Chapter 3. Bully

565 350 530
                                    

Happy Reading🌼

Manusia akan membuat kita terbentur,
Mengejar lalu terjatuh,
Berbagai macam rasa sakit tak akan pernah puas hanya satu,
Namun mengajarkan kita,
Dari banyaknya rasa sakit.

-Gabera Anjana-

***

Bruk!

Siapa yang akan menolongku berharap ada seorang kesatria berkuda putih yang menangkap diriku?

Itu hanya omong kosong.

Mereka malah melihat diriku dan menertawakannya seakan-akan aku adalah sampah yang tidak ada harganya. Apapun yang terjadi kepadaku akan selalu dianggap sebagai lelucon oleh mereka.

Entah hati mereka terbuat dari apa?

Atau mungkin mereka tidak memiliki hati?

Tidak masalah! Aku akan berdiri dan pergi ke tujuanku. Mereka hanya mengganggu saja seperti benalu, yang tidak perlu aku ladeni. Saat aku berdiri dan hendak melangkahkan kakiku pergi darisana.

Mereka menghadangku, aku berusaha sabar agar tidak menimbulkan masalah. Jika terjadi masalah aku yang akan disalahkan jadi menghindari lebih baik.

"Mau kemana lo, urusannya belum kelar yah jelek! Atau mungkin Anoman! Atau lebih bagus gue sebut monyet!" tegas Elina dengan hinaan untukku di dalamnya.

Aku mencoba untuk tidak mendengarkan itu membuat darahku mendidih membuat ingin mencabik-cabik mukanya. Ketika diriku mencoba pergi, Elina dengan sengaja menarik rambutku yang dikuncir ekor kuda membuat aku harus meladeninya.

"Urusan? Gue nggak ada urusan sama lo?" tanyaku heran.

"Jangan sok nggak tau apa-apa! Urusan lo adalah target buat gue bully karena lo udah berani sama Bara!" hardik Elina menatap tajam diriku.

"Dia nggak bakalan paham El, dia itu dungu, nggak akan ngerti bahasa manusia! Lo sebagai murid pintar ajarin deh," sahut Jelita dengan senyuman sinis yang menghiasi wajahnya.

"Kelamaan El, nggak seru! Langsung sikat aja," sahut Azora dengan nada mengejek.

"Kalau gue nggak mau jadi target bully lo gimana? Apa tadi lo nggak lihat atau mata lo yang buta, perasaan gue tadi yang di ejek Bara dan lo nyuruh gue diem! Nggak akan! Gue yang korban bukan Bara. Apa kalian buta! Apa mata kalian udah nggak berfungsi lagi!" tampik diriku menjawab mereka. "Minggir gue mau lewat! Oh yah ... inget satu hal ini gue bukan orang yang diam saat ditindas jangan berpikir gue bakal diam dan sukarela untuk nerima itu semua, inget ini bukan sebuah drama atau bacaan novel tapi ini di real life," tekanku kepada Elina dkk.

"Lo mau lewat?!" tanya Elina sinis.

"Jawab woi ... apa lo bisu?!" gertak Jelita.

"Kenapa?" jawabku dengan tak kalah sinis.

Elina memberikan aba-aba dan kedua budak atau temannya langsung mencekal kedua tanganku dengan begitu kuat. Disaat aku mencoba melawan dengan meronta-ronta, mereka malah tambah menguatkan cekalan tangannya sesampai di kamar mandi. Mereka langsung melepaskannya dengan begitu kasar.

Elina dengan tenaga yang kuat langsung mendorong tubuhku hingga menubruk dinding tembok. Aku sudah tidak memiliki tenaga untuk melawannya. Pergelangan tanganku memerah bahkan ada bekas cakaran dari kuku Jelita dan Azora. Ditambah punggungku yang menatap dinding tembok begitu sakit. Aku tak mengerti dia anak SD tapi kukunya tidak pernah dipotong. Kukunya menusuk-nusuk kulitku.

It's About Me! [ SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang