* * *
"INI... putra pertama kak Farhan. Muh. Ranto Yusuf Heriyanto."
Rio menggendong bayi kecil berumur dua bulan itu. Ia menghampiri Farhan yang baru saja sadar dari komanya. Menghadapi koma yang kedua kalinya membuat Farhan merasa menyesal karena tak menemani sang istri melakukan proses persalinan. Dan beruntung orang terpercaya membuat Farhan bersyukur. Orang yang sudah ia anggap adik sendiri.
"Dek. Lihat mana ayah kamu? Tuh, lihat. Ayah kamu lagi di tempat tidur, sedang terluka," ujar Rio lalu memegang tangan mungil itu dan menuntunnya menunjuk ke arah Farhan untuk membuat si kecil itu tahu kalau sang ayah bukanlah Rio melainkan Farhan.
Dengan perlahan, Rio memberikan Ranto kepada ayah aslinya. Saat itu, Ranto tiba-tiba menangis meraung-raung ketika dirinya berada di pelukan Farhan.
"Mungkin Ranto masih belum terbiasa dengan pelukan orang lain. Biasanya Ranto selalu berada di pelukanku. Maaf kak jika aku merepotkan." Rio membungkuk seraya memohon maaf hingga membuat Farhan tersenyum.
Sejak saat itulah, Farhan mencoba memulai perannya sebagai seorang ayah. Ia mencoba menghentikan tangisan anaknya yang semakin meraung. Sembari menggendong bayi kecilnya dengan kedua tangannya menghadap ke wajahnya, ia mencoba untuk membuat wajah lucunya sebisa mungkin. Supaya tangisan bayi kecilnya itu mereda.
Dan tepat tangisan itu berubah menjadi tawa riang khas balita, Farhan mencoba menciumi anaknya dengan lembut. Ia berusaha menggesekkan hidung mancungnya dengan hidung kecilnya. Lalu tangan mungil itu terangkat lurus seraya meminta untuk dipeluk. Dengan kondisi yang masih harus pulih itu, ia memeluk anaknya yang baru mencapai dua bulan itu dengan mengelus bagian belakangnya.
Meski ia tak bisa melihat secara langsung anaknya yang baru lahir, tetapi Farhan masih bisa melakukan tugas sebagaimana ayah baru yang lain.
Rio yang melihatnya pun ikut senang. Menyelamatkan orang lain, melihat kebahagiaan, membuat Rio mendapat suntikan semangat untuk hidup.
* * *
Kembali ke dua tahun kemudian. Rio dan Amelia terkejut ketika ada teriakan nyaring dari belakang pintu.
"Amel! Rio! Aku pulang! Buka pintunya! Aku gak tahu kode rumah!" teriak Farhan lalu mencoba menggebrak pintu.
"Tunggu sebentar!" Rio pun bangkit dan membuka kunci pintu apartemen. Dengan perlahan, pintu itu terbuka dan masuklah seorang pria yang kini semakin tampan terlihat.
Pria yang awalnya memiliki pipi berisi dan rahang yang tajam, sekarang tambah berisi namun tidak tampak gemuk. Malah wajahnya berbentuk oval yang membuat ketampanannya tak pernah surut.
Ditambah Farhan yang sudah mengidealkan berat badannya sehingga ototnya yang tercetak di kaos hijau itu semakin jelas.
"Eh, Surya!" sapa Farhan kepada sahabat karibnya dengan semangatnya.
"Bro!!! Gimana kabar?" Surya terus menepuk pundak Farhan sembari memeluk tubuh pria itu.
"Kabar baiklah. Kenapa gak bilang-bilang mau datang?"
"Eeiy, harusnya kamu kasih tahu lah, jangan bikin kami terkejut seperti itu," ucap Surya lalu diikuti tawa bersamaan dengan Amelia, Rio, juga keluarga kecilnya.
Amelia menyadari bahwa Ranto ingin melepas diri dari pelukan ibunya dan terus mengarahkan kedua tangannya pada sang ayah.
"Aih, Ranto, Ranto," ucap Farhan memanggil anaknya dengan bernada. "Ih, tambah besar juga nih anak ayah. Anak pintar, anak rajin."
Farhan beberapa kali naik-turunkan anaknya sehingga tawa riang terus menghiasi wajah balita berumur dua tahun itu.
Baru saja Farhan menggendongnya di umurnya yang menginjak dua bulan, dan Farhan harus pergi lagi untuk melaksanakan tugas setelah pulih dari koma. Durasi waktu pulangnya memang lama karena Farhan harus istirahat panjang setelah bertugas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hidden Truth Love (Cinta Sejati)
Romance[Publish Ulang] * * * "Awalnya aku menganggapmu sebagai pria yang pengkhianat dan juga suka memanfaatkan orang. Tapi nyatanya ..." - Amelia Riyanti "Aku bodoh mengungkapkan sesuatu yang membuat kamu marah. Wajar saja karena kita belum saling kenal...