Happy Reading🧚
Saat fisik menjadi patokan
Siapa yang harus dibela dan disalahkan
Bolehkah aku yang buruk rupa ini meminta keadilan? Atau hanya keadilan bagi rakyat good looking?Tidak ada yang ingin dilahirkan sebagai orang yang buruk rupa, apakah ini juga salahku?
-Gabera Anjana-
***
"Gue diem bukan berarti gue lemah! Gue bukan orang yang gampang ditindas dan diejek dengan sukarela bahkan lapang dada! Ini bukan dunia drama apalagi bacaan novel tapi ini di real life !" hardikku kepada teman-temanku.
"Ratu caper mulai bersuara gaes! Lagaknya aja sok berani, kemarin aja nggak ngelawan tuh!" seru Elina mengejek yang aku kira dia sudah kehabisan kata-kata.
"Gue nggak akan kalah semudah itu mo ... nyet!" hina Elina dengan sinis menatap diriku.
"Gue monyet tapi gue masih punya harga diri, tapi lo apa?! Masih SD aja udah ada bibit murahan yang tertanam dalam diri lo," sarkasku.
"Lo—" sebelum dirinya menyelesaikan perkataannya aku langsung memotongnya, "Gue emang jelek tapi gue masih good attitude daripada lo modal good looking tapi atitude 0% mau jadi apa lo? Ngandelin orang tua lo gitu," sambungku tajam.
Aku melihat telinga Elina memerah mendengar penuturanku yang terdengar kejam. Aku sudah tidak tahan dengan dirinya, terserah apa kata kalian tapi inilah aku yang tidak mudah untuk di tindas. Elina sudah mengangkat tangannya dan bersiap untuk menampar wajahku.
Aku hanya tersenyum miring melihatnya. Aku dengan sigap langsung menangkap tangannya dan bermain sedikit dengan tangannya ku pelintir saja tangannya yang waktu itu dengan kasar menyiram diriku dengan tepung dan menimpukku dengan telur. Tangan ini juga yang mendorong diriku sampai menatap dinding tembok.
"Gue bukan orang yang mudah memaafkan, gue juga bukan orang yang gampang ditindas. Gue tipikal orang yang pendendam dan ini pembalasan gue untuk waktu itu," bisikku tepat di daun telinganya.
Aku langsung melepaskan tangannya yang sepertinya dirinya menahan sakit, persetan jika tangannya patah. Aku sudah tidak peduli lagi. Dia lebih buruk dari iblis. Selalu saja menindas diriku entah kadang menindas, mengejek, bahkan berkomentar tentang fisikku. Seakan-akan fisiknya mereka sempurna. Padahal setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Aku memang pendendam tapi terkadang aku akan melupakan kejadian yang menimpaku dengan berjalannya waktu.
Bara dan Fathan melihatku dengan tatapan mata yang berbeda-beda tapi entah kenapa aku sulit mengartikannya tatapan yang mereka berikan. Sudahlah aku tak peduli giliran aku menatap mereka berdua dengan dada yang kembang kempis akibat emosiku yang meletup-letup.
"Untuk kalian berdua jangan berantem di hadapan gue! Camkan baik-baik itu. Kalau kalian mau berantem, silahkan ke lapangan disana lebih luas ketimbang di kelas. Kalian cowok bukan banci kan selesain masalah jangan adu mulut tapi adu kekuatan kalian!" seruku secara tegas menatap mereka berdua.
Kali ini aku mengumpulkan keberanian dan langsung menarik tangan Bara untuk menuju rooftop sekolah yah mungkin kalian bisa bilang sekolah dasar ini adalah sekolah yang sangat elite.
"Lepasin tangan gue!" hardik Bara seperti tidak suka saat aku menarik tangannya.
Dia memberontak dan melepaskan tangannya dari tanganku secara kasar.
Aku hanya bisa melihatnya, perlahan-lahan bulir-bulir air mataku mulai jatuh. Aku tidak mengerti dengan semuanya. Aku cukup lelah dan aku ingin mengakhiri ini semuanya. Aku hanya berharap semua yang menimpa diriku berakhir. Lelah tentunya, aku sangat lelah, muak, dan ingin segera keluar dari sekolah yang seperti neraka jahanam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's About Me! [ SUDAH TERBIT]
Teen FictionJudul This About Me-> diubah menjadi It's About Me! [PART MASIH LENGKAP!] Ini hanya tentangku. Tentang segala rasa amarah, sedih, dan kecewaku yang menumpuk seperti sampah. Segala rasa yang aku alami kusimpan dalam keheningan dengan air mata yang me...