Chapter 22. Permen Karet

108 55 174
                                    

Happy Reading✷

Ternyata hidup itu sendiri, berperan sebagai tokoh utama yang sengsara juga diri ku sendiri, tokoh yang selalu diinjak-injak selalu melawan tapi akan kalah. Namun aku mengerti bahwa hidup itu keras dan tidak selalu tentang bahagia.

~Gabera Anjana

***

"BU AKU INGIN PINDAH SEKOLAH! AKU NGGAK MAU SEKOLAH DISANA LAGI," ucapku dengan lantang.

"Kenapa begitu tiba-tiba?" tanya Ibuku yang melunak, "Apakah kamu membuat masalah disana?" tanya Ibuku lagi yang mungkin sepertinya takut aku membuat masalah seperti saat kelas satu. Dimana aku menghilangkan anting-anting Nera.

Aku menggelengkan kepalaku, "Aku sudah tidak tahan disana," jelasku menatap Ibuku.

"Iya tidak tahannya kenapa?" tanya Ibuku yang seakan mendesak diriku untuk menjawab pertanyaannya yang sebenarnya aku belum siap menceritakan semuanya.

"Gabera, jawab Ibu kamu kenapa ingin pindah? Sudah tidak tahan apa kamu sering dijahati oleh mereka atau diperlakukan tidak adil?" tanya Ibuku yang memberikan pertanyaan yang semuanya tidak ingin aku jawab.

Aku ingin keluar dari sekolah yang seperti neraka. Sudah tidak ada alasannya untuk bertahan disana, ditambah aku juga sudah benar-benar muak dengan semuanya. Aku ingin terbebas dalam belenggu rasa takut akan semua hal aku ingin terbang bebas tanpa perlu diikat kaki ku. Aku ingin melepaskan diriku dari semua beban yang aku tanggung di pundakku.

Aku tak ingin memberitahukan semuanya kepada orangtuaku mereka akan cemas dengan keadaanku. Aku ingin menutup luka ku dengan keheningan. Bukan bermaksud untuk tegar dan kuat. Hanya saja ingin menyimpannya untuk diriku sendiri. Bagiku aku yang lebih tahu tentang kehidupanku bukan orang lain. Meski aku harus melawan batin dan hatiku.

"Sudahlah, kamu mandi pakai air hangat. Takutnya nanti sakit!" perintah Ibuku. "Toh, kamu juga mau lulus sekolah, kalau pindah itu manggung Gabera," lanjut Ibuku lagi.

Aku hanya menganggukkan kepalaku untuk menanggapi perkataan Ibuku. Aku tidak tahu jika akan melanjutkan sekolah disana apakah nantinya aku bisa melewati semuanya, bagaimana aku bisa menyelesaikan semuanya yang semakin pelik dan begitu rumit atau aku harus menerima nasib malangku. Aku juga harus melawan batin yang terus bergemuruh dan rasa sakit yang kian tak bisa ku bendung lagi, menelan kenyataan pahit, selalu melewati hari-hari yang cukup melelahkan.

Apakah ini waktunya aku menyerah dengan semuanya?

Karena kalian tidak pernah tau seberapa besar keinginan dalam diriku untuk menyerah. Menyerah kepada hidup yang fana dan kejam ini. Kamu sudah mengerti dalam hidupmu tidak akan baik-baik saja.

Orang yang selalu ada nyatanya juga meninggalkanmu dengan harapan yang dipatahkan, meninggalkan diriku dengan kekosongan.

Aku langsung pergi ke kamar untuk menyiapkan pakaian yang ingin kupakai. Setelah selesai aku langsung ke kamar mandi untuk mandi ya walaupun aku masih terngiang-ngiang akan kepergian Fathan yang cukup membekas, meninggalkan banyak ceria dan kenangan dalam hidupku.

⊰⊹ฺ  ਊ ⊰⊹ฺ

Aku bangun kesiangan, jam yang ada di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul  setengah tujuh pagi, artinya tinggal tiga puluh menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Peraturan sekolahku memang seketat itu telat satu menit saja sudah tidak dibolehkan masuk, tetapi untungnya jarak rumah dan ke sekolah tidak terlalu jauh, jadi aku bisa bersepeda santai lima belas menit sebelum bel berbunyi di sekolahku nantinya dinyalakan. Aku menaiki sepeda yang baru ku cuci kemarin sore. Sepeda kecil yang sudah terlihat usang, ya karena sepeda bekas dari kakak sepupu yang masih bagus diberikan ke aku untuk kado ulang tahun. Mereka memang tidak peduli tentang kado yang mewah dan baru, hanya sekedar kado menurut mereka barang yang sudah tidak terpakai bisa dikasih untuk orang yang membutuh kan, termasuk aku yang tidak memiliki apapun.

It's About Me! [ SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang