#2b - Interaction

19 3 0
                                    

Apa yang akan kamu lakukan jika pertemuan pertamamu dengan seseorang diawali dengan kejadian yang teramat memalukan?

Pertanyaan itu menghantui Runi. Ritme jantungnya belum kembali seperti semula. Gadis itu pun masih duduk bersimpuh di lantai usai menutup jendela kamarnya rapat-rapat. Dia masih berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. Sudah bertahun-tahun rumah sebelah kosong. Sejak kapan ada yang menghuni?

Rasa-rasanya, Runi tidak pernah melihat mobil datang membawa barang-barang ke rumah sebelah. Bahkan sampai tadi pagi, dia tidak melihat ada tanda-tanda penghuni baru telah datang ke rumah itu. Makanya, Runi dengan tenang membuka jendela lebar-lebar padahal dia sedang tidak mengenakan jilbab. Rambut panjangnya dia biarkan terurai karena masih lembap setelah keramas tadi.

Dasar ceroboh, Runi!

Harusnya, dia menuruti saran Bunda untuk memasang tirai di jendela. Dia benar-benar tidak mengira akan ada seorang laki-laki muncul dari balik jendela rumah sebelah.

Runi berdecak kesal. Laki-laki asing itu telah melihat auratnya. Walau tahu bahwa hal itu terjadi karena tidak sengaja, tetap saja rasa bersalah terus menderanya. Apalagi, tadi dia tidak segera bereaksi, malah sempat terpaku dulu selama beberapa saat sebelum akhirnya memutus kontak di antara mereka.

Wajah Runi terasa panas, seakan-akan ada yang menyulut api di kedua pipinya. Rasa malu terus merambat di wajahnya dan perlahan mendesak kantung air mata hingga tumpah.

Bodoh! Bodoh! Bodoh!

Seperti ada yang hilang dalam diri Runi siang itu. Bagi kebanyakan orang, hal ini mungkin hanyalah masalah sepele yang tidak perlu dibesar-besarkan, tapi tidak bagi Runi. Banyak gadis lain tidak merasa risih memamerkan bagian tubuh mereka, tapi Runi tidak begitu. Sejak duduk di bangku SMA, dia sudah bertekad untuk menutup auratnya rapat-rapat. Dia telah begitu berhati-hati membatasi pergaulan dengan lawan jenis. Lalu sekarang, tiba-tiba saja seorang laki-laki yang tidak dia kenal melihat sebagian auratnya.

Runi menarik napas dalam-dalam. Disekanya air mata yang membasahi pipi. Semua sudah terjadi. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengulang waktu kembali. Hari itu dia belajar untuk lebih awas dengan sekitar. Jangan sampai, hal semacam itu terulang lagi.

-0-

Akhirnya selepas isya, Kenar memantapkan hati untuk menemui gadis tadi. Bagaimanapun juga, mereka berdua tinggal bersebelahan, tidak mungkin terus-terusan menghindar. Sebaiknya dia segera meminta maaf agar gadis itu tak salah paham. Jangan sampai dia dianggap sengaja mengintip melalui jendela.

Pria itu menggeleng beberapa kali, berusaha mengusir bayang-bayang kejadian tadi siang yang entah kenapa tak mau pergi dari kepalanya. Rongga dadanya kembali gemuruh. Tentu kali itu bukan pertama kalinya Kenar melihat gadis berpakaian terbuka. Dia tak sepolos itu. Meski sekarang dirinya berusaha menjaga pandangan, pernah juga dia mengalami masa-masa nakal seorang remaja laki-laki. Hanya saja ... ekspresi kaget gadis itu begitu lekat di kotak memorinya. Tak mau hilang.

Diketuknya pintu dua kali sambil mengucap salam. Sayup-sayup terdengar suara wanita dari dalam rumah. Tiba-tiba Kenar ingin kabur, tapi kakinya seolah tertancap di lantai. Daun pintu perlahan mengayun terbuka, Kenar tak mungkin lagi lari pulang ke kontrakannya.

"Ya, cari sia—pa?" Ekspresi Runi berubah drastis ketika melihat siapa tamu yang datang.

Meski rambut panjangnya telah tersembunyi di balik pasmina cokelat, Kenar masih dapat mengenali gadis itu. Wajah bulat kemerahan, hidung mungil yang sedikit lancip, juga bibir mungil yang melengkung ke bawah. Ingatan Kenar yang awalnya hanya bayangan samar, kini membentuk raut wajah yang sempurna.

"Mau apa ke sini?" Runi sengaja bersikap ketus untuk menyembunyikan rasa malu yang kini membakar wajahnya. Dia tahu, suatu saat akan berurusan dengan si tetangga baru, tapi tidak secepat ini. Gadis itu belum memutuskan akan bersikap bagaimana jika akhirnya mereka bertemu.

Cahaya Cinta Arunika (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang