8

39.7K 3.7K 111
                                    

Hari ini Al mulai sekolah.

Al menatap pantulan dirinya di cermin. Tangannya agak bergetar saat mengancingkan seragam sekolahnya. Ia bukan hanya gugup. Al sepenuhnya ketakutan. Ia baru menyadari saat menerima seragam dari mama kemarin bahwa abangnya sekolah di SMP yang sama dengan Kak Bima. SMP Napoleon. Al tidak bisa tidur dengan baik semalam. Ia bermimpi buruk dan tidak berani tidur lagi. Untung Al tidak membangunkan Mas Dimas yang tidur bersamanya malam ini.

Masa SD-nya tidak terlalu menyenangkan. Al tidak hanya tidak memiliki teman, tapi ia juga sering sekali dibully oleh kakaknya yang hanya berbeda satu tahun dengannya itu. Al tidak punya teman dan Kak Bima seperti punya teman di mana saja. Mereka juga ikut membully Al yang saat itu tidak mengerti ia salah apa. 

Akhirnya ia paham kalau Kak Bima marah karena nilai Al selalu lebih bagus darinya. Al juga beberapa kali ditunjuk untuk mewakili sekolah. Karena hal itu, Kak Bima sering kali dibanding-bandingkan oleh beberapa guru dan tetangga. Al paham dibanding-bandingkan itu tidak enak, jadi Al sendiri merasa bersalah pada Kak Bima dan menerima semua perlakuan itu tanpa protes, tapi tetap saja ia ketakutan. Pada akhirnya, setelah ia lulus SD, mama memilih untuk tidak menyekolahkan Al lagi atas permintaan Kak Bima juga.

"Al... anj**, Al kenapa?! Kok nangis?!" seruan dari orang yang sangat dikenalnya itu membuat AL tersadar. Ia kembali menatap pantulannya di cermin dan buru-buru menghapus air matanya. Sayangnya sudah terlambat, Bang Rey yang sudah melihat itu merepetinya dengan banyak pertanyaan penuh kekhawatiran yang justru membuat Al tertawa.

Tanpa menjawab pertanyaan Bang Rey satupun, Al memeluk abangnya itu. Paham Al tidak mau menjawab, Bang Rey juga balas memeluknya. Al tersenyum, ia masih takut. Al takut bertemu Kak Bima di sekolah, Al takut nilainya lebih tinggi dari Bang Rey lalu Bang Rey juga marah padanya, Al takut Bang Rey tidak mau memeluk Al seperti ini lagi. Ia sudah terbiasa disayang seperti ini dan Al tidak mau kehilangannya lagi.

"Al sayang Abang," kata Al pelan.

Bang Rey terkekeh mendengarnya. Ia memeluk Al lebih erat lagi, "Abang juga sayang sama Al. Sini abang pakein dasinya."

Al tidak protes. Ia memasukkan kemejanya ke dalam celana biru tua yang dipakainya, lalu membiarkan tangan abangnya berkreasi di sekitar lehernya. Ia menatap langit-langit sementara Bang Rey memakaikannya dasi. Al berusaha tidak memikirkan apapun yang buruk saat tangan abangnya itu bergerak di sekitar lehernya. Ia membayangkan apa yang dimasak mamanya untuk sarapan pagi ini. Rasanya ia sudah sangat lapar.

Sayangnya, rasa laparnya seketika hilang saat melihat nasi goreng yang tersedia. Sepertinya ia terlalu banyak memikirkan Kak Bima pagi ini. Melihat nasi tiba-tiba membuatnya teringat kenangan tidak menyenangkan terkait nasi dan ia ingin muntah saat ini juga. Dulu saat kejadian itu baru terjadi, Al benar-benar tidak mau memakan nasi lagi. Setelah selama sebulan ia memasak nasi sendiri dan ia tahu nasi itu tidak basi, baru akhirnya ia berani mencoba memakannya. Nasi tidak semahal roti dan lebih mengenyangkan. Karena itulah ia memaksakan dirinya walupun ia tetap tidak bisa menelan nasi kalau teringat kenangan itu.

Sekarang, bagaimana caranya agar Al bisa menolak sarapan tanpa membuat mama sedih atau papa, Mas Dimas, dan Bang Rey khawatir?

➰➰➰

"Al, jangan lupa kalau ada apa-apa kabarin Abang, ya!"

Al mengangguk untuk ke sekian kalinya. Al sudah mendengar kata-kata itu sejak ia keluar rumah tadi. Pertama dari mama saat Al menerima bekal yang sudah disiapkan olehnya. Mama mengabsen semua barang Al dari obat sampai pensil. Mama juga memaksanya memakai jaket karena katanya bisa jadi AC di kelas dingin. Setelah mengucapkan kata-kata yang sama lagi, mama beralih menoleh ke arah Bang Rey sambil menasihatinya beberapa hal. Sedangkan Al di hadapkan dengan Mas Dimas yang juga mengatakan hal yang sama dengan mama, "Kalau ada apa-apa bilang ke abang." ditambah dengan, "nanti waktu pulang sekolah cerita sama Mas ya! Malem ini tidur sama Mas Dimas lagi!" Padahal sekolah mereka sebenarnya satu yayasan dan hanya berjarak beberapa meter dipisahkan oleh gedung auditorium untuk memisahkan wilayah SMP dan SMA.

AL WILL BE OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang