Extra 1

374 6 0
                                    

SETELAH aroma keringat sudah tak lagi menggerogoti tubuh Farhan, ia pun bersiap ke tempat dinas. Tentu kali ini sudah beda lagi. Jika dirinya selalu pergi sendirian, kini ia ditemani sang istri yang juga sudah cantik memakai baju persitnya, lengkap dengan lencana.

"Entah kenapa kamu masih cantik aja, Mel." Farhan memuji kecantikan Amelia saat dirinya bercermin dan melihat pantulan bayangan istrinya di belakang cermin.

Amelia takjub mendengar pujian pertama yang terucap dari mulut suaminya itu.

Farhan berbalik dan menghadapkan tubuhnya ke istrinya. Lalu memegang kedua pundak Amel sambil menatap penuh cinta.

"Hari ini sebagai syarat pertama supaya kita berlibur, kamu harus beradaptasi di lingkungan militer, bergaul dengan ibu-ibu persit. Kamu juga harus bisa berbaur dengan mereka. Mengerti?"

Amelia mengangguk. "Iya, mengerti."

"Baiklah, kita langsung berangkat aja, ya."

"Tunggu." Amelia sontak menarik lengan seragam Farhan ketika ingin beranjak pergi. "Kamu melupakan sesuatu."

Amelia dari tadi memegang topi baret di tangan kirinya dan Farhan hanya terkekeh sembari dipakaikan topi baret oleh istrinya.

"Nah, sekarang baru namanya suami sejati. Mantul," pujinya lalu mengacung jempol pada suaminya.

Amelia dan Farhan pun keluar dari rumah bersama setelah berpakaian rapi menuju Bataliyon.

* * * 

Menjadi istri tentara dan harus melakukan kegiatan yang ada kaitannya dengan militer merupakan sebuah hal baru buat Amelia sendiri. Dan inilah perdananya muncul di depan para ibu-ibu Persit dan mencoba untuk berbaur dengan mereka sesuai saran Farhan. 

Amelia sudah tidak kebingungan lagi karena dirinya pernah mendapat pembekalan tentang Persit dan komponen militer lainnya. Alasannya selama ini dirinya tidak muncul dalam kegiatan Persit ialah karena hal pribadi yang diurus sehingga melewatkan waktu untuk berkumpul juga melakukan aktivitas. Itu pun Farhan izin pada semua orang di tempat dinasnya mewakili dirinya. Dan mereka memakluminya.

Sementara Farhan, di dalam ruangannya sedang melakukan beberapa penandatanganan dokumen untuk diteruskan ke Komandan. Semua dokumen ini penting untuk diurus. Makanya Farhan hanya sedari tadi menoleh kiri ke kanan, demikian tangannya yang juga bekerja untuk menandatangani semua itu.

Lalu ada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya.

"Ya, masuk!"

Farhan mempersilakan masuk dan pintu terbuka. Ternyata Ibu Hardi, salah satu anggota Persit, ingin menyampaikan sesuatu pada Farhan.

"Ada apa, Bu Hardi?" Farhan menghentikan sejenak pekerjaannya itu.

"Gini, Pak. Saya cuma mau beri tahu kalau ... Ibu Farhan menjadi perhatian di antara kami ibu-ibu persit."

"Kenapa memangnya, Bu?"

"Ibu Farhan. Sekali berbaur, dia lamgsung punya banyak teman. Itu anak komunikasinya bagus. Pokoknya, istri Pak Kapten, hebat euy!" ujarnya sembari mengacungkan jempol.

Farhan tersenyum mendengarnya. "Baguslah. Setelah hampir sebulan istri saya banyak urusan dan sempat sakit, ternyata istri saya bisa berbaur juga. Baiklah kalau begitu. Saya senang mendengarnya."

"Mohon izin mendahului, Pak Kapten."

Ibu Hardi pamit dari ruangan Farhan, sementara Farhan senyum-senyum sendiri mendengar kabar Amelia saat berada di antara ibu-ibu persit.

Selama ini sebelum menikah, Amelia bahkan telah melakukan serangkaian seleksi untuk menjadi anggota Persit. Salah satu di antaranya harus menghapal Mars Persit. Semua sudah ia lakukan dan ditandatangani sendiri oleh Amelia.

Farhan mengira kalau Amelia telah lupa akan hak dan kewajibannya sebagai ibu persit, bahkan saat Amelia absen dari kegiatan-kegiatan persit, Farhan sempat mengatakan bahwa Amelia sedang sakit. Makanya mereka memaklumi alasan Farhan tersebut karena mereka tentu saja jarang melihat istri Farhan dan menanyakan keberadaannya di mana.

* * * 

Petang pun tiba, pasangan suami istri itu berada di depan gerbang Bataliyon yang dijaga oleh tentara Provost. 

Farhan menoleh kepada istrinya dan melihat wajah lelahnya setelah seharian terpaku dengan kegiatan internal Persit.

"Amel. Kamu kenapa, sayang? Kok kamu pucat gini?" Farhan mulai khawatir dengan kondisi istrinya yang napasnya memendek.

"Tidak apa, kok, Mas Aku baik-baik saja."

"Kamu belum terbiasa dengan padatnya kegiatan ibu-ibu Persit? Memang seperti itulah kehidupan kita di lingkungan militer. Kamu mungkin tidak diberi jeda istirahat karena kamu sering absen dari kegiatan Persit. Namun, kamu harus terbiasa dengan itu. Ya?"

"Tapi, besok aku mau bimbingan," ujarnya panik.

"Bimbingan? Bimbingan apa, Mel?" tanya Farhan tidak paham.

"Bimbingan untuk UKMPPD-ku nanti. Aku harus ikut bimbingan untuk memperdalam materiku untuk ujianku nanti."

"Apa ... itu penting?" tanya Farhan pelan.

"Tentu penting, Wan. Jika tidak ikut, bagaimana caraku untuk bisa lulus ujian nasional dokter?"

Farhan menghela napas terlebih dulu sebelum menanggapi perkataan istrinya.

"Baiklah kalau begitu. Syarat kedua untuk melakukan pendekatan yaitu ... saling memaklumi. Jadi, aku izinin kamu untuk ikut bimbingan, ya." Farhan memegang pundak istrinya tersenyum kemudian Amelia mendongkak ke kanannya melihat wajah Farhan sejenak.

Seperti yang dilakukan suami ketika istri sedang dalam mood tidak baik, solusi untuk meredakannya ialah mencium. Demi menenangkannya, Farhan mendekatkan kepalanya lalu mengecup kening istrinya lama.

Amelia menikmati momen ini di sore hari. Ada rasa senang dan lega ketika kasih sayang ini berlanjut. Jarang-jarang Amelia dikasih perlakuan seperti ini. Hanya Farhan saja yang bisa 

begitu.

* * * 

My Hidden Truth Love (Cinta Sejati)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang