#5 Infliction

159 50 6
                                    


Ujung ordner yang dilemparkan Gama tanpa sengaja menyenggol gelas air. Pria itu mengumpat keras dan dengan sigap berusaha menyelamatkan berkas-berkas yang bertumpuk di meja kerjanya.

"Santai, Bro! Ngga perlu misuh-misuh!" tegur Keisha. Gadis itu menumpukan dagu dan tangan di atas partisi kubikel mereka.

"Tadi lo dua kali misuh. Berarti sepuluh ribu." Keisha menambahkan. Diulurkannya toples berisi lembaran uang lima ribuan pada Gama. Ada perjanjian tak tertulis di tim editor, siapa pun yang mengumpat atau memaki akan didenda lima ribu rupiah.

"Gue nggak punya receh," ketus Gama sambil membersihkan mejanya dengan tisu. Dilanjutkannya mengumpat dalam hati. Melampiaskan rasa kesal yang sejak kemarin memberati.

"Tenang. Ini ada kembaliannya kok." Keisha terkekeh. "Lo kenapa sih, dari kemarin gue lihat muka lo ditekuk mulu. Komikus favorit lo lagi hiatus? Nggak ada alasan buat modusin minta ketemu?"

Gama memicingkan mata pada rekan kerjanya itu. Keisha telah mengenalnya sejak mereka masih sama-sama berkuliah. Tak ada yang bisa pria itu sembunyikan darinya. Terbukti, tanpa perlu banyak bertanya, Keisha sudah langsung menebak bahwa Runi ada kaitannya dengan perubahan suasana hati pria dua puluh enam tahun itu.

"Apaan sih Sha. Nggak usah mulai deh." Gama berusaha berkelit.

Gadis berkacamata itu justru terbahak keras. "Gue sudah kenal lo dari zaman jahiliyah kali, Gam. Sejak ketemu sama si Arunika, tampang lo jadi lebih manusiawi, nggak angker lagi. Lah sekarang tiba-tiba lo pasang ekspresi senggol-bacok begini, pasti ada apa-apanya dengan dia kan?"

Pemilik sorot mata tajam itu tak menjawab. Pura-pura sibuk menata ulang meja kerjanya. Semakin ditangapi, ledekan Keisha akan semakin menjadi. Gama sudah hafal sifat sahabatnya itu.

"Kenapa? Akhirnya dia nyadar kalau selama ini lo modusin dia? Terus minta lo menjauh kayak di sinetron-sinetron religi?'"

Gumpalan tisu basah melayang ke wajah Keisha. Gadis itu memaki pelan.

"Nah. Lo kena denda juga tuh, lima ribu." Gama tergelak puas.

"Atau jangan-jangan dia sudah ada yang ngelamar?" Keisha tak menyerah, masih dilanjutkannya meledek Gama. "Lo sih lelet, kebanyakan mikir. Dah gue bilang dari dulu, jujur aja sih. Daripada memendam perasaan tapi ngamuk-ngamuk sendiri pas gebetannya disamber orang."

"Sok tahu lo! Pacaran aja belum penah, sok-sokan ngajarin gue."

"Gue ini editor komik romance. Tiap hari kerjaannya baca cerita cinta mulu, dah kenyang gue sama urusan percintaan."

"Kalau gitu lo buka jasa konsultasi cinta aja," sindir Gama.

"Lo klien pertamanya ya?"

"Ogah! Nanti malah nambah masalah gue, mesti dengerin omongan lo yang sok tahu itu."

Dering ponsel Keisha menyelamatkan Gama dari serangan berikutnya. Gadis itu sibuk berbicara di telepon, sementara Gama memikirkan kembali kata-kata Keisha.

Bagaimana jika sahabatnya itu benar? Bagaimana kalau Runi dilamar orang lebih cepat dari dugaannya selama ini? Usia Runi memang baru dua puluh dua tahun, tapi gadis seperti Runi bukankah biasanya memilih menikah muda?

Gama mengusap wajah dengan kasar, berusaha melupakan asumsinya yang tak berdasar. Lelaki bernama Kenar itu baru saja pindah ke sebelah rumah Runi, tak mungkin hubungan mereka berjalan secepat itu kan? Lagipula, Runi kemarin sudah menceritakan alasannya pergi bersama tetangga sebelah rumahnya itu. Semalam, Runi juga memilih duduk di kursi tengah meski cuma semobil berdua dengan lelaki itu. Gadis pujaan Gama masih belum berubah, masih berhati-hati saat bergaul dengan lawan jenis.

Cahaya Cinta Arunika (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang