(Halo, sambil bayangin makan croissant, jangan lupa klik tombol bintang buat vote bab ini)
***
Denting pelan terdengar dari bel kecil di atas pintu ketika Gama masuk ke ruangan bernuansa retro itu. Dia tak mengenali barista yang sedang bertugas. Beberapa ornamen baru juga menunjukkan bangunan telah direnovasi. Kelihatannya, kedai kopi itu banyak mengalami perubahan, seperti dirinya.
"Pesan apa, Mas?" tanya gadis berapron cokelat di balik meja kasir.
"Hot cappuccino sama butter croissant-nya satu," sebut Gama.
Gadis itu mengambil croissant dari rak penghangat lalu meletakkannya di piring yang telah dia siapkan. Jemarinya dengan lincah menekan tuts mesin kasir. Begitu mereka menyelesaikan transaksi, piring berisi croissant itu berpindah ke tangan Gama.
Lelaki bercambang halus itu memilih kursi pojok yang selalu menjadi favoritnya sejak dulu. Dari posisi itu, dia bisa mengamati klub malam yang terletak tepat di seberang jalan. Pada suatu titik di masa lalunya, tempat gemerlap itu lebih sering Gama kunjungi dari apartemennya sendiri.
Sebelum berkunjung ke klub itu, Gama biasa mampir kedai kopi agar bisa mengamati gadis-gadis muda yang datang ke klub. Seperti elang yang sedang mengincar mangsa, Gama smencari target yang paling lemah. Selalu ada setidaknya satu orang di antara para gadis itu yang terlihat ragu ketika akan melangkah masuk ke klub. First timer. Biasanya mereka paling mudah terpikat bujuk dan rayu.
Gama menyugar rambutnya yang mulai panjang. Masa lalu itu sungguh bukan sesuatu yang patut dibanggakan. Setiap teringat masa kelam itu, Gama justru merasa malu. Dulu, dia melampiaskan kebencian pada sang ayah dengan meniru kebiasaan lelaki itu bermain wanita. Gama pikir, lelaki itu akan malu jika mengetahui kelakuannya. Ternyata, dia salah. Ayahnya sama sekali tak peduli.
Begitu kontras dengan suasana kafe yang sepi, klub malam itu justru semakin ramai. Ingatan Gama kembali melayang pada beberapa tahun lalu, pada kejadian yang menjadi titik baliknya.
Ketika mendengar kabar dari Agni bahwa ibu mereka masuk rumah sakit, saking paniknya Gama langsung menuju rumah sakit, tak sempat mengganti pakaian yang menguarkan bau alkohol. Tak ada lagi pura-pura menjadi anak baik di depan wanita yang melahirkannya, atau mungkin, ibunya telah tahu sejak lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Cinta Arunika (Tamat)
عاطفيةArunika Dahayu, gadis dengan tawa sehangat matahari pagi. Gama Fareza, pria dengan sorot mata secemerlang bintang. Kenar Andaru, lelaki dengan senyum seteduh bulan purnama. Takdir membelit kisah mereka dalam jalinan cerita yang entah hendak dibaw...