𝟏𝟖

14 12 11
                                    

[YANG GAK VOTE JAMET!]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[YANG GAK VOTE JAMET!]




Happy Reading!


—𝙶𝙰𝚁𝙳𝙰𝚁𝙰𝙽—

❝ᴡᴇ ᴡᴇʀᴇɴ'ᴛ ᴘᴇʀꜰᴇᴄᴛ.❞









Langkah kaki yang dilindungi sepatu sneakers terdengar nyaring, menyapa heningnya malam yang sunyi. Tapak kaki itu menuju sebuah rumah besar di tengah kota. Sebuah rumah bernuansa alam dengan corak scandinavian indah yang memiliki berjuta rahasia gelap di dalamnya. Ia berdiri di depan pintu rumah tersebut, sang penjaga rumah yang mengenali wajah sang tuan muda langsung membukakan pintu.

Ia masuk ke dalam, menelisik rumah yang tidak terasa rumah baginya. Terdengar suara gema tawa sang Ayah dengan seseorang dari arah ruang keluarga. Dengan segera ia menghampiri orang tuanya tersebut.

Lelaki paruh baya itu adalah Hendery.

Ketika ia menampakkan diri, sang Ayah terdiam meneliti tubuh putranya dari kejauhan. Sedangkan sang Putra hanya menampikan ekspresi datarnya.

Wanita paruh baya yang tertawa bersama Ayahnya tadi—ah, sekarang ia ibu tirinya. Tapi tak pernah sedetikpun anak itu menganggap wanita di seberang sana adalah ibunya.

"Saya mau bicara penting." ujar sang Anak dan langsung meninggalkan ruang keluarga.

.
.
.

"Nak, Ayah senang kamu pulang. Terimalah bahwa sekarang Tiffany adalah ibu mu." ujar Hendery seraya menggapai bahu sang Anak, meyakinkan.

"Ibu Saya sudah lama meninggal. Dan Dia hanyalah wanita sialan yang merebut kebahagiaan saya dan ibu Saya!" Putranya naik pitam seraya menunjuk ruang keluarga, tempat dimana Tiffany berada.

"Jaga bicaramu Nak. Dia wanita baik, tidak pernah menyakiti kamu ataupun ibu mu." tegas Hendery.

Remaja tersebut merotasikan bola matanya malas, ratusan kali sudah ia mendengar kalimat memuak-kan seperti itu, tak pernah sekalipun membuat ia melihat Tiffany sebagai Ibunya.

"Sudahlah, Saya malas dengan ini. Saya cuma mau minta satu hal."

Mata Hendery berbinar, menumbuhkan secuil harapan baru. Mungkin ini cara yang bisa ia  lakukan untuk membuat anaknya kembali ke rumah.

"Silahkan Nak, asalkan kamu mau kembali pulang ke rumah." ujar Hendery.

"Tutup kasus penculikan Xavana. Dan Saya akan pulang." pinta anak lelaki.








•••

Daran berjalan mendekati ruang keluarga Lucht yang terletak pada lantai satu. Tujuan sebenarnya adalah ke dapur—tepatnya menuju kulkas yang berada di sana. Dengan langkah gontai tapi pasti, ia membuka kulkas dengan sensor telapak tangan, menampilkan deretan soft drink yang tersusun rapih.

GARDARAN || Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang