30

25.6K 2.6K 116
                                    

Al berjalan menuruni tangga dengan perlahan. Ia jarang pulang lewat lift, karena waktu pulang yang berbarengan selalu membuat lift ramai. Al yang tidak terlalu menyukai keramaian jelas lebih memilih untuk turun lewat tangga. Nafasnya yang agak sesak tidak membuat Al merasa perlu turun lewat lift. Ia lebih suka turun dengan perlahan melalui tangga, tidak akan terasa melelahkan kalau ia turun perlahan-lahan.

Ia menghela nafas sejenak saat sudah sampai di lantai satu. Rasanya aneh sekali tidak memakai kupluknya saat berjalan di koridor seperti ini. Berusaha mengabaikannya, Al berjalan agak cepat agar segera sampai ke parkiran. Akan tetapi, sesampainya di ujung koridor ia hanya bisa terdiam melihat ada banyak siswa yang menunggu di sana. Mungkin karena hujan, anak-anak itu  memilih menunggu dijemput oleh supir mereka daripada mencari mobil mereka di parkiran.

Ia mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya dengan ragu. Haruskah ia menerobos saja? Hujannya memang sudah tidak sederas tadi, tapi ia dan papa tidak akan langsung pulang ke rumah. Mereka sudah sepakat akan pergi ke tempat teman papa yang saat itu disebutkan oleh papa. Karena Al saat itu tidak diizinkan untuk turun dari kasur oleh papa, mereka menunda hingga hari ini. Hari ini, papa mengatakan sudah membuat janji dengan temannya itu. Kata papa, teman papa itu bisa membantunya terkait beberapa masalahnya.

"AL!!"

Al menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Senyumnya mengembang melihat Bang Rey menghampirinya dengan setengah berlari. Mereka jarang bertemu di sekolah. Selain karena kelas mereka yang cukup jauh, Al juga jarang berada di kantin saat itirahat, yang mana tempat mereka mungkin bertemu. Kalaupun mereka tiba-tiba berpapasan di jalan, Devan yang selalu bersamanya pasti akan menariknya menjauh dari Bang Rey. Al juga jadi tidak bisa protes karena Bang Rey biasanya hanya memutar bola matanya melihat Al ditarik oleh Devan menjauh.

"Kenapa, Bang?"

Tanpa menjawab, Bang Rey menarik Al menjauh dari kerumunan siswa yang sedang menunggu jamputan itu. Mereka berhenti di tempat yang agak sepi. Bang Rey tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap Al dari atas ke bawah dengan tajam. Tanpa sadar Al bersedekap dengan tidak nyaman. Baru kemudian Bang Rey menatap wajah Al lagi.

"Tadi kata temen Abang Al kegebok bola."

Ah. Al jadi mengerti mengapa Bang Rey menatapnya seperti itu. "Al nggak papa, kok. Uhuk uhuk. Tadi bolanya cuma kena tangan."

"Kok batuk-batuk? Asmanya kambuh?" tanya Bang Rey khawatir.

Al buru-buru menggeleng, "Cuma agak dingin aja di kelas tadi."

Tanpa Al minta, Bang Rey membuka jaket yang dipakainya lalu menyerahkannya pada Al. Tahu ia tidak akan bisa menolak, Al mengambilnya tanpa protes. Bang Rey membantunya memegang tasnya saat Al memakai jaket yang jelas kebesaran di tubuhnya itu. Diam-diam Al tersenyum, senang merasakan hangat tubuh Bang Rey yang masih tertinggal di jaket itu.

"Jaket Al mana?"

Al terdiam sesaat, ragu-ragu menceritakan kejadian di kantin tadi. "Tadi waktu di kantin ada yang bawa bakso terus nabrak Al. Jadi baju Al kotor semua, jaketnya juga. Jadi Zio minjemin Al baju dari UKS."

Bang Rey mengerutkan alisnya, "Panas nggak, baksonya? Ada yang sakit, nggak?"

Al menggeleng, "Nggak ada, kok. Soalnya Al pakai jaket, jadi baksonya nggak tumpah langsung ke Al."

"Bagus, deh," gumam Bag Rey sambil mengelus rambut Al, "Jadi tadi ke kelas abang mau minjem jaket?"

"Iya," angguk Al, "Tapi abangnya lagi di perpus."

"Lain kali telpon aja, oke? Dari pada Al jadi kedinginan nggak pakai jaket," kata Bang Rey sambil menggendong tas Al di bahunya.

"Eh, Al aja yang bawa tasnya, Bang," protes Al cepat begitu melihatnya.

AL WILL BE OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang