14

33.1K 3.1K 38
                                    

Happy reading guys🤗⚘
➰➰➰

Al menghela nafas melihat hasil ulangan hariannya. Memang sih, ini sudah diduganya karena ia sendiri yang membuat nilainya segitu, tapi ternyata tetap saja ada perasaan sedih saat melihat nilainya tidak sampai pada angka 80.

Setelah ia sakit, ia tidak diizinkan untuk masuk sekolah selama hampir seminggu. Hal itu membuat ia ketinggalan beberapa ulangan harian yang seharusnya ia ikuti. Karena itulah beberapa hari ini ia rajin menyambangi ruang guru untuk mengikuti ujian susulan. Dan kini salah satu hasilnya ada tepat di depan matanya.

"Dapet berapa lo, Al?" tanya Devan saat Al sudah sampai di tempat duduknya. Ia memanjangkan lehernya hendak melihat lembar ujian temannya itu.

Al menunjukkan hasil ujiannya tanpa berpikir apa-apa. Devan yang melihat mengernyitkan alisnya, tapi tidak berkata apa-apa.

"Baik, semua sudah mendapatkan hasil ulangan harian kemarinkan? Ibu senang kelas ini tidak ada yang di bawah KKM. Bahkan Alvan yang baru bergabung bersama kita juga mendapat nilai di atas KKM walaupun nilainya merupakan yang terendah di kelas ini. Mulai sekarang Alvan harus belajar lebih giat lagi supaya bisa mengikuti teman-temannya, ya?" kata guru IPS saat semua nilai ulangan sudah dibagikan.

Al hanya mengangguk menjawabnya. 

Terdengar beberapa orang bergumam mengejek. Al sendiri hanya menatap nilai 79 di atas lembar ulangannya. Ia pikir angka segini sudah termasuk rata-rata. Ia tidak menyangka rata-rata kelas ini cukup tinggi, bahkan tidak ada yang mendapat nilai di bawah 80 selain dirinya. Bahkan Devan yang kelihatannya selalu membolos juga mendapat nilai di atas 80. Rasanya menyedihkan mendapat nilai terendah di kelas, tapi Al tidak menyesal. Memang ini tujuannya. Ia tidak mau berlebihan lalu membuat Bang Rey atau Mas Dimas marah karena nilainya lebih tinggi dari mereka.

"Apaan? Kirain anak beasiswa pinter, ternyata nilainya paling kecil di kelas," sindir Dicky tajam.

"Woi, dijaga, dong moncong lo tuh!" balas Devan kesal.

"Biarin aja, Dev. Nilai aku emang kecil, kok," kata Al. Ia menghela nafas. Bukannya ia tidak tersinggung, tapi ini pilihannya. Al lebih suka menerima sindiran seperti ini daripada membuat masalah dengan salah satu keluarganya di masa depan nanti.

➰➰➰

"Hee... nilai Al paling kecil di kelas?"

Al hanya mengangguk saat pertanyaan itu keluar dari mulut Dean. Sudah beberapa hari ini, mereka selalu menghabiskan waktu istirahat di sini, di samping auditorium pembatas antara sekolah SMP dan SMA ini. Bahkan Devan sengaja membawa karpet untuk mereka duduki agar tidak perlu berhimpitan di satu kursi panjang yang sebenarnya kelihatan rapuh itu. Kini juga Zio ikut membawa bekal sepertinya, sedangkan Devan dan Dean masih memilih membeli di kantin. Meskipun sesekali mereka juga membawa bekal ke sekolah.

"Yah, mau gimana lagikan? Al baru masuk ke sini juga, pasti belum familiar sama soal-soal guru di sini. Malah keren kalau dia nggak dapet di bawah KKM kan? Lo les di mana, Al? Kasih tahu, dong." kata Dean memaklumi. Ia malah lebih tertarik pada orang yang bisa membuat Al bisa bertahan di atas KKM.

"Eh? Les? Aku nggak les," jawab Al ragu.

"Eh? Seriusan?" seru Dean terkejut.

Al mengangguk, "Emang kenapa?"

"Biasanya anak sini ikut les minimal 1. Kebanyakan sih, lebih dari satu. Mereka berdua juga, selengean gini ikut les di tiga tempat," jelas Zio sambil membuka kotak bekalnya.

Al juga mengikutinya membuka bekalnya, lalu memberikan setengah lauknya pada Zio dan menawarkannya juga pada si kembar yang langsung menyodorkan mangkuk mie ayam mereka. 

AL WILL BE OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang