Al sedang berdiri mengamati sesuatu di balkon saat tiba-tiba Bang Rey memanggilnya dengan panik. Ia baru menoleh saat dirasakannya tubuhnya diangkat dan ia kembali didudukkan di kursi rodanya. Ia menatap heran ke arah Bang Rey yang terlihat marah. Lho, apa salahnya?
"Al, dokterkan udah meringatin kamu buat nggak jalan dulu! Terus apa itu tadi? Manjat-manjat balkon?! Kamu mau jatuh?!"
Al merengut mendengar omelan Bang Rey, "Nggak, itu ada sarang burung, Bang, di pohon. Lihat, deh!"
"Biarin aja, sarang burung doang," balas Bang Rey tidak peduli.
"IH, nggak boleh gitu! Abang harus lihat! Itu di pohon itu!"
Gemas, akhirnya Bang Rey mengikuti apa yang dikatakan Al. Ia mencari sarang burung yang dimaksud oleh adiknya itu sambil bersandar di pagar balkon seperti Al tadi.
"Di mana?" tanya Bang Rey bingung.
"Di-di pohon yang tinggi itu," jawab Al ragu. Ia memajukan kursi rodanya dan menarik baju abangnya itu pelan. Entah kenapa ia gugup melihat posisi Bang Rey yang bersandar sepenuhnya pada balkon seperti itu.
"Mana? Pohon yang mana?" tanya Bang Rey lagi. Ia sebenarnya sudah menemukan pohon yang dimaksud, ia juga menemukan sarang burungnya. Tapi ia gemas melihat ekspresi Al yang berulang kali melihat ke arah pohon itu lalu ke arahnya dengan tangannya yang mencengkram pinggiran bajunya.
"Pohon yang... nggak usah dicari lagi! Udah, sini aja!" seru Al cepat melihat Bang Rey mencondongkan tubuhnya melewati pagar balkon demi mencari sarang burung yang dimaksudnya. Ia dengan kuat menarik baju abangnya itu menjauh dari balkon, bahkan sampai turun dari kursi rodanya.
Abangnya itu malah tertawa saat mengikuti Al yang menariknya masuk ke dalam kamar. Ia kembali lagi ke balkon untuk mengambil kursi roda Al, kemudian menyuruh Al untuk kembali duduk di sana.
Bang Rey mencubit pipi Al dengan gemas, "Ngerasain, kan, perasaan abang lihat kamu kayak gitu tadi?"
Al mengerucutkan bibirnya, "Tapi abang tingginya jauh ngelewatin pagernya. Kalau hilang keseimbangan bisa jatuh ke depan. Bahaya. Al, kan, nggak."
"Emang pagernya setinggi itu? Kamu juga tingginya ngelewatin tinggi pagernya, kok. Eh, tapi adek abang emang pendek, sih. Iya, kan?" balas Bang Rey sambil tertawa keras.
Al menyipitkan matanya mendengarnya, "Al nggak mau tidur sama abang malam ini, sama Mas Dim aja."
Bang Rey berhenti tertawa mendengarnya, "Lho, kok gitu?!"
"Abang ngeselin," sahut Al sambil menjalankan kursi rodanya menjauh dari abangnya itu.
"ALLL..." panggil Bang Rey gemas, "Abangkan cuma bercanda."
Bukannya kembali, Al menyahuti panggilan Bang Rey dengan memeletkan lidahnya.
➰➰➰
Dug dug dug...
Dimas yang sedang tidur pulas terbangun mendengar suara itu. Ia jelas mengenali suara bola basket yang membentur lantai itu, tapi siapa yang memainkannya di kamarnya?
Senyum Dimas terkembang tipis melihat Al yang sedang duduk di kursi rodanya memantul-mantulkan bola basket di antara kakinya. Awalnya ia ingin menegurnya karena ia pikir Al melakukan itu untuk mengganggu dan membangunkannya, tapi melihat ekspresi serius di wajah adiknya itu, Dimas jadi tidak mau mengganggu. Ia tidak tahu berapa lama lagi sampai mama datang untuk menegurnya karena berisik, jadi Dimas hanya akan diam memperhatikan adiknya yang menggemaskan itu bermain bola basket seperti anak kecil yang baru pertama memegang bola basket.
KAMU SEDANG MEMBACA
AL WILL BE OKAY
RomanceMau salah ataupun tidak, tetap saja Al yang salah. Mau minta maaf atau tidak, tetap saja ia akan mendapat bogem mentah dari ayah. Mau sakit atau tidak, tetap saja ibu tidak sudi memeluknya. Sebenarnya, apa yang sudah dilakukannya sampai ia dibenci s...