22

31.5K 3.1K 82
                                    

Zeith menghentikan rapat yang sedang berjalan begitu kabar Al kecelakaan sampai di telinganya. Ia tidak peduli dengan masalah yang tertunda kalau ia membatalkan rapat sekarang. Ia tidak akan bisa fokus sebelum memastikan anak bungsunya itu baik-baik saja. Al memang mengatakan ia baik-baik saja tadi, tapi siapa yang tahukan? Pokoknya Zeith tidak mau kecolongan sedikitpun.

Ia sudah menghentikan rapat, memaksa Kak Valdi untuk mengetes Al yang dalam perjalanan ke rumah sakitnya, sekarang ia tidak bisa melakukan apapun dari jarak sejauh ini. Sial. Benar-benar membuat frustasi.

"Lho, kok udah balik?" tanya Lea saat Zeith membuka pintu kamar penthouse tempat mereka menginap selama di kota ini. 

Zeith tidak menjawab apapun. Ia menarik Lea untuk duduk di sofa yang tersedia di kamar tidur itu. Zeith mencari cara bagaimana menjelskan pada Lea agar istrinya in tidak terlalu panik. Yah, ia tidak yakin ia bisa, sedangkan ia sendiri masih belum bisa merasa tenang.

"Kenapa, sih? Ada masalah baru?"

Zeith menarik Lea ke dalam pelukannya. Lea membalasnya dengan lembut dan mengelus rambutnya.

"Rapatnya aku batalin," kata Zeith pelan.

"Kenapa?"

"Al kecelakaan."

Elusan tangan Lea di kepalanya berhenti. Ia menjauh dan menatap Zeith tajam, "Bohong ya?"

"Mana mungkin aku bohong soal itu?!"

Lea menutup mulutnya terkejut, "Terus, Al gimana? Kita pulang sekarang? Aku siapin barang dulu. Udah pesen tiket?"

Zeith menarik tangan Lea lembut, berusaha menenangkan. "Nggak apa-apa, oke? Mobilnya cuma penyok dikit, kok."

"Aku nggak nanya mobilnya!" bentak Lea panik, "anak aku gimana? Ada luka atau nggak? Ya ampun..."

"Maksud aku, kecelakaannya nggak separah yang kamu bayangin," kata Zeith menjelaskan. "Rey atau Dimas masih bisa main bola abis kecelakaan kayak gitu--"

"Tapikan yang kecelakaan Al," potong Lea lemas.

Zeith menghela nafas, "Iya, aku tanya tadi katanya nggak ada luka, sih, tapi dia sempet kambuh tadi."

"Tuh kan!"

"Aku udah suruh Al periksa di tempat Kak Valdi, oke? Semoga beneran nggak apa-apa," kata Zeith pelan. Kalau menuruti kata hatinya, ia juga inginnya langsung terbang ke sana sekarang juga dan memastikan sendiri keadaan putra bungsunya itu.

Lea menghela nafas, "Kenapa nggak pulang aja, sih? Kamu juga cemaskan?"

"Aku cemas banget, Sayang. Tapi coba kamu bayangin gimana reaksi Al kalau tahu kita pulang sekarang juga gara-gara dia kecelakaan kecil?"

"Ah..." Lea terdiam saat mengerti apa yang dikatakan suaminya itu.

Al pasti malah merasa bersalah dan bukannya senang. Ia akan menganggap dirinya menyusahkan lagi.

***

Al memandang gedung besar di hadapannya. Baru minggu lalu ia datang ke sini untuk mengecek punggungnya dan sekarang ia sudah berada di sini lagi. Ia menghela nafas. Sepertinya ia benar-benar menguras banyak uang sejak datang ke kelurga ayahnya itu. Dulu, bahkan untuk membeli obat di apotek saja ia sudah takut, sekarang tiap ia terluka sedikit papanya langsung menariknya ke sini karena cemas.

Memang menyenangkan dicemaskan begitu, karena berarti papa benar-benar menyayanginya. Sayangnya, Al kesulitan mengenyahkan pikiran bahwa ia merepotkan. Seandainya saja ia tidak terluka. Seandainya ia seperti Bang Rey dan Mas Dimas yang selalu baik-baik saja.

AL WILL BE OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang