Happy Reading🕊️
Mereka menganggap diriku sebagai barang bekas yang bisa dimanfaatkan, setelah tidak bermanfaat dibuang layaknya sampah yang tak berguna!
-Gabera Anjana-
***
Aku dan Nera sudah berteman seminggu lebih. Aku merasa dia memang tulus, tapi aku masih belum percaya sepenuhnya dengannya. Entahlah ... seperti ada yang mengganjal di hatiku. Saat ini dia mendatangi tempat dudukku berbicara banyak hal. Aku hanya mendengarkan dan menanggapi sebisaku.
"Gab, ini pelajaran olahraga! Kamu nggak ganti baju?" tanya Nera.
"Nanti," jawabku menanggapi pertanyaan Nera.
"Gab, apa aku boleh jujur! Aku menyukai Fathan, apa kamu bisa bantu memberikan surat ini kepadanya?" tanya Nera dengan raut muka yang begitu serius dengan mengulurkan sebuah amplop putih.
Aku hanya mengernyitkan dahiku, "Kenapa, harus aku? Kasih aja sendiri!" jelasku kepada Nera.
"Aku takut, apalagi aku tak begitu dekat dengannya," cicit Nera.
Aku dengan enggan mengambil surat pernyataan cinta Nera kepada Fathan. Setelah mengambilnya Nera tersenyum begitu lebar, aku hanya menghela nafas panjang. Semenjak kejadian di bawah pohon beringin itu aku seperti perang dingin dengan Fathan. Namun bagaimana lagi aku terlalu kesal dan marah. Fathan yang biasanya yang tidak ikut campur tiba-tiba mengurusi masalahku.
"Ner, ikut aku ke kamar mandi!" seru Nori dan Mutia menarik pergelangan tangan Nera untuk mengikuti mereka.
Aku mengambil baju olahragaku di tas ranselku. Aku mengikuti Nera, jaraknya yang tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh juga. Aku melihat mereka begitu bahagia, berbagi canda tawa bersama.
"Ner, apa kamu emang beneran tulus temenan sama Gabera?" tanya Nori dengan begitu penasaran.
"Iya Ner, secara siapa yang mau temanan sama Gabera kalau kita harus ikutan di bully sama Elina dan temen-temennya?" timpal Mutia.
"Sebelum aku deketin Gabera, aku udah ngomong sama Elina. Apa kalian nggak heran kenapa Elina nggak bully aku?" tanya Nera.
Nori dan Mutiara hanya menganggukkan kepalanya tanda dia mengerti dengan penjelasan Nera.
"Jadi kamu pura-pura temenan ama Gabera, buat manfaatin dia doang! Bermuka dua banget kamu Ner," ujar Mutia sambil tertawa renyah.
"Sumbangin sana Ner satu mukanya, buat orang yang suka cari muka," canda Nori.
"Tapi kalau dilihat-lihat aku kasihan sama Gabera," cicit Mutia.
"Sama, tapi kita bisa apa? Kita juga murid dengan otak rendahan yang kadang secara nggak sengaja di tindas sama Elina dan temen-temennya," gumam Nori yang masih terdengar Nera dan Mutia.
Gabera yang sedari tadi mendengarkan penuturan Nera dan teman-temannya hanya bisa tersenyum kecut. Gabera bangun ... ! Siapa yang akan berteman dengan dirimu? Mereka takut akan di bully.
Aku yang mengira Nera tulus berteman denganku, ternyata hanya omong kosong. Mereka hanya menganggap diriku sebagai barang bekas yang bisa dimanfaatkan setelah tidak ada manfaatnya akan dibuang layaknya seonggok sampah.
Aku berjalan melanjutkan langkahku untuk pergi ke kamar mandi, sedangkan mereka bertiga sudah masuk ke dalam kamar mandi. Aku langsung melihat cermin yang ada di toilet. Kali ini aku tak ingin menahannya biarkan saja air mata ini jatuh membasahi pipiku. Aku menangis tersedu-sedu di dalam kamar mandi, aku menggigit bibir bawahku agar suara tangisanku tak terdengar siapapun. Aku tidak ingin mereka melihat kerapuhan yang ada dalam diriku. Aku lelah berpura-pura baik-baik saja, aku ingin berhenti untuk berjuang dari kejamnya hidup. Jika bisa menghilang dari bumi aku ingin menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's About Me! [ SUDAH TERBIT]
Teen FictionJudul This About Me-> diubah menjadi It's About Me! [PART MASIH LENGKAP!] Ini hanya tentangku. Tentang segala rasa amarah, sedih, dan kecewaku yang menumpuk seperti sampah. Segala rasa yang aku alami kusimpan dalam keheningan dengan air mata yang me...