Al tidak pernah tahu memiliki adik semelelahkan itu. Begitu ia pulang sekolah, Gita langsung menarik tangannya untuk bermain bersama. Hanya bermain petak umpet, tapu ia harus mencari gadis kecil itu di sekitar rumah ini. Al bahkan sudah kelelahan setelah beberapa saat mereka bermain. Akhirnya mereka berakhir duduk di ruang keluarga dengan Al menemani Gita bermain boneka.
"Uhuk uhuk uhuk..."
"Ih abang batuk?" celetuk Gita sambil mengerutkan alisnya.
Al tersenyum kecil sambil mengelus dadanya yang agak sesak.
"Kata mama aku nggak boleh deket-deket sama orang batuk, nanti ketularan," tambah Gita.
"Ah, kalau gitu aku balik ke kamar aja... uhuk..." kata Al sambil bangkit. Dari kemarin dadanya sudah terasa tidak nyaman, kelelahan karena menemani Gita bermain sama sekali tidak membantu menguranginya.
"NGGAAKK!!!"
Al terlonjak mendengar jeritan Gita. Ia menoleh dan melihat Gita menatapnya marah. "Ke, kenapa?"
"Kalau abang pergi Gita bilang sama tante kalau abang nggak mau nemenin Gita main!"
"Eh?" Al mengerjapkan matanya bingung. Ia pikir kata-kata Gita tadi merupakan sindiran untuknya agar pergi, tapi anak itu tidak mau ia pergi?
"Karena Gita nggak boleh deket-deket abang, Gita bakal lari, jadi abang harus ngejar Gita! Ayo kita main kejar-kejaran!"
Al menatap Gita ragu mendengarnya. Sebenarnya, sejak dulu ia selalu merasa bermain kejar-kejaran itu menyenangkan. Ia belum pernah memainkan permainan itu, karena sejak dulu Om Vian selalu melarangnya. Al juga mengerti mengapa ia dilarang oleh Om Vian, karena itu ia juga tidak pernah melanggarnya. Ia selalu benci sakit sejak dulu, walaupun sekarang ada banyak yang memperhatikannya, Al tetap tidak suka sakit.
"Abang Al nggak boleh main kejar-kejaran, Gita. Maaf, ya," potong seseorang tiba-tiba.
➰➰➰
Al dan Gita sama-sama menoleh dan melihat Dimas tersenyum dingin. Dimas mendekati Al dan mengangkatnya ke pelukannya. Al mengerjapkan matanya bingung karena tiba-tiba ia sudah berada di gendongan Mas Dimas.
"Tante mana, Git?"
Gita cemberut saat menjawab, "Tante lagi masak sama mbak-mbak yang lain."
"Mas pinjem abang Al nya dulu ya, Gita. Nanti kita main bareng," kata Dimas sambil menggendong Al menjauh dari Gita.
"Al nafasnya kok bunyi, sih? Tadi main apa aja sama Gita?" tanya Dimas khawatir.
"Petak umpet," jawab Al pelan. Ia menutup mulutnya, berusaha menahan batuk yang hendak keluar.
Dimas mengelus kepala Al saat ia terbatuk karena tidak kuat menahannya lagi. Dimas menyesal karena tidak langsung pulang tadi. Ia dan Rey sama-sama terbiasa untuk "mengerjakan tugas" atau ada "rapat" setiap kali Gita datang ke rumah mereka. Jadi meskipun tidak janjian, mereka sama-sama tidak langsung ke rumah sepulang sekolah. Karena mereka berdua tidak ada, adik kesayangan mereka ini yang harus meladeni bocah iblis seperti Gita.
Baiklah, ia keterlaluan karena memanggil sepupunya sendiri iblis. Gita juga sebenarnya tidak ada salah. Semua bermula dari keluarga mamanya yang tidak benar-benar menerima Rey. Mereka senang mama menikah dengan papa, tapi seperti selalu menyayangkan keberadaan Rey selaku anak bawaan papa. Dulu mereka setiap beberapa bulan akan mengunjungi rumah keluarga mama untuk silaturahim, tapi di sana mereka selalu mengabaikan Rey. Ada kejadian kecil yang membuat papa kesal dan akhirnya mengurangi frekuensi mereka berkunjung atau ikut acara keluarga mama. Mama yang juga menyadari hal itu tentu saja menyetujui kebijakan papa. Ia sudah menganggap dirinya sebagai ibu Rey juga, tentu saja ia marah karena anaknya diperlakukan tidak adil.
KAMU SEDANG MEMBACA
AL WILL BE OKAY
RomantizmMau salah ataupun tidak, tetap saja Al yang salah. Mau minta maaf atau tidak, tetap saja ia akan mendapat bogem mentah dari ayah. Mau sakit atau tidak, tetap saja ibu tidak sudi memeluknya. Sebenarnya, apa yang sudah dilakukannya sampai ia dibenci s...