vote + komen nya jgn lupa yaa biar aku tambah semangat up nyaa^^

AleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang