***
(TOLONG. Tolong saya. Saya terluka.)
(Jangan khawatir. Kamu aman bersamaku.)
Suara samar-samar itu terdengar jelas. Dalam memorinya, dia melihat sesuatu. Juga suara dari seorang pria yang berat dan napas pendeknya semakin terasa.
Memori yang tak pernah punah dari dalam otaknya pun kembaliterekam jelas melalui mimpi.
Amelia tak sengaja tertidur jam tujuh pagi, padahal dia memiliki jadwal jaga. Terbangun dengan napas memendek membuat Rena khawatir.
"Amel. Kamu kenapa?"
"Tak apa. Hanya saja ... aku merasa ada yang tidak beres di dalam kepalaku," keluh Amelia.
"Kenapa dengan kepalamu? Pusing? Mau kupanggil Dokter Wira?"
"Jangan, jangan. Aku sungguh tidak apa-apa.
Amelia merasa ada yang aneh. Ya, sudah hampir sepekan setelah terakhir bertemu suaminya. Tepat hari ini, dia menikah dengan Farhan selama sebulan.
Rekaman tentang masa lalunya yang kelam terulang kembali. Penyekapan dirinya oleh teroris. Dia masih mengingatnya.
Mungkin karena efek bucin, dia justru menebak suara berat dari seorang pria malah Rio. Amelia tak salah. Pasti Rio yang menyelamatkannya. Apa perlu menanyakan ke orangnya langsung, biar ada konfirmasi?
"Jangan-jangan, kamu mimpi tentang musibah atau sesuatu? Yang membuatmu barusan tiba-tiba teriak dan terbangun, seperti dikejar penjahat?" Rena bertanya menerka-nerka.
"Yang jelas, aku belum tahu mimpi apa yang aku alami. Aku belum bisa jelaskan detailnya apa atau bagaimana," ujar Amelia menopang kepalanya kembali di meja.
"Hei, ingatlah. Besok kamu harus siap-siap jaga malam. Jangan mikir yang bukan-bukan deh, nanti kondisimu bisa drop." Rena mengingatkan. Namun Amelia bersikap seolah tidak mendengar temannya itu. Lebih baik dalam posisinya. Tidur kembali. Jika ada pasien lagi yang datang, dia tinggal bangun dan menangani.
***
Koas dulu dengan koas sekarang semakin beda. Begitulah pikiran Amelia saat merasakan dirinya menjadi dokter muda.
Saat masih labil, dirinya tahu sepupunya yang juga dokter menikmati pekerjaannya. Dia berpikir mengikuti kuliah kedokteran kemudian lulus sebagai sarjana sudah bisa bekerja, nyatanya tidak. Ada banyak tahapan yang harus dijalaninya. Tentu saja penyesalan selalu datang belakangan, tetapi dia dapat menjalaninya tanpa keluhan setiap hari.
Tentu paling memberatkan bagi Amelia sekarang adalah jadwal co-ass miliknya. Alih-alih kebagian jaga pagi, justru dapat jaga malam. Wajar saja baginya. Selama stase yang dijalaninya, Amelia terus kedapatan bagian pagi untuk jaga. Selesai menjalankan tugas, dia langsung pulang ke rumah demi mengumpulkan energi. Baru sekali dirinya mendapat jaga malam.
Berhubung waktu senggang, Amelia dapat memanfaatkan kesempatan untuk mengisi perut. Amelia memilih ayam penyet sebagai menu makan siangnya. Tepat sekali di tempatnya bertugas, ada restoran ayam yang biasanya selalu dikunjunginya makan siang.
Sesampainya di sana, Amelia langsung memilih duduk di meja dekat jendela. Dia sangat menyukainya. Apalagi melihat pemandangan menarik. Sudah menjadi kebiasaannya tiap kali berkunjung ke restoran tertentu.
Makan siangnya kali ini tidak sendirian. Dia pun turut memanggil Rio menemaninya. Walau sedikit kurang enak sebab Rio sibuk persiapan pertandingan selanjutnya.
"Mel. Kenapa kamu bersikeras suruh aku datang ke sini, sih?" tanya Rio menggerutu. "Aku orangnya enggak bisa diganggu loh. Baru latihan juga."
"Ngapain si ganteng marah-marah? Nih, tadi aku sudah pesan ayam penyet setelah menunggu kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hidden Truth Love (Cinta Sejati)
Romance[Publish Ulang] * * * "Awalnya aku menganggapmu sebagai pria yang pengkhianat dan juga suka memanfaatkan orang. Tapi nyatanya ..." - Amelia Riyanti "Aku bodoh mengungkapkan sesuatu yang membuat kamu marah. Wajar saja karena kita belum saling kenal...