36

17.9K 1.9K 68
                                    

"Kenapa, Al?"

"Al kangen mama. Udah lama nggak lihat mama," kata Al semakin pelan. Ia mengalihkan pandangannya dengan malu. Tidak apa-apa, kan, ia berkata begitu?

Lea, sang mama yang mendengarnya dengan gemas memeluk anaknya itu, "Mama juga kangen sama Al. Maaf ya, beberapa hari ini mama nggak ke sini?"

"Mama sakit?" tanya Al khawatir melihat wajah mamanya yang tidak secerah biasanya. Apa yang beda, ya? Al tidak terlalu yakin.

"Nggak, kok. Mama nggak sakit," jawab mama tanpa memberikan penjelasan apapun. Tangannya mulai sibuk membereskan semua barang-barang Al yang akan dibawa pulang.

Dari posisinya, Zeith hanya diam memantau keadaan istrinya itu. Kalau boleh jujur, sebenarnya ia belum ingin Al pulang sekarang, apalagi empat hari lalu Al sempat kambuh lagi. Ia ingin Al dirawat lebih lama, tapi keadaan Lea tidak memungkinkan Al untuk dirawat di rumah sakit. Istrinya itu memaksa agar Al dirawat di rumah saja agar ia bisa memantau Al seperti biasa. Zeith tidak ada alasan untuk membantah juga. Menurut Kak Valdi, keadaan Al sudah cukup baik untuk pulang. Apalagi hari ini, Zeith memang berniat membawa Al keluar, kalau ternyata anak itu sekalian pulang, yah, sepertinya tidak masalah. 

Hari ini adalah hari kematian putri satu-satunya, karena itulah ia ingin membawa Al untuk memperkenalkan mereka. Di keluarga mereka, mereka memiliki aturan untuk tidak membuka kamar Chika atau sekadar melihat fotonya selain pada hari ini. Kalau bukan hari ini, kapan lagi ia akan mengenalkan Al pada Chika?

Alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah karena Lea. Mereka berjuang cukup keras untuk mendapatkan putri satu-satunya itu, tapi kemudian Tuhan memanggil kembali anak itu saat usianya masih balita. Saat itu Lea sampai depresi bahkan mereka hampir bercerai karenanya. Yah, seandainya saja dulu ia menjaga Chika dengan baik, mungkin anak itu tidak akan kecelakaan. Untuk menjaga perasaan Lea, mereka mengunci semua kenangan Chika yang ada di rumah itu di dalam satu kamar. Kamar itu hanya boleh dibuka pada hari kematian Chika, seperti hari ini.

Menyambut hari kematian Chika, seperti tahun-tahun sebelumnya, Lea selalu bersedih sepanjang minggu. Karena Al yang dirawat, Rey dan Dimas terpaksa membagi waktu menemani Al di rumah sakit dan Lea di rumah. Zeith sendiri merelakan pekerjaannya ia lakukan di rumah, lalu malamnya ia akan pergi ke rumah sakit agar anaknya yang lain bisa istirahat. Dengan Al berada di rumah, setidaknya mereka bisa menjaga kedua orang kesayangan mereka di satu tempat. Ia tidak bisa menceritakan keadaan Lea pada Al karena anak itu pasti merasa cemas dan itu tidak baik untuk kesehatannya.

Setelah selesai membereskan semuanya, Rey mengambil alih barang-barang Al dari tangan Lea. Lea tersenyum berterima kasih sambil mengusap pundak anaknya itu. Saat berjalan keluar, Dimas dengan sigap menggandeng tangan Lea, agar mamanya itu tidak merasa kesepian berjalan sendiri.

"Kita mau ke mana, Pa?" tanya Al yang kini berada di gendongannya.

"Ke makam Chika," jawab Zeith lembut.

Al mengangguk mengerti. Ia melihat keadaan keluarganya yang lain dengan sedih, pantas saja sejak tadi keadaannya muram sekali. Al menatap sang mama. Kini ia mengetahui apa alasan mamanya itu terlihat tidak secerah biasanya. Ia ingat papanya sempat mengatakan kalau mereka hanya ke makam Chika saat hari kematian anak itu. Berarti hari ini, ya? Jaraknya cukup dekat dengan Om Vian.

"Sayang, mau duduk di depan atau di belakang?" tanya Zeith pada Lea sebelum membukakan pintu mobil.

"Di belakang."

"Al temani papa di depan, ya?" kata Zeith saat ia membukakan pintu mobil untuk istrinya itu.

Al hanya mengangguk tanpa protes. Wajah anaknya itu sudah sama muramnya dengan yang lain. Zeith mendudukkan Al di kursi penumpang di samping supir, memasangkan seatbelt-nya, lalu mengecup puncak kepalanya sekali sebelum menutup pintu mobil. Ia berjalan memutari mobil untuk duduk di kursi pengemudi.

AL WILL BE OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang