Tirai yang menutupi ranjang tempat Kenar berbaring akhirnya tersibak. Dokter jaga yang tadi memberikan pertolongan pertama kepada Kenar akhirnya keluar. Wajah tegang Mala menyambutnya dengan sorot mata penuh tanya.
"Pak Kenar sudah sadar. Tapi, sebaiknya malam ini beliau tetap di UGD dulu supaya dapat diobservasi." jelas dokter itu ketika Mala menanyakan keadaan Kenar.
"Se-sebenarnya Mas Kenar kenapa, Dok?"
"Pak Kenar menderita fibrilasi atrium atau gangguan irama jantung. Saya kurang tahu apa pemicunya, tapi kemungkinan tadi, ada yang memicu jantungnya berdetak terlalu kencang dan menyebabkan beliau pingsan. Untuk memastikan, kami masih perlu melakukan serangkaian tes."
Mala terdiam sejenak, berusaha mencerna penjelasan dokter. Apa yang sebenarnya terjadi saat tadi dia sedang berbelanja di minimarket? Sebelum dia masuk minimarket, Kenar masih terlihat baik-baik saja. Beberapa menit kemudian, lelaki itu tiba-tiba terlihat pucat lalu hilang kesadaran. Untung saja mereka sedang ada di rumah sakit. Perawat yang sedang bertugas langsung menghampiri dan membawa Kenar ke UGD.
"Ibu sebaiknya juga perlu menjadwalkan konsultasi dengan salah satu dokter spesialis kami." Dokter tersebut memberi saran.
"Baik, Dok. Nanti akan saya sampaikan ke keluarganya. Saat ini, tantenya sedang dalam perjalan ke sini. Tapi, Mas Kenar baik-baik saja, kan, Dok?" Mala berusaha memastikan. Ketegangan di wajahnya perlahan mencair saat dokter tersebut menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Boleh saya menengok ke dalam?" Mala kembali bertanya.
"Silakan."
Tanpa menunggu lama, Mala langsung menghampiri Kenar. Gadis itu mengembuskan napas lega ketika melihat Kenar tersenyum lemah menyapanya. Walaupun Kenar masih tampak pucat dan harus menggunakan alat bantu pernapasan, setidaknya dia tidak terlihat seperti orang yang sedang sekarat.
"Maaf, tadi aku terpaksa buka-buka hape Mas Kenar untuk cari kontak. Aku tadi sudah ngabarin mama dan tante Mas Kenar. Tante Lidya sedang dalam perjalanan ke sini," tutur Mala.
"Maaf jadi ngerepotin kamu. Maaf juga, saya nggak bisa nganterin kamu pulang," ucap Kenar lirih.
"Ish. Malah mikirin aku. Urusan pulang mah gampang. Aku bisa naik taksi, atau nanti aku minta jemput temanku."
Sikap riang Mala berhasil memancing senyum Kenar. Namun sayangnya, senyum itu tidak bertahan lama.
"Runi nggak tahu, kan, Mal?" Kenar tidak ingin Runi berpikir dia pingsan karena kerap mondar-mandir ke rumah sakit untuk menyambangi Runi dan ibunya.
"Nggak. Tenang aja." Mala menyunggingkan seringai jahil di bibirnya. "Atau ... Mas Kenar pingin aku ngasih tahu Runi, biar dia ke sini nemenin Mas Kenar?"
"Ja-jangan. Saya nggak mau dia khawatir," pinta Kenar dengan raut memohon. Karena terlalu cepat bicara, lelaki itu terbatuk-batuk. Mala pun panik dan hendak memanggil perawat, tetapi Kenar buru-buru menggerakkan tangan untuk melarang.
"Iya, iya. Rahasia Mas Kenar aman sama aku," ujar Mala dengan raut menyesal. Gadis itu merutuki dirinya sendiri yang bercanda tanpa melihat situasi. Bisa-bisanya dia mengisengi Kenar yang tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
"Terima kasih, Mal. Hati-hati di jalan."
"Iih, kok malah ngusir? Wong aku belum mau pulang, kok," Mala mencebik.
"Saya nggak perlu ditungguin. Banyak perawat kok di sini. Kamu pulang saja daripada kemalaman."
"Iya. Nanti, kalau tante Mas Kenar sudah datang, aku langsung pulang. Sekarang, Mas Kenar istirahat saja. Aku tunggu luar, ya. Kata perawat, nggak boleh lama-lama jenguknya, nanti ganggu pasien lain." Mala melambaikan tangan dan merapatkan kembali tirai yang mengelilingi ranjang Kenar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Cinta Arunika (Tamat)
RomanceArunika Dahayu, gadis dengan tawa sehangat matahari pagi. Gama Fareza, pria dengan sorot mata secemerlang bintang. Kenar Andaru, lelaki dengan senyum seteduh bulan purnama. Takdir membelit kisah mereka dalam jalinan cerita yang entah hendak dibaw...