35

19.1K 1.9K 30
                                    

Zio, Devan, dan Dean terkejut melihat keadaan sahabat mereka itu. Terakhir mereka bertemu sebelum mereka bertiga mengikuti kegiatan camping yang harus diikuti jika ingin mendaftar di OSIS. Zio jelas ingat kalau Al tidak terluka sama sekali saat itu. Kenapa sekarang wajahnya terluka seperti itu?

"Lo kenapa?" tanya Devan sambil berjalan mendekat.

Al tersenyum, "Aku abis jatuh tadi."

"Emangnya lo ke mana, kok bisa jatoh?" tanya Devan lagi. Ia bersedekap sambil menatap Al tajam.

Al hanya mengalihkan pandangannya dan memainkan jemarinya tanpa menjawab apapun.Dean menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan kembarannya itu. Ia justru maju dan bergerak memeluk Al singkat, "Harusnya lo hati-hati. Liat tuh, sekarang macan lo ada banyak."

Devan menyipitkan matanya ke arah kembarannya itu, "Siapa yang lo sebut macan?"

Dean memeletkan lidahnya, "Siapa lagi coba?" 

Devan memutar bola matanya. "Ngomong-ngomong, kemana macan lo, Al? Biasanya dia ada di sini."

"Cie, kangen ya?" ledek Dean.

"Ew."

Al yang mendengarnya menelengkan kepalanya. Benar juga, ke mana abangnya itu? Ia tidak melihatnya sejak ia diobati oleh Uncle Valdi. "Ke mana Bang Rey, Pa?"

Zeith yang sejak tadi sudah kembali mengurusi pekerjaannya dan mengabaikan ketiga teman anaknya itu mendongak, "Apa, Nak?"

"Bang Rey ke mana?" ulang Al.

"Oh, Bang Rey tadi keluar. Kayaknya ada yang penting. Nanti pasti balik lagi, kok."

"Hmm..." Al mengangguk-angguk saja. Kemudian pandangannya bertabrakan dengan Zio yang sejak tadi hanya diam saja. Ia menyapa temannya itu dengan senyuman, "Kenapa, Zio?"

"Apa yang kenapa?" balas Zio datar.

"Biasanya kamu ikut nimbrung obrolan Devan sama Dean."

Devan langsung menyanggah, "Emang biasanya gini, kok, Al. Nggak perlu khawatir sama es batu."

Zio memutar bola matanya. Ia berjalan mendekat sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Al tersenyum lebar melihat susu kotak rasa coklat yang disodorkan oleh Zio. "Aira nitip buat lo waktu gue bilang mau jenguk lo di rumah sakit."

"Wah, Aira baik banget!" seru Al riang. "Bilangin makasih, ya, Zio."

Zio mengangguk membalasnya.

"Kue kita mana?" tanya Devan melihat Dean tidak membawa apapun, padahal tadi mereka mampir ke toko roti untuk membawakan cemilan untuk dimakan bersama.

Dean menepuk dahinya, "Bener juga. Kok lo nggak ngingetin, sih?"

"Lah lo harusnya inget sendiri, lah!" balas Devan kesal.

"Kok lo nggak ngingetin, Zi?!"

"Oh, harusnya itu dibawa, ya?" balas Zio datar.

Dean menyipitkan matanya menatap kedua sahabatnya itu. "Devan! Buruan ambil kuenya di mobil, keburu pulang Pak Sopirnya!"

"Bukannya udah pulang?" tanya Devan balik.

"Ck, cek dululah! Gimana, sih?!"

"Duh, kalian ribut banget di rumah sakit," komentar Zio.

"Yang sakit aja nggak protes!" balas Dean sambil mencibir.

Zio menggeleng-gelengkan kepalanya.

Al tersenyum saja melihatnya, senang melihat kamar rawatnya ramai lagi. Tapi sepertinya papanya yang sedang mengerjakan pekerjaannya terganggu. Zeith tiba-tiba bangkit membawa tab-nya, lalu dengan beralasan ada urusan di luar, ia pamit keluar sebentar pada Al.

AL WILL BE OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang