Chapter 21. Pamitan

156 71 350
                                    

Hi gaes!

Aku kayaknya bakal up rajin soalnya nih challange mau deadline kan udah mau tanggal 15 Agustus di maklumi yah kalau aku rajin update. Bentar lagi juga nih cerita tamat tinggal berapa part doang. Kawal aku sampai end◉‿◉

Jangan lupa baca sambil dengerin lagu itu di atas yah.  Huuh aku juga  lagi sibuk nugas gimana ya tugasnya banyak bet dari Bahasa Indonesia, Fisika, Biologi, Kimia dan teman-temannya mengcapek dah. Sekalian aja curhat yah aku juga lagi persiapan visi misi buat jadi pimred ( pimpinan redaksi) jurnalistik. Masih ngerevisi naskah yang mau terbit hadeh. Mau rehat belum bisa hueeee:(

=================•✿•==============

Happy Reading🥀

Jika kamu tidak bisa bertahan lebih baik jangan katakan untuk selalu ada disampingku karena itu akan membuatku terus berharap, karena kepergianmu membuat luka baru di hidupku.
Mungkin setelah kepergianmu air mataku sudah mengering, tapi rasa sakitnya tenggelam semakin dalam.

~Gabera Anjana

***

Fathan hanya bisa memandangi langit siang yang berwarna biru terang ditambah terik matahari yang begitu menyengat. Entah mengapa aku sekarang lebih sering melamun, itu membawaku kepada kenyataan yang harus aku beritahu kepada Gabera sesegera mungkin. Meski itu akan menyakitkan, tapi itu harus tersampaikan. Walaupun aku harus menahan perih, dan dadaku yang merasakan sesak. Namun itu adalah kenyataan yang harus diterima olehnya.

Aku melihat Gabera datang menghampiriku. Dia tersenyum, entah kenapa dadaku makin terasa sesak, "Apa yang ingin kamu bicarakan kepadaku Fat?" tanya Gabera dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

Fathan tak menjawab pertanyaan yang aku ajukan dia mengalihkan pembicaraan dengan berbagai cerita-cerita konyolnya. Aku tak tahu ada apa dengan dirinya sebenernya. Namun aku menikmati beberapa cerita konyolnya membuatku tertawa seakan-akan aku lupa dengan beban atau derita dalam hidupku.

"Apa hal penting yang ingin kamu sampaikan itu ... cerita konyolmu Fat?" tanya Gabera.

Entah mengapa aku hanya bisa menatap kedalaman manik matanya, bibirku begitu kaku, seakan-akan terkunci rapat. Meski rasa sesak yang ada dalam benakku sangat menggrogoti diriku. Mungkin aku banyak menghabiskan waktu bersamanya akhir-akhir ini, aku juga melihat suka dan dukanya. Aku seperti tidak ingin kehilangannya atau tak tega untuk meninggalkannya tapi entahlah dengan dirinya. Aku tidak pernah melihat dirinya begitu tertawa lepas tanpa beban. Ternyata bahagianya begitu sederhana.

Mungkin secara tidak sengaja dia juga pernah bercerita tentang beratnya kehidupan yang dijalani kepadaku, bahkan aku yang selalu menemukannya saat dia menangis tersedu-sedu, awalnya aku mengira itu hanyalah sebuah tangisan seorang anak-anak. Semakin mengenalnya aku semakin mengerti dengan hidup yang dijalani begitu berat, rasa ingin melindungi dan tak membiarkan dia tersakiti itu hadir dalam benakku. Pada dasarnya aku hanya seorang sahabat yang ingin membuatnya bahagia, membuatnya merasa tenang dan nyaman dengan diriku.

Perlahan-lahan dia menerimaku walaupun itu belum sepenuhnya ... aku mengerti Gabera adalah sosok yang tak pernah berbagi duka dan bebannya kepada orang lain, tapi aku ingin menjadi tempatnya berbagi ketika ada masalah menghampirinya.

"Fathan, kalau nggak ada hal penting lagi yang kamu sampaikan aku pulang dulu yah!" seru Gabera.

"Aku akan pindah sekolah, mengikuti kedua orangtuaku yang dipindahkan tugas ke luar kota," ujar Fathan dengan perasaan yang begitu berat tapi kata-kata itu akhirnya terlontar. "Aku ingin berpamitan kepadamu kalau aku akan pergi dari kota ini," lanjut Fathan dengan senyum  yang dipaksakan.

It's About Me! [ SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang