31

21.2K 2.2K 115
                                    

Al menatap bayangannya di cermin sambil mencoba memasang dasinya. Sejak hari pertama sekolah, di mana Bang Rey memakaikannya dasi ini, Al tidak pernah memakainya lagi. Bang Rey tidak pernah protes juga melihatnya, karena sebenarnya kebanyakan siswa di sekolah mereka tidak memakai dasi. Yang wajib memakai dasi hanya anak OSIS saja. Ditambah lagi, sejujurnya, Al tidak terlalu suka jika ada tangan yang mendekati lehernya, sedangkan Al sendiri tidak tahu bagaimana cara memasang dasi.

Kali ini, Al mencoba memakai dasi sendiri. Ia berhasil melakukannya setelah mencoba beberapa kali meskipun tidak serapi saat dipakaikan oleh Bang Rey. Al tersenyum puas menatap bayangannya di cermin. Akan tetapi, kemudian senyumnya luntur dan ia kembali melepas dasi itu dan memasukkannya ke dalam tas, lalu turun ke bawah untuk sarapan bersama keluarganya yang lain.

"Kok lama, Al?" tanya Mas Dimas saat Al duduk di sampingnya.

Al hanya menggeleng sambil nyengir tanpa menceritakan usahanya memakai dasi.

"Tadi papa aja masuk ke kamar lagi ngeliat kamu belum keluar kamar. Dikiranya si papa dia yang kepagian," tambah Mas Dimas.

"Eh? Papa sekarang di masih kamar?" tanya mama yang datang membawa piring berisi beberapa lauk.

Mas Dimas mengangguk sambil mencomot tempe dari piring yang baru diletakkan oleh mama.

"Al, tolong panggilin papanya, ya," kata mama sambil duduk di seberang Al. Tangan mama bergerak menyendokkan nasi di setiap piring. "Sekalian abangnya juga. Tadi dia juga udah di sini, kok hilang lagi?!"

"Kalau Rey ada yang ketinggalan di kamarnya katanya. Panggil dari bawah aja, Al. Kamu nggak usah naik lagi," kata Mas Dimas.

Al yang sudah duduk kembali turun dari kursinya. Ia tidak mendengarkan kata Mas Dimas yang menyuruhnya memanggil dari bawah saja. Al sampai di atas bertepatan dengan Bang Rey yang keluar kamar sambil membawa setumpuk kertas. Ia tersenyum sekilas pada abangnya itu lalu membuka pintu kamar papa dan mamanya. Awalnya Al kira papa sedang bersantai atau mengotak-atik gadgetnya, tapi yang Al lihat papanya itu sedang diam di depan lemarinya yang terbuka. Papanya itu bahkan tidak menoleh saat Al membuka pintu.

"Papa? Makanannya udah siap," panggil Al sambil mendekat, "Papa lagi apa?"

Papa terlihat terkejut dan buru-buru menyimpan sesuatu yang dipegangnya. "M... makanannya udah siap?" tanya papa dengan nada gugup.

Al mengangguk. Ia sempat melihat sedikit selembar kertas yang dipegang oleh papa itu. Sepertinya itu selembar foto yang sudah cukup lama dan tidak disimpan dengan baik. Al tidak begitu yakin, tapi sepertinya itu foto keluarga. Meskupun penasaran, Al memilih menyimpannya seperti biasa. Ia berbalik kembali keluar dari kamar. Mungkin sebaiknya lain kali ia mengetuk dulu kalau hendak masuk ke kamar papa, jadi kalau ada yang ingin disimpan papa darinya, papa tidak perlu buru-buru seperti itu.

Bukannya mengikutinya keluar dari kamar, papanya itu malah terdiam di tempatnya. Al dengan bingung menoleh kembali dan bertanya, "Kenapa, Pa?"

"Mm... Al nggak mau tanya apa-apa?"

Al mengernyitkan alisnya, ia bertanya dengan polos, "Emang boleh?"

Papa menghela nafas mendengarnya, "Nggak ada yang nggak boleh Al lakuin di rumah ini, Sayang."

Al mengerjapkan mata sebelum kemudian mengulas senyum canggung. Benar. Papa sudah beberapa kali mengatakan hal itu, sepertinya Bang Rey dan Mas Dimas juga pernah mengatakannya. Al bukannya melupakannya, ia hanya terbiasa untuk diam, jadi terkadang cukup sulit juga kalau ia harus mengungkapkan semuanya.

"Al nggak mau tahu?" pancing papa lagi.

Sejujurnya, Al sudah tidak terlalu penasaran, tapi ia kemudian mengatakan kepada papa kalau ia ingin tahu apa yang sedang dilakukan oleh papa tadi. Sayangnya, bukannya langsung memberi tahu, papa malah memasang wajah sedih. Al jadi menyesal mengatakan itu, mungkin sebaiknya ia tutup mulut saja dan langsung mengajak papa turun ke bawah untuk makan. Pasti apapun yang dilihat papa tadi membuatnya sedih.

AL WILL BE OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang