11

35.2K 3.5K 45
                                    

Hai haii Al balik lagi...
Selamat membaca ya🥰⚘

➰➰➰

"Ini kembaran gue, Dean, kalau yang ini temen kita dari kecil, namanya Zio."

Al menatap takjub ke arah Devan dan kembarannya yang barusan dikenalkan olehnya. Mereka benar-benar terlihat mirip sampai Al cukup sulit membedakan kalau hanya sekilas. Ini pertama kalinya ia bertemu dengan sepasang anak kembar. Rasanya menakjubkan jika ia membayangkan memiliki seseorang yang bersama dengannya sejak lahir.

"Heh! Gue bukan pertunjukan yang bisa lo lihat kayak gitu, ya!" bentak Dean pada Al tiba-tiba.

Al yang terkejut spontan beringsut ke belakang. Ia mengerjap beberapa kali, tidak yakin apa kesalahannya. Walaupun sejujurnya ia juga sudah biasa dibentak tanpa sebab. Akhirnya tanpa mengatakan apapun, Al mengalihkan pandangnnya dari anak itu. Persis seperti anak TK yang ngambek.

"Aduh duh duh duhh..."

Jeritan itu sontak membuat Al menoleh kembali. Ia melihat Devan sedang mencubit pipi kembarannya itu.

"Temen gue itu. Jangan diajak bercanda kayak gitu. Dia nggak pernah dimarahin anaknya," kata Devan tanpa melepas cubitannya.

Dean melepas cubitan Devan paksa. Ia meringis sambil mengelus pipinya. Ia memang hanya bercanda pada anak baru itu, tapi ia tidak menyangka kembarannya sampai mencubitnya begini. Dean memasang cengirannya pada anak yang diperkenalkan oleh Devan itu. "Iya, gue cuma bercanda. Nama gue Dean. Jadi lo yang katanya anak beasiswa itu?"

Kali ini gantian Dean yang menatap Al dengan pandangan takjub sekaligus menilai. Bahkan ia sampai mendekatkan wajahnya pada Al. Karena hal itu, Al bisa melihat pipinya yang memerah karena dicubit tadi. Tanpa berpikir apa-apa, Al mengangkat tangan kanannya yang sedang dikompres air dingin lalu menempelkannya ke pipi Dean.

Semua terkejut melihatnya. Bahkan Dean yang merasa pipinya dingin dan basah terpaku di tempatnya. Al yang melihat semuanya diam jadi merasa bersalah. Apa barusan ia melakukan hal yang salah lagi? Jadi pelan-pelan ditariknya tangannya menjauh dari pipi Dean.

"Ehem, aku bukan anak beasiswa, kok," kata Al pelan.

"Eh? Bukan? Kata anak kelas gue..."

"Heh, bocah gosip! Gosip lo telen mentah-mentah mulu, dah. Masak dulu dong," sela Devan sambil kembali duduk di sebelah Al.

"Kalau gitu syukur, deh. Soalnya jadi anak beasiswa nggak enak. Pasti dibully di mana-mana," kata Dean. Ia mengambil gorengan yang dibelinya tadi dan memakannya.

"Emang kenapa, sih, di sini anak beasiswa dibully? Padahal merekakan pinter, bukannya bisa dimanfaatin ya?" tanya Al polos.

Devan dan Dean kompak tertawa mendengarnya dan Al dipelototi oleh cowok dingin berkaca mata yang bernama Zio itu. Al berusaha memasang senyum manis, tapi anak itu memutus kontak mata mereka dengan meminum minuman yang dibawanya. Al mengernyit bingung, apa cowok itu tidak menyukainya? 

"Jujur banget sih, lo Al," komentar Devan masih sambil tertawa.

Dean menepuk-nepuk punggung Al agak kuat saat tertawa, membuat Al agak mengernyit, karena itu membuat nafasnya lebih sesak. Kalau saja ia tidak sedang lemas, jelas Al memilih untuk berdiri dan menjauh. 

"Kenapa lo di sekolahin di sini sama orang tua lo, Al?" tanya Devan untuk memulai penjelasannya.

Al mengernyitkan alis, "Soalnya katanya ini sekolah terbaik di kota ini. Bang Rey juga sekolah di sini, jadi biar ada yang jagain katanya." Al mengecilkan suaranya pada akhir kalimat.

AL WILL BE OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang