ENAM bulan kemudian. Sumpah dokter telah diikrarkan Amelia di atas podium. Ya, setelah melalui beberapa perjuangan tanpa Farhan, dirinya dinyatakan sebagai dokter lulusan terbaik. Semua tamu bertepuk tangan ketika Amelia telah membacakan sumpah dokternya diikuti para calon dokter lainnya yang kini sudah resmi menjadi dokter. Yusran dan Hasbi tak henti-hentinya terharu menyaksikan putri kesayangannya berada di atas podium dan dipersilakan membacakan sumpah dokter. Itu membuatnya merasa bersyukur punya anak seperti Amelia.
Di balik raut kebahagiaan yang terpasang untuk menyenangkan para tamu, sebenarnya dari hatinya masih ada duka yang mendalam. Tentang Farhan. Selama ini Amelia terlalu memfokuskan dirinya untuk mempersiapkan yudisium juga sebelum-sebelumnya harus magang walau dalam keadaan hamil. Dan kini kandungannya sudah mencapai hampir tujuh bulan. Dan setiap hari ia harus membawa anaknya dari dalam perutnya. Tanpa sentuhan sang suami, Amelia ikhlas menjalani semua itu. Bahkan harus naik ke atas podium dengan keadaan yang tergopoh-gopoh.
Anak kita masih berjuang untuk hidup sampai sembilan bulan. Kamu juga pasti berjuang untuk hidup demi aku, meskipun kamu sedang sekarat sekarang ini. Aku akan menunggumu, Wan.
Masih di atas podium, Amelia memberikan sambutan-sambutan di depan para rekan sejawatnya juga tamu undangan. Amelia menyampaikan rasa terima kasihnya kepada rekan-rekan sejawat yang telah mendukungnya sampai dirinya berdiri di podium. Dan Amelia juga berterima kasih kepada orang tua dan mertuanya untuk selalu mendukungnya. Serta ... suaminya yang mungkin masih berada di Sulawesi dan belum pulang juga.
Beribu-ribu ucapan terima kasih ia lontarkan dari mulut Amelia saat membacakan sambutannya. Semua bertepuk tangan ketika Amelia mengakhiri sambutannya.
* * *
"Amel. Selamat, ya. Kamu sudah jadi dokter sekarang. Astaga, perjuangan kamu tidak sia-sia juga, ya," ujar Yuna senang sambil memberikan boneka wisuda.
"Amelia. Selamat. Akhirnya sudah bertitel 'dr.' Hebat banget."
"Semoga amanah ya, Mel."
Selain Yuna, beberapa teman sejawat Amelia memberikan ucapan selamat padanya. Amelia merasa senang karena perjuangannya telah terbayarkan. Apalagi banyak bunga dan boneka yang ia terima.
"Oh iya, Amel. Orang tua kamu mana?" tanya Yuna saat masih di sampingnya.
"Entahlah. Mungkin mereka sedang ke kantin."
"Ah, aku mau mengorol dengan ayah ibu kamu. Kalau begitu aku duluan ya Mel," ucap Yuna lalu menepuk pundak sahabatnya.
Yuna pun berjalan meninggalkan Amelia yang hanya sendirian di depan ruang auditorium.
Amelia bisa saja tidak memiliki siapa-siapa lagi, termasuk Farhan. Amelia bisa mengikhlaskannya. Akan tetapi setidaknya ia ingin ada satu orang yang bersandar padanya. Sosok itu belum menampakkan batang hidungnya. Bahkan selama beberapa bulan ini.
Aku cuma mau Farhan datang ke sini. Farhan, kamu ada di mana?
Suara hatinya berkata di dalam jiwanya. Rasa rindunya dengan suaminya tak dapat terbendung setelah terakhir melihatnya masuk dalam helikopter untuk berangkat ke Poso. Dan terakhir pula ia masih merasakan keningnya dicium Farhan sebelum pergi. Semua kenangan itu tidak hilang.
Ia tak sanggup untuk mengingat itu semua. Betapa baiknya Farhan padanya, dan semua hal yang membuat dirinya mendapat kesenangan.
Daripada terus meratapi itu, ia pun berbalik dan berjalan menuju toilet yang ada di lantai dua auditorium.
Ia menaruh semua bunga dan boneka ke bawah lantai ketika dirinya sampai di toilet. Ia membasuh tangannya sembari melihat bayangan dirinya di cermin.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hidden Truth Love (Cinta Sejati)
Romance[Publish Ulang] * * * "Awalnya aku menganggapmu sebagai pria yang pengkhianat dan juga suka memanfaatkan orang. Tapi nyatanya ..." - Amelia Riyanti "Aku bodoh mengungkapkan sesuatu yang membuat kamu marah. Wajar saja karena kita belum saling kenal...