Al melihat seorang gadis kecil yang sangat imut. Ia mencolek pria di sampingnya yang terlihat gelisah sejak tadi. Pria itu menoleh padanya dan tersenyum.
Al tercekat melihatnya, "Om Vian?"
"Kenapa, Al?"
Al ingin mengatakan betapa ia begitu merindukan omnya itu. Ia tidak akan memgadu tentang segala kesakitannya. Al hanya ingin Om Vian mengetahui betapa ia kehilangan sosok yang selalu melindunginya itu. Sayangnya, mulutnya tidak dapat begerak seperti yang diinginkannya. Tangannya pun bergerak sendiri menunjuk gadis kecil imut yang mencuri perhatiannya itu. "Om, adeknya lucu. Kayak peri."
Om Vian tertawa mendengarnya, "Emang Al pernah liat peri?"
"Nggak," jawab Al sambil menggeleng. Ia mengerucutkan bibirnya melihat omnya menertawakannya.
"Terus tau dari mana Al anak itu kayak peri?"
"Nggak tau. Kepikiran aja. Peri kan yang suka bikin orang bahagia. Kayaknya anak itu juga bisa bikin orang bahagia cuma gara-gara ngeliat dia. Imut banget," terang Al sambil memperhatikan gadis kecil itu yang tiba-tiba terdorong hingga boneka di tangannya terlempar.
Al membulatkan matanya melihat anak itu berjalan ke tengah jalan. Ia ingin menjerit menghentikan anak itu, tapi lagi-lagi suaranya tidak mau keluar. Ia berlari ke arah anak itu, ingin menariknya ke pinggir. Sayangnya, sebelum ia sampai di sana, sebuah mobil melaju kencang melewatinya sampai ia sendiri terkejut.
Seluruh orang yang melihat kejadian itu menjerit. Al sendiri hanya bisa terpaku di tempatnya. Tubuhnya gemetar hebat, air matanya mengalir deras. Ia sesenggukan.
Tiba-tiba, seluruh orang menghilang. Hanya menyisakannya sendiri dengan seseorang yang tergeletak di tengah jalan. Al berjalan mendekat. Ia tahu siapa itu. Ia tidak mau mendekat, tapi kakinya terus melangkah. Hingga ia melihat jelas sosok berdarah-darah itu dari atas. Al merasakan nafasnya sesak. Air matanya terus mengalir tanpa bisa ia hentikan.
Al berjongkok. Tangannya terulur menyentuh sosok itu. Bibirnya bergerak hendak melafaskan sesuatu.
Tiba-tiba pandangannya memburam. Al mencoba membuka mata lebih lebar, tapi semua pemandangan itu menghilang digantikan oleh--
"Al, sayang, bangun sekarang!" seru seseorang sambil menggoyangkan tubuhnya.
Al berkedip sekali saat melihat sosok itu dengan pandangan yang masih buram. Om Vian? Al mengangkat tangannya yang terasa lemas. Saat itulah pandangannya menjadi lebih jelas. Ia tersenyum lemah sambil menjatuhkan kembali tangannya.
"Abang..."
"Al, ya ampun!" seru Bang Rey sambil menarik Al untuk bangun. "Al habis mimpi buruk? Sesak ya? Pakai inhalernya dulu, oke?
Al mengangguk sambil menyandarkan tubuhnya yang terasa lemas pada abangnya itu. Bang Rey mengambil inhaler yang disodorkan oleh Dimas lalu membantu Al memakainya. Setelah Al merasa lebih lega, Al menjauhkan inhaler itu dari mulutnya.
"Tidur lagi?" tanya Bang Rey lembut.
Al menggeleng. Bang Rey tidak menanyakan apapun, hanya menarik Al ke dalam pelukannya lalu mengelus punggungnya lembut, sedangkan Mas Dimas berjalan menjauh saat ponselnya berdering.
"Kita nonton aja?"
Kali ini Al mengangguk. Bang Rey menarik Al untuk bergeser ke tengah kasur, lalu kembali memeluknya. Al hanya membalasnya dengan menggenggam ujung baju Rey dengan kuat. Tatapannya terus mengarah ke bawah, masih terngiang mengenai mimpinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AL WILL BE OKAY
RomanceMau salah ataupun tidak, tetap saja Al yang salah. Mau minta maaf atau tidak, tetap saja ia akan mendapat bogem mentah dari ayah. Mau sakit atau tidak, tetap saja ibu tidak sudi memeluknya. Sebenarnya, apa yang sudah dilakukannya sampai ia dibenci s...