Happy Reading✴️
Dalam menempuh perjalanan kehidupan kita selalu disuguhkan dengan hal-hal baru. Entah itu tentang pertemuan dan perpisahan. Tentang kebersamaan dan merelakan. Tentang berpelukan dan melepaskan. Tentang kehadiran dan tentunya kepergian. Mereka selalu dipertemukan dengan hal yang bertolak belakang. ~Kata Gogle
***
"Gue kasih hadiah dulu sebelum lo keluar." Elina berteriak tegas sesudah mengatakan hal tersebut. Sontak kedua temannya datang dari bilik-bilik kamar mandi yang tadinya tertutup.
Aku sudah tidak terkejut lagi akan hal itu.
Dalam sekali komando, ember di tangan Jelita dan Azora melayang ke arahku. Tak banyak yang kulakukan saat mendapat serangan mendadak seperti itu, hanya kugunakan buku dongeng sebagai tameng wajahku agar tak mengenai mata. Aku bisa mengetahui air apa yang mereka bertiga gunakan untuk menyerangku, air perasan pel. Dari baunya saja aku sudah mengenalnya, bauk apek dari sabun untuk lantai.
Ku pegang rambutku pelan, sedikit licin. Untung saja mataku tak mengenai perasan air itu.
"Ini hadiah lo?" tanyaku dengan begitu santai mungkin karena sudah terbiasa dengan kelakuan mereka.
"Baru hadiah pertama." Elina bertepuk tangan sebentar.
"Kayaknya hadiah pertama lo udah cukup, nggak perlu lagi. Kita lanjutkan ke hadiah yang selanjutnya mungkin," jelas Elina yang membuatku berdecak. Buku dongeng yang harusnya kubaca nanti malam sudah lenyap habis akibat air perasan pel hadiah dari Elina yang sangat menyebalkan bagiku.
Elina mendekat, mengikis jarak antara aku dan dia. "Suatu novel harus ada bagian pembuka, inti cerita, dan penutup. Kalau pembuka doang, nggak bakalan menarik!"
Azora membalikkan badannya ke bilik kamar mandi yang sebelumnya ia singgahi. Aku menatapnya heran, sebelum kembali tersungkur akibat dorongan keras dari Jelita yang sesuduah berada di belakangku.
"Nah, posisi gini kan enak. Lo di bawah dan gue di atas, sesuai realita kehidupan." Aku mendongak terpaksa saat daguku di cengkram kuat oleh Elina. Di tangan kanannya sudah terdapat satu telur ayam yang pasti akan mendarat di salah satu tubuhku.
Aku menundukkan kepalaku sesaat kulihat tangan Elina sudah mengayun indah. Nyeri kurasakan saat cangkang telur pecah di atas ubun-ubun kepalaku. Cairan lengket nan amis itu sedikit demi sedikit membasahi dahiku.
Elina tanpa banyak berkata-kata kembali melayangkan telur berharga itu di atas kepalaku sesekali tersenyum sinis. Seakan-akan kepalaku adalah wajan yang siap membuat telur mata sapi. Azora dan Jelita tak tinggal diam, ini kesempatan berharga untuk bersenang-senang, mereka berdua juga dengan komando dari Elina menusuk kepalaku dengan telur-telur itu.
Tanganku mengepal dengan kuat, kupegang erat kertas-kertas dongeng yang telah terkoyak lembap.
"Kalung lo bagus juga yah." Elina menyingkap kerah seragam yang aku gunakan, memegang penuh incar ke arah kalung pemberian Ibuku.
Aku menunduk, menepis kasar tangan Elina agar tak menyentuh kalungku. "JANGAN COBA-COBA LO ELINA! DARITADI GUE DIEM KARENA NGGAK MAU BUAT MASALAH! KALAU LO BERANI AMBIL KALUNG INI GUE NGGAK BAKAL TINGGAL DIEM!"
Elina tersenyum miring, dalam sesekali hentakan tangannya sudah berhasil membawa kalung liontin pemberian Ibuku di genggamannya. Aku mengaduh pelan, tanganku refleks memegang leher yang sudah pasti kemerahan.
"Elina, kembaliin kalung gue." Aku berdiri, mencoba mengambil alih kalung liontin milikku dari tangan Elina.
Kali ini tak akan kubiarkan Elina mengambil hakku. Azora dan Jelita segera menghalangi langkahku, membuatku tersandung, aku tak memperhatikan sekitar.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's About Me! [ SUDAH TERBIT]
Teen FictionJudul This About Me-> diubah menjadi It's About Me! [PART MASIH LENGKAP!] Ini hanya tentangku. Tentang segala rasa amarah, sedih, dan kecewaku yang menumpuk seperti sampah. Segala rasa yang aku alami kusimpan dalam keheningan dengan air mata yang me...