Episode 9

1.7K 73 0
                                    

***

(Dua pekan kemudian)

KONDISI rumah tangga Farhan dan Amelia masih dikatakan anonim. Belum mendapat hasil yang berarti.

Rio, pacar Amelia sangat produktif menjalankan pertandingan bulu tangkis. Setelah bertanding di Singapore, ia langsung terbang ke Korea Selatan unuk bertanding lagi. Dia menang, namun targetnya untuk memperebutkan posisi pertama belum terkabulkan. Pasalnya ia masih berada di peringkat kedua. Bahkan di Singapore pun demikian.

Di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, tepatnya di terminal 2F, seorang pria paruh baya bersetelan jas biru gelap, sedang menunggu di pintu kedatangan sambil membawa papan besar yang bertuliskan

(Selamat datang atlit terbaik!)

Dengan sigapnya ia mendirikan papan besar itu dengan membentangkan kedua tangannya ke atas sembari memegang papan ucapan tersebut.

Tak berapa lama, muncul pengumuman dari pihak bandara yang mengartikan pesawat Rio dari Korea ke Indonesia telah mendarat. Masih proses landing.

Hal itu membuat pria paruh baya itu tak mengurungkan semangatnya untuk menyambut Rio yang baru saja menyelesaikan pertandingan bulu tangkis di Korea Selatan.

Saat semua penumpang pesawat keluar pada jam 1.30 siang, ia belum melihat penampakan Rio yang memakai jaket merah lengan panjang.

"Anak itu mana, sih?"

Kemudian tak lama, seorang pria berkulit putih tinggi menjulang sedang melangkah di dalam bagian kedatangan bandara. Sambil mendorong trolley kopernya.

Rio bersama rombongan melihat pria paruh baya itu sudah dari tadi mengangkat papan penyambutan. Rio terkekeh melihat pria tua itu, yang ia kenal sebagai bapak asuhnya selama masuk klub bulu tangkis.

"Rio! Bapak ada di sini!" Bapak asuhnya yang bernama Pak Wijaya itu melambai ke arah Rio yang sedang menengok kiri kanan di mana pintu keluarnya, karena semuanya dipagari besi.

"Rio, ke arah jam 3. Keluar dari situ!" teriak Pak Wijaya menunjuk jalan.

"Astaga, Pak Wijaya. Sudah berapa lama Bapak mengangkat papan penyambutan itu?"

"Hampir 30 menit. Tangan Bapak rasanya mau copot, menunggumu. Kenapa bisa proses landing-nya lama sekali? Lebih-lebih saat kamu ambil barang di klaim bagasi?"

"Memang seperti itulah bandara. Tadi pas mau berangkat aja delay-nya hampir setengah jam. Beruntung masih bisa sampai di Indonesia. Kalau tidak mah, bisa-bisa saya tidak pulang. Malah nginep di bandara. Hehe."

"Astaga, kamu ini."

Pak Wijaya yang tingginya hanya 168 cm kalah tinggi dengan Rio yang tingginya hampir 180 cm saat meraih kepalanya untuk ia elus.

"Kenapa tinggi kamu malah menjulang gini, sih, Rio?" tanyanya bingung sambil tertawa.

"Saya memang diciptakan tinggi begini, Pak. Dan karena tinggi sayalah, akhirnya saya bisa menang menempati peringkat kedua. Yah, meski belum dapat peringkat satu," ujarnya pelan merasa iba pada dirinya sendiri.

My Hidden Truth Love (Cinta Sejati)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang