***
SEMINGGU setelah Farhan berangkat ke Poso, Amelia pun kini sendirian di asrama. Sebenarnya dirinya capek saat ia pulang dari bimbingan tadi pagi, tapi karena pakaiannya menumpuk, ia lebih memilih melanjutkan melipat pakaian yang sudah kering setelah dicuci melalui mesin cuci.
Ia berada di kamar beserta dengan tumpukan-tumpukan baju milik Farhan juga dirinya. Ia sudah melipat beberapa baju. Tak lama setelah itu, ia terdiam ketika melihat sebuah singlet putih milik Farhan. Ia memegangnya perlahan lalu menatapnya.
Baju singlet itu menjadi saksi atas dirinya yang baru memulai mengenal Farhan. Dan ketika Farhan mulai menciumi dirinya, ia merasa nyaman dipeluk oleh pria berbadan atletis itu. Matanya bengkak oleh tangisan dan Farhan dengan setia menenangkannya di saat dirinya masih larut dalam kesedihan karena mengetahui Farhan telah menyelamatkannya saat dulu.
Ia menghirup aroma yang ada di singlet tersebut. Ia menghirupnya semakin dalam. Aroma lavender itu rupanya masih tercium jelas di singlet itu. Aroma khas Farhan, yang ia hapal betul. Ia selalu menciumnya setiap kali Farhan berangkat kerja.
Dan sekarang aroma itu masih nembekas di singlet putih tersebut. Ia terus menciumnya dan sesekali merindukan sosok pria yang membuatnya nyaman sepanjang hari.
Apa dia baik-baik saja di sana? Apa dia sedang melaksanakan tugasnya? Ia masih belum mengetahui itu. Karena dirinya saja belum diberi kabar tentang keadaannya.
Saat ia kembali melanjutkan melipat pakaian, tiba-tiba ada yang membunyikan bel pintu.
Siapa yang datang?
Pikirnya saat ia terkejut dengan bunyi bel pintu itu.
Tanpa pikir lama, ia bangkit dan melangkah menuju pintu rumahnya untuk membuka pintu.
Dan di waktu tepat, Erni datang ke asrama dan membuat Amelia tercengang.
"Erni? Mau apa lagi lo datang kemari? Bukankah sudah cukup membuat kami menderita? Dan sekarang lo berani datang ke sini?"
Amelia cerocos di depan Erni tidak peduli apa. Dan dari wajahnya, Erni tampak melas. Seperti ada raut penyesalan di wajahnya itu.
Erni sontak memegang tangan Amelia dan memintanya untuk diam.
"Aku mau bicara sesuatu."
Ucapan Erni yang benar-benar tulus itu membuat Amelia membuka pintunya lebar-lebar untuk Erni. Dan tentu saja Amelia membiarkannya masuk karena ia melihat raut wajah Erni yang bersungguh-sungguh.
Mereka duduk di ruang tamu dan tanpa ada sajian apa pun, Amel duduk di samping Erni. Memintanya untuk berucap apa yang ingin ia ucapkan tadi.
"Sekarang, bicaralah."
Erni menunduk dan sesekali memainkan kedua ibu jarinya serta menggigit mulutnya karena ragu-ragu.
"Aku ... mau minta maaf soal merusak rumah tangga kamu. Aku, bukannya berniat untuk memisahkan kalian. Aku cuma ... aku ..." Erni berusaha menahan tangisan serta emosi yang ada dalam dirinya. "Aku cuma suka sama Farhan. Aku menjadi bucin buat Farhan. Makanya saat kudengar kalian ada masalah, aku membujuk dia untuk bercerai sama kamu. Tapi dia tidak dengar, dan aku memakai cara ekstrim dengan mengirimkan paket berdarah ke asrama ini juga ke RS kamu. Makanya aku menyesal atas semua yang kulakukan."
Amelia merasa bahwa permintaan maaf Erni merupakan sesuatu yang kebetulan. Baru saja nyaris sebulan sejak kejadian itu, dan dia baru datang minta maaf. Itu membuat Amelia belum mudah untuk menerima maaf dari Erni.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hidden Truth Love (Cinta Sejati)
Romans[Publish Ulang] * * * "Awalnya aku menganggapmu sebagai pria yang pengkhianat dan juga suka memanfaatkan orang. Tapi nyatanya ..." - Amelia Riyanti "Aku bodoh mengungkapkan sesuatu yang membuat kamu marah. Wajar saja karena kita belum saling kenal...